Ketentuan mengenai status pelaut sebagai pekerja migran masih menjadi perdebatan di Indonesia. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran ("UU PPMI") mengkategorikan pelaut sebagai pekerja migran. Namun, gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) berusaha mengeluarkan pelaut dari definisi ini. Artikel ini mengkaji kembali argumen-argumen terkait status pelaut sebagai pekerja migran dan membandingkannya dengan praktik di negara lain seperti Filipina.
Argumen Memasukkan Pelaut sebagai Pekerja Migran
- Definisi Pekerja Migran: UU PPMI mendefinisikan pekerja migran sebagai "warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri". Pelaut yang bekerja di kapal asing dengan bendera negara lain dapat dikategorikan sebagai bekerja di luar negeri.
- Kerentanan dan Perlindungan: Pelaut, seperti pekerja migran lainnya, rentan terhadap eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia. UU PPMI bertujuan untuk melindungi hak-hak mereka.
- Konvensi Internasional: Konvensi PBB tentang Perlindungan Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya tahun 1990 memasukan pelaut yang sudah mendapat izin bekerja dan menerima upah di negara tersebut sebagai pekerja migran.Indonesia telah meratifikasi konvensi Ini.
Argumen Mengeluarkan Pelaut dari Pekerja Migran
- Karakteristik Pekerjaan: Pekerjaan pelaut berbeda dengan pekerja migran lainnya. Mereka bekerja di atas kapal dan tidak menetap di negara tujuan.
- Regulasi Khusus: Pelaut diatur oleh peraturan perundang-undangan khusus maritim, seperti UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
- Beban Administratif: Mengkategorikan pelaut sebagai pekerja migran dikhawatirkan akan menambah beban administratif dan biaya bagi perusahaan pelayaran.
Perbandingan dengan Negara Lain
- Filipina: Filipina mengkategorikan pelaut sebagai pekerja migran dan memberikan perlindungan hukum yang komprehensif melalui Republic Act No. 10022 atau Migrant Workers Act of 1995.
- Negara Lain: Di beberapa negara lain, seperti India dan Afrika Selatan, pelaut juga dikategorikan sebagai pekerja migran dan dilindungi oleh undang-undang ketenagakerjaan migran.
Kasus Pelaut yang Mendapatkan Work Permit
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa terdapat pelaut yang mendapatkan work permit untuk bekerja di suatu negara, seperti dalam pelayanan bunker, harbour tug, dan crew change service. Pelaut dalam kategori ini jelas dikategorikan sebagai pekerja migran karena mereka bekerja di luar negeri dengan izin resmi dan tunduk pada regulasi ketenagakerjaan negara tersebut.
Kesimpulan
Status pelaut sebagai pekerja migran masih menjadi perdebatan kompleks dengan argumen kuat di kedua sisi. Keputusan MK akan menentukan arah perlindungan hukum bagi pelaut Indonesia. Memahami praktik di negara lain seperti Filipina dan melihat kasus-kasus spesifik pelaut yang mendapatkan work permit dapat membantu memperkaya diskusi dan mencari solusi yang adil dan tepat.
Saran
- Penting bagi MK untuk mempertimbangkan berbagai argumen dan bukti yang dihadirkan dalam sidang sebelum mengambil keputusan.
- Dialog antara berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah, serikat pekerja pelaut, perusahaan pelayaran, dan organisasi masyarakat sipil, sangat diperlukan untuk mencapai solusi yang terbaik bagi perlindungan pelaut Indonesia.
Penutup
Pelaut merupakan tulang punggung industri maritim Indonesia. Mereka berhak atas perlindungan hukum yang memadai dan layak. Penentuan status pelaut sebagai pekerja migran, dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan kompleksitasnya, diharapkan dapat menjamin hak-hak mereka terlindungi secara optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H