Mohon tunggu...
Silivester Kiik
Silivester Kiik Mohon Tunggu... Guru - Founder Sahabat Pena Likurai

Hidup hanya sepenggal cerita tentang perjuangan, sekelumit jejak-jejak kaki di bumi, aku, kamu, dan mimpi kita.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Merindu Mendung di Batas Kota

2 April 2019   19:16 Diperbarui: 2 April 2019   19:45 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rona sang terik perlahan musnah,

menorehkan catatan perih yang menggelisahkan benak.

Kumpulan awan tebal semakin leluasa beraksi,

menebar manjanya pada gerimis untuk bercerita tentang hari ini.

Para pejuang kehidupan bergegas menuju titik kedamaian,

dengan untaian doa pada mendung untuk menyudahinya dengan hujan.

Sebab bekal pengganti tahun telah menguning,

demi tawa di waktu yang akan datang.

Pada ruang keharmonisan batas kota,

segala pinta berproses pada alam.

Menyuarakan senyuman yang ikhlas,

di balas dengan aksi yang menyebalkan relung.

Namun senja membawa gelisah ini pergi,

menceritakan pada kegelapan malam untuk bermimpi tentang hari esok.

Mungkin ada coretan indah,

atau kembali berteduh dengan tangis yang sama.

Berlari secepat mungkin pada khayalan kehampaan,

menanggalkan kemunafikan yang tumbuh subur pada pundak kekar.

Mereflekasikan dengan sadar dan terencana,

untuk tidak mati bagaikan karang-karang tajam itu.

.....

Atambua, 1 April 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun