Pembangunan dan perencanaan memiliki keterkaitan yang sangat erat. Perencanaan adalah sebuah proses yang dinamis dan dalam mempersiapkan atau menentukan kondisi yang lebih baik di masa mendatang. Pontoh dan Kustiwan (2008) menyatakan bahwa perencanaan adalah proses untuk menentukan tindakan di masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan dapat dikatakan memiliki kaitan yang erat pembangunan karena hasil dari perencanaan dapat dilihat dari pembangunan yang dilakukan. Sebagaimana perencanaan, pembangunan merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tidak terlepas dari pemanfaatan sumber daya. Pandangan mengenai pembangunan pada awalnya seringkali hanya memperhitungkan pembangunan fisik dan peningkatan produktifitas dan perekonomian (PDRB, Pendapatan Perkapita, dll) sebagai indikator pembangunan.
Seiring berjalannya waktu, pandangan pembangunan secara konvensional yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi lama kelamaan tidak lagi sesuai seiring dengan semakin berkurangnya ketersediaan sumberdaya tak terbarukan serta degradasi lingkungan akibat eksploitasi faktor produksi serta gaya konsumsi yang berlebihan. Dampak dari model pembangunan yang tidak memperdulikan kelestarian alam dapat dilihat dan dirasakan secara langsung seperti kekeringan, banjir, serta meningkatnya suhu secara global. Kesadaran akan pentingnya lingkungan dalam kehidupan manusia kemudian menggeser pandangan mengenai pembangunan dimana pembangunan disadari tidak hanya berhubungan dengan peningkatan ekonomi, tetapi juga isu lingkungan dan sosial. Isu ini kemudian mendorong lahirnya konsep pembangunan yang belakngan disebut pembangunan berkelanjutan yang didefinisikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (1987) sebagai proses pembangunan yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.
Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga pilar utama yang menjadi kunci dalam pelaksanaannya yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan (Outcome of UN World Summit, 2005). Selain pembangunan berkelanjutan, terdapat pula konsep pembangunan hijau yang sebenarnya berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan. Perbedaan antara pembangunan hijau dan pembangunan berkelanjutan terletak pada fokus pembangunan hijau yang lebih mengutamakan aspek lingkungan dalam pembangunan diantara tiga pilar utama pembangunan berkelanjutan dimana makna hijau sendiri dari istilah pembangunan hijau dapat dikatakan merujuk pada alam dan kelestariannya. Adams (2009) menyatakan pembangunan hijau juga tidak hanya berbicara mengenai manajemen lingkungan saja, melainkan juga mengenai siapa yang akan memanejemen lingkungan tersebut dan bagaimana bentuk pengelolaannya. Meskipun memiliki perbedaan, pada intinya pembangunan hijau dan pembangunan berkelanjutan adalah dua konsep pembangunan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Menurut Adams (2009) Aspek sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan merupakan aspek-aspek pembangunan yang sangat dinamis dan selalu berubah. Usaha dalam mengontrol dan menjaga keberlanjutan aspek-aspek tersebut agar perkembangannya dapat berjalan beriringan secara harmonis dan seimbang adalah melalui penyusunan kebijakan yang baik dan dapat diwujudkan melalui penyusunan rencana baik tingkat wilayah, kota, atau tingkatan lainnya. Hal inilah yang mendasari mengapa konsep pembangunan berkelanjutan dan pembangunan hijau diperlukan dalam perencanaan wilayah dan kota. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan pentingnya konsep pembangunan berkelanjutan dan pembangunan hijau dalam praktek perencanaan wilayah dan kota.
KELESTARIAN LINGKUNGAN MELALUI PEMBANGUNAN HIJAU DAN BERKELANJUTAN
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pendahuluan. Model pembangunan konvensional yang menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai satu-satunya indikator keberhasilan terlah berdampak buruh bagi kelestarian lingkungan. Hal ini dikarenakan, pada model pembangunan konvensional, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya banyak hal-hal yang harus dikorbankan dari aspek lingkungan seperti pembangunan secara massif yang mengorbankan ruang terbuka hijau, penggunaan energi fosil secara terus menerus, eksploitasi industri ekstraktif secara berlebihan. Salah satu isu terkini mengenai kerusakan lingkungan yang berkaitan dengan pembangunan adalah adanya aktivitas pembakaran hutan secara besar-besaran untuk mendukung industri minyak kelapa sawit dan kertas yang berakibat pada bencana kabut asap di Indonesia, tepatnya Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Bencana ini selain jelas-jelas berdampak buruk terhadap kelestarian ekosistem tetapi juga berdampak pada menurunnya kualitas kesehatan seperti timbulnya gangguan kesehatan infeksi saluran pernfasan akut, asma bronkial, pneumonia, iritasi mata dan kulit dan perekonomian masyarakat seperti hilangnya mata pencaharian, rasa keamanan, dan keharmonisan masyarakat (Rasyid, 2014). Kejadian ini juga menjadi salah satu penyebab naiknya iklim secara global karena banyaknya karbon sebagai salah satu gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer. Berdasarkan data dari Asian Bank Development dalam Taccony (2003) kebakaran hutan gambut di Indonesia pada tahun 1997/1998 telah mengemisikan 156,3 juta ton karbon ke udara. Kondisi kebakaran tahun 2015 ini menurut peneliti Universitas Columbia yang dikutip BBC Indonesia berada pada jalur yang mendekati kondisi tahun 1997 bahkan berpotensi lebih parah apabila kemarau berlangsung lebih lama.
Selain pembakaran hutan yang cenderung terjadi di daerah rural. Pembangunan dengan metode konvensional juga memiliki dampak buruk di daerah perkotaan (urban). Hal ini terjadi akibat pertambahan penduduk perkotaan perkotaan serta pesatnya perkembangan aktifitas manusia seperti pembangunan pabrik-pabrik industri dan kegiatan transportasi. Kegiatan transportasi dan industri juga ikut andil dalam naiknya iklim global karena ikut menyumbangkan gas rumah kaca ke atmosfer melalui pembakaran bahan bakar fosil serta gas buangan pabrik-pabrik. Selain itu, berbagai aktifitas masyarakat seperti masak, mencuci, penggunaan alat-alat listrik turut berkontribusi terhadap besarnya emisi karbon. Kurniawati dan Setiawan (2012) mengestimasikan salah satu sumber emisi karbon terbesar di perkotaan berasal dari kegiatan rumah tangga. Kerusakan kelestarian lingkungan tidak hanya berbicara soal peningkatan iklim dan emisi karbon. Masalah-masalah seperti timbulan sampah, banjir, kawasan kumuh dan sebagainya juga terkait dengan pembangunan yang hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi dengan hanya terus membangun kawasan budidaya seperti perumahan dan industri tanpa menyadari pentingnya perlindungan dan pelestarian lingkungan.
Hal-hal di atas menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi hanya pada kepentingan ekonomi telah memberikan dampak yang buruk tidak hanya di kawasan perkotaan tapi juga pedesaan. Besarnya kerugian yang dialami akibat kerusakan lingkungan akan sulit dihitung. Hal inilah yang menjadi salah satu dasar mengapa konsep pembangunan hijau dan berkelanjutan perlu diterapkan dalam perencanaan wilayah dan kota. Konsep tersebut dapat diwujudkan dalam kebijakan dan perencanaan perkotaan. Salah satu diantaranya yang kini mulai diterapkan adalah perencanaan kota berbasis green city yang memperhatikan lingkungan perkotaan mulai dari penggunaan energi, ketersediaan ruang terbuka hijau hingga perilaku masyarakat.
PERENCANAAN DAN KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA
Perencanaan tidak terlepas dari pemilihan dan penggunaan sumberdaya begitu pula pembangunan sehingga dapat dikatakan sumberdaya adalah salah satu modal penting dalam pembangunan. Perencanaan dan pembangunan selalu berbicara bagaimana caranya merumuskan masa depan dengan kondisi yang lebih baik bagi generasi di masa depan. Pembangunan berkelanjutan mencoba memandang hal ini dari segi keberlanjutan sumberdaya dengan mencoba menciptakan kondisi dimana generasi masa depan memiliki kesempatan yang sama dalam memanfaatkan sumberdaya sesuai defenisnya yaitu sebagai proses pembangunan yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (United Nations, 1987). Pembangunan berkelanjutan ingin memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan saat ini tidak mengintervensi kesempatan generasi di masa depan dalam menggunakan sumberdaya oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya harus diperhatikan dengan baik dalam pelaksanaan pembangunan agar generasi berikutnya memiliki kesempatan yang sama dalam menikmati sumberdaya. Sumberdaya terdiri atas sumberdaya yang terbarui dan tidak terbarui.
Sumberdaya sendiri membutuhkan waktu untuk melakukan regenerasi, sementara itu, pertumbuhan penduduk terus bertambah. PBB sendiri memperkirakan penduduk dunia akan mencapai 8.5 miliar pada tahun 2030, 9,7 miliar pada tahun 2050, dan melampaui 11 miliar pada tahun 2100 dimana Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadi konsentrasi pertumbuhan penduduk (UNIC Jakarta, 2015). Pertumbuhan penduduk ini mengindikasikan semakin tinggi pula penggunaan sumberdaya.. Hal yang menjadi concern adalah bagaimana menjada ketersediaan sumberdaya tidak terbarukan agar tetap dapat dinikmati generasi mendatang, seperti energi fosil dan lahan. Konsep ini diakomodasi dalam perencanaan wilayah dan kota melalui penggunaan sumberdaya lain yang dapat menggantikan peran sumberdaya tak terbarukan salah satunya sebagai sumber energi perkotaan. Sebagai contoh adalah sumber energi listrik. Saat ini sudah semakin berkembang teknologi yang memanfaatkan energi terbarukan seperti mikro-hidro, energi biogas-biomas, maupun energi sebagai sumber listrik sehingga penggunaan energi tak terbarukan sebagai sumber listrik dapat dikurangi. Hal ini selain dapat menjaga ketersediaan sumberdaya tak terbarukan juga lebih ramah lingkungan.
Selain itu konsep pembangunan hijau yang berusaha menggunakan sumberdaya tidak terbarukan seefisien mungkin dan harus dapat mempertahankan standar hidup dengan berkurangnya stock sumberdaya alam dapat diterapkan dalam perencanaan wilayah dan kota untuk menjaga stok sumberdaya di masa mendatang. Pertimbangan ini menjadi aspek kedua yang mendasari pentingnya konsep pembangunan hijau dan pembangunan berkelanjutan penting dalam perencanaa wilayah dan kota dimana sangat penting bagi sebuah perencanaan untuk dapat memilih sumberdaya dengan cerdas dan memanfaatkannya seefisien mungkin untuk mencapai kemakmuran ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya.
MENGAKOMODASI PARTISIPASI MASYARAKAT
Saat ini, pendekatan perencanaan seringkali melibatkan peran masyarakat dalam pengambilan keputusannya. Masyarakat (sosial) merupakan salah satu pilar penting dalam pembangungan berkelanjutan meskipun tidak terlalu difokuskan pada pembangunan hijau. Masyarakat menjadi elemen penting dalam pembangunan berkelanjutan karena berperan sebagai objek sekaligus objek pembangunan sehingga berhak terlibat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan dan lingkungan mereka di masa mendatang. Partisipasi sebagai salah satu elemen pembangunan merupakan proses adaptasi masyarakat terhadap perubahan yang sedang berjalan.
Proses pembangunan berkelanjutan akan lebih baik jika dapat mengikutsertakan semua anggota masyarakat dalam setiap tahap pembangunan. Jika masyarakat benar-benar diberi kesempatan dan haknya untuk terlibat secara aktif dalam pembangunan, maka pembangunan diperkirakan berlangsung lebih efektif dan efisien karena masyarakat lebih mengetahui seluk beluk lingkungan mereka beserta potensi dan masalah serta rasa memiliki terhadap proyek pembangunan yang ada. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan menjadi salah satu alasan penting mengapa konsep pembangunan berkelanjutan perlu diterapkan dalam perencanaan.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan di atas, disimpulkan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan dan pembangunan hijau penting untuk diterapkan dalam perencanaan. Perencanaan merupakan sebuah proses dinamis dimana banyak aspek terlibat didalamnya. Konsep pembangunan hijau dan pembangunan berkelanjutan diperlukan dalam perencanaan wilayah dan kota karena mampu menjawab tantangan degradasi lingkungan dan sosial masyarakat tanpa mengabaikan pertumbuhan ekonomi sehingga seluruh pilar-pilar pembanguan dapat tercapai secara harmonis dan seimbang sehingga kita dapat memastikan generasi di masa depan memilki kesempatan yang sama dalam memenuhi kebutuhannya terutama dalam aspek lingkungan dan sumberdaya.
REFERENSI
Adams, W.M. 2009. Green Development 3rd Edition: Environmental and Sustainability in a Developing World. New York: Routledge
Kurniawati, U F dan R.P. Setiawan. 2012. “Pengaruh Perkembangan Perumahan terhadap Emisi Karbondioksida di Kota Surabaya.” Jurnal Teknik POMITS, Volume 1, hal. 1-5
Rasyid, Fachmi. 2014. “Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan.” Jurnal Lingkar Widyaiswara, Edisi 1 No. 4 Oktober – Desember 2014, hal. 47-59
Tuccani, Luca. 2003. Fires in Indonesia: Causes, Costs, and Policy Implication. Bogor: Center for International Forestry Research
United Nation. 1987. Report of the World Commission on Environment and Development: Our Common Future. United Nation
www.bbc.com/indonesia (Website kantor berita BBC Indonesia)
www.unic-jakarta.org (Website United Nation Information Center Jakarta, Service to: Indonesia)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H