Mohon tunggu...
stephanus mulyadi
stephanus mulyadi Mohon Tunggu... -

professional Consultant for rural development

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan bagi Kaum Miskin Desa

24 April 2015   06:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:44 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di mana pendidikan kita?

Memberikan akses pendidikan tidak sama dengan mendirikan gedung sekolah. Ribuan SD INPRES yang dibangun tersebar di tanah air, tidak lebih dari memenuhi motivasi proyek, bukan memenuhi amanat pendidikan itu sendiri. Di sisi lain, sejak tahun 80an tidak sedikit sekolah swasta berkualitas yang tutup karena tidak dapat murid, sementara tidak sedikit pula sekolah negeri kebanjiran murid, tapi tak bermutu. Ada apa ini? Apakah dewasa ini semakin sedikit anak-anak yang lahir? Ada benarnya, tapi bukan itu masalah utamanya! Artinya bahwa sebagian masyarakat kita cenderung mencari sekolah yang murah. Kecendrungan itu bukan karena tidak mau bayar, tetapi karena tidak mampu bayar. Tidak mau dan tidak mampu adalah dua hal yang mewakili kenyataan yang berbeda.

Merasa kebanjiran murid, membuat orang-orang yang terlibat secara praksis di sekolah negeri ada yang tergoda. Tak boleh memungut SPP, tidak berarti tak boleh memungut dana. Hukum “tengkulak” dijalankan. Karena permintaan tinggi, syarat masuk sekolah negeri dipersulit, dengan demikian mereka bisa bermain harga. Berbagai aturan dibuat dan praktek penyimpangan terjadi. Kursi sekolah diperjualbelikan. Berbagai pungutan “siluman” di sekolah negeri dan kewajiban membeli buku paket setiap semester membuat sekolah negeri dalam kenyataannya yang hampir tak terlihat, tidak lebih murah dari sekolah swasta. Sayangnya “mahalnya” sekolah negeri ini tidak selalu diimbangi dengan bagusnya kualitas sekolah itu. Karena virus mental dan praktek korup juga mulai menjangkiti beberapa praktisi pendidikan. Kita lawan lupa! Dinas Pendidikan (pernah) tergolong dalam kategori lembaga terkorup di negara kita! Kalau begitu kenyataannya, kapan pemerintah kita memberikan perhatian yang sungguh terhadap pendidikan bagi kaum miskin desa? Untuk kasus pedalaman Kalbar saat ini, berharap pada pendidikan yang ditangani oleh negara, untuk saat ini, sama seperti berharap pada hujan di musim kemarau. Lalu siapa yang harus terlibat? RA Kartini tidak mengatakan bahwa MEREKA harus berbuat, tetapi AKU, KAMU, KITA!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun