Mohon tunggu...
Syofyan el Comandante
Syofyan el Comandante Mohon Tunggu... Pelaut - Sekretaris Jenderal SP.SAKTI/Mahasiswa STIH Sultan Adam Banjarmasin.

Mantan awak kapal yang ingin mendedikasikan sisa hidup untuk pelindungan hak - hak pekerja maritim

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketidakpastian Hukum dalam Sektor Maritim: Judicial Review Pasal 4 UU No 18 Tahun 2017

3 Oktober 2024   10:29 Diperbarui: 3 Oktober 2024   10:37 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inage : dok Pribadi

Dalam beberapa waktu terakhir, sektor maritim Indonesia menghadapi ketidakpastian hukum yang cukup signifikan. Judicial review terhadap Pasal 4 Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang diajukan oleh serikat pekerja, awak kapal, dan manning agency di Mahkamah Konstitusi (MK) telah berlangsung selama hampir satu tahun tanpa ada putusan yang jelas. Situasi ini menyebabkan kebingungan di antara pengusaha manning agency dan awak kapal.

Latar Belakang

Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 bertujuan untuk melindungi pekerja migran, termasuk awak kapal, dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka di luar negeri. Namun, pasal-pasal tertentu dalam undang-undang ini dipandang oleh beberapa pihak sebagai tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. Hal ini membuat serikat pekerja dan pihak pemohon  lainnya mengajukan judicial review untuk mencari kepastian hukum.

Proses Judicial Review

Proses judicial review di MK adalah mekanisme penting dalam sistem hukum Indonesia. Namun, lamanya proses ini dapat berdampak negatif, terutama bagi mereka yang bergantung pada kepastian hukum untuk menjalankan usaha dan pekerjaan mereka. Dalam konteks ini, hampir satu tahun tanpa putusan dari MK menciptakan ketidakpastian yang merugikan.

Dampak terhadap Manning Agency dan Awak Kapal

Ketidakpastian hukum ini memberikan dampak langsung terhadap manning agency dan awak kapal. Banyak pengusaha manning agency yang merasa bingung dan khawatir mengenai regulasi yang berlaku. Hal ini dapat mempengaruhi keputusan bisnis mereka, termasuk perekrutan dan penempatan awak kapal. Di sisi lain, awak kapal juga merasakan dampak negatif dalam hal perlindungan hak-hak mereka sebagai pekerja.

Surat Edaran Dirjen Perhubungan Laut

Sebagai tambahan, adanya surat edaran dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang mengatur perubahan dari SIUPPAK (Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak kapal) menjadi SIUKAK (Surat Izin UsahaKeagenan Awak Kapal) menambah kompleksitas situasi. Perubahan ini tidak hanya memerlukan penyesuaian dari pihak manning agency, tetapi juga memunculkan pertanyaan mengenai penerapan undang-undang yang sedang dalam proses judicial review.

Kesimpulan

Ketidakpastian hukum yang dihadapi oleh sektor maritim saat ini menuntut perhatian serius dari semua pemangku kepentingan. Diperlukan dialog antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. Selain itu, diharapkan Mahkamah Konstitusi dapat segera memberikan putusan atas judicial review yang sedang berlangsung, sehingga semua pihak dapat melanjutkan aktivitas mereka dengan kepastian hukum yang jelas.

Dengan menyelesaikan masalah ini, diharapkan sektor maritim Indonesia dapat berkembang dengan baik dan memberikan perlindungan yang memadai bagi seluruh pekerja di dalamnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun