Mohon tunggu...
Sylvia Tifani
Sylvia Tifani Mohon Tunggu... -

We're too young and immature to give up

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Seberapa Buruk Kah Pertelevisian Indonesia?

28 Februari 2016   21:07 Diperbarui: 28 Februari 2016   21:35 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era modern seperti sekarang ini, kebutuhan masyarakat akan hiburan sangatlah tinggi, apalagi meningkatnya tingkat kejenuhan masyarakat masa kini membuat hiburan menjadi hal yang sangat diperlukan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghibur diri, salah satunya dengan menonton televisi. Namun apakah tayangan yang ditampilkan tersebut pantas dan layak untuk dilihat?

Mari dievaluasi satu per satu, contohnya  acara musik pagi yang ditayangkan oleh beberapa televisi swasta. Bisa dilihat bahwa isi acara musik tersebut hanya berisi tingkah – tingkah konyol host-nya yang tidak mendidik serta celotehan para penonton "alay". Unsur musik yang ditampilkan mungkin hanya sekitar 25% dari acara keseluruhan.


Ada pula televisi yang menayangkan acara resepsi pernikahan bahkan persalinan selebriti Indonesia beserta sponsor - sponsornya yang notabene bukanlah suatu hiburan yang pantas bagi masyarakat.


Acara ajang pencarian bakat pun kini mengalami penurunan kualitas karena lebih mementingkan celotehan para juri yang tidak ada kaitannya dengan bakat peserta. Bisa kita bandingkan, artis “jebolan” ajang pencarian bakat yang dulu lebih berkualitas daripada yang sekarang.


Selain itu, sinetron yang ada menampilkan hal – hal yang tak patut dicontoh seperti iri, dengki, pergaulan remaja yang buruk, hal mistik, dan sebagainya. Bahkan isi cerita dengan judul sinetron sangat menyimpang dan tidak relevan. Hebatnya, untuk mendapatkan rating yang tinggi mereka mengandalkan wajah aktor dan aktris yang bisa dibilang tidak buruk, tak heran remaja masa kini bahkan anak kecil sangat menyukai sinetron seperti ini, sungguh ironi.
Program variety show dan program komedi juga hanya berisi celaan dan hal – hal lain yang tidak patut dicontoh, bahkan ketidakprofesional-an para host-nya (terlambat, ngambek di lokasi syuting) ditampilkan dalam acara tersebut. Di negara lain, hal seperti itu sangat dikritik habis – habisan oleh masyarakatnya.

[caption caption="sumber: brilio.net"][/caption]

Tulisan tersebut hanya sebagian dari banyaknya acara yang tidak mendidik. Tidak akan habis bila dibahas semuanya. Selain itu, penyensoran yang berlebihan oleh stasiun televisi demi memenuhi ”tanda lulus sensor” dari KPI / lembaga yang berwenang semakin memperburuk kondisi yang ada, bahkan acara bergengsi seperti Putri Indonesia dan tayangan animasi anak ikut terkena sensor. Tidak seharusnya penyensoran dilakukan secara berlebihan. Bila seperti itu, apa gunanya rating BO, P, R, D, SU, dan sebagainya.

Lagipula penyensoran tersebut tidak akan memberi efek yang sangat besar bagi penonton, contohnya penyensoran terhadap rokok belum tentu mengurangi angka perokok di Indonesia, penyensoran terhadap segala bentuk “belahan” belum tentu mengurangi minat masyarakat terhadap pornografi. Untuk mengubah masyarakat, yang diperlukan bukanlah penyensoran di televisi namun kesadaran dari tiap masyarakat sendiri. Jadi, mengapa stasiun televisi dan KPI membuang – buang waktu untuk melakukan penyensoran yang kurang berguna?

Bisa dilihat kan, seberapa buruknya pertelevisian di Indonesia masa kini. Namun setidaknya masih ada tayangan yang berkualitas yang layak untuk ditonton walaupun hanya sebagian kecil. Sebagai penonton yang merindukan tayangan televisi yang berkualitas, salah satu cara untuk mewujudkannya yaitu dengan berhenti menonton tayangan buruk dan mulai mendukung acara pertelevisian yang postif.

[caption caption="sumber: brilio.net"]

[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun