Isu kesejahteraan awak kapal perikanan kembali menjadi sorotan dalam konferensi internasional kesejahteraan awak kapal perikanan yang diadakan oleh Stella Maris di Taiwan. Saya sebagai pembicara, Â mempertanyakan ketidakpedulian pemimpin dunia terhadap nasib para awak kapal dan menyerukan perubahan nyata.
Ketidakpedulian terhadap Ratifikasi ILO C 188
Salah satu focus presentasi saya dalamn konferensi ini adalah lambatnya ratifikasi Konvensi ILO C 188 tentang Pekerjaan di Sektor Perikanan. Konvensi ini menetapkan standar minimum untuk kondisi kerja di industri perikanan, termasuk keselamatan, kesehatan, dan hak-hak pekerja.
Namun, meskipun diadopsi oleh ILO pada tahun 2007, hanya 21 negara yang telah meratifikasi Konvensi ini. Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian serius dari pemimpin dunia terhadap kesejahteraan awak kapal perikanan, yang mayoritas bekerja dalam kondisi yang berbahaya dan dieksploitasi.
Saya, mempertanyakan sikap apatis ini. Saya menekankan bahwa ratifikasi ILO C 188 merupakan langkah fundamental untuk memastikan hak-hak dasar dan perlindungan bagi para awak kapal perikanan.
Upah Adil dan Durasi Kontrak Manusiawi untuk Awak Kapal Perikanan Migran Indonesia
Selain ratifikasi ILO C 188, Saya juga menyoroti kondisi awak kapal perikanan migran Indonesia yang bekerja di kapal ikan jarak jauh Taiwan. Saya mendesak upah yang adil dan layak bagi mereka,upah berdasarkan  resiko kerja. Dimana semakin tinggi resiko maka semakin besar upah yang harus didapat., serta durasi kontrak yang lebih manusiawi, yaitu 1 tahun saja.
Durasi kontrak yang lebih pendek akan memberikan awak kapal lebih banyak kendali atas pekerjaan mereka dan memungkinkan mereka untuk kembali ke rumah lebih cepat. Hal ini juga dapat membantu mengurangi risiko eksploitasi dan pelecehan yang sering terjadi di industri perikanan.
Perlindungan Setara dan Seafood Bebas Eksploitasi
Saya juga menyerukan kesetaraan perlindungan bagi awak kapal perikanan, seperti yang dinikmati oleh awak kapal niaga. Saya menekankan bahwa awak kapal perikanan, yang bekerja keras untuk menyediakan makanan bagi dunia, berhak mendapatkan perlindungan yang sama.
Saya juga menegaskan pentingnya memastikan bahwa seafood yang dikonsumsi masyarakat dunia terbebas dari praktik kerja paksa dan modern slavery. Konsumen berhak untuk mengetahui bahwa makanan yang mereka konsumsi berasal dari sumber yang etis dan bertanggung jawab.
Kerjasama dan Tindakan Nyata
Para pembicara lain  di konferensi ini sepakat bahwa kesejahteraan awak kapal perikanan merupakan isu global yang membutuhkan solusi global. Diperlukan kerjasama antar negara, organisasi internasional, industri perikanan, dan masyarakat sipil untuk menciptakan perubahan yang nyata.
Tindakan nyata seperti ratifikasi ILO C 188, penegakan hukum yang tegas, edukasi publik tentang praktik kerja paksa dan modern slavery, serta upaya untuk memastikan upah yang adil dan durasi kontrak yang manusiawi menjadi kunci untuk mewujudkan kesejahteraan awak kapal perikanan dan seafood yang bebas dari eksploitasi.
Data Pendukung:
- Hanya 21 negara yang telah meratifikasi ILO C 188 tentang Pekerjaan di Sektor Perikanan.
- Awak kapal perikanan migran sering kali bekerja dalam kondisi yang sulit dengan gaji yang rendah.
- Praktik kerja paksa dan modern slavery masih marak di industri perikanan.
- Seafood yang dikonsumsi masyarakat dunia berpotensi berasal dari praktik eksploitatif.
Kesimpulan
Konferensi internasional kesejahteraan awak kapal perikanan yang diadakan oleh Stella Maris Taiwan menjadi platform penting untuk menyuarakan kepedulian terhadap nasib para awak kapal dan mendorong perubahan positif di industri perikanan. Ratifikasi ILO C 188, upah yang adil, durasi kontrak yang manusiawi, perlindungan setara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H