Indonesia masa kini merupakan Indonesia yang mewujud ke dalam kesatuan bangsa Indonesia yang merdeka dan membentuk Negara Republik Indonesia dengan berbagai keberagaman bahasa. Bahasa daerah (bahasa ibu) mempunyai peranan yang khas dalam membentuk karakter bangsa. Keseluruhan bahasa daerah dari berbagai suku bangsa Indonesia mempunyai peranan yang berkelanjutan dari masa lalu, dan di sisi lain mempunyai peranan baru sebagai sumber khazanah dan sumber gagasan (konsep) untuk memperkaya bahasa kesatuan nasional yaitu bahasa Indonesia.
Aktualisasi fungsi tersebut sudah tentu memerlukan berbagai sarana, baik berupa struktur-struktur dalam tata masyarakat yang memungkinkan dijalankan, maupun berupa program-program yang memberikan arah dan mutu bagi aktualisasi fungsi itu. Keberadaan lembaga-lembaga pembina, baik yang dikelola oleh Pemerintah maupun oleh kalangan Swasta, seperti yang bergerak di bidang pendidikan, pengkajian, maupun pelestarian adat-istiadat, merupakan sarana struktural yang diperlukan untuk aktualisasi fungsi bahasa daerah, sedangkan program-program pada bidang-bidang yang sama diperlukan untuk menciptakan kegiatan-kegiatan yang tepat sasaran dan mengarah ke mutu hasil kerja yang tinggi.
Program pengkajian misalnya; perlu secara sistematis di arahkan kepada pengadaan data dasar untuk pengetahuan bahasa-bahasa daerah (daftar kata, kamus dua arah, fonologi, morfologi, sintaksis, contoh-contoh teks, dan lain sebagainya) dan kepada pemahaman yang lebih mendalam mengenai bahasa tersebut, misalnya berkenaan dengan simbol dan gaya bahasa, serta masalah-masalah kebahasaan yang terkait dengan struktur dan hubungan-hubungan sosial. Program pendidikan perlu memberikan kedudukan yang jelas dari pengajaran bahasa daerah, baik di sekolah-sekolah umum maupun sekolah-sekolah secara khusus, serta baik sebagai bahasa ibu maupun sebagai bahasa kedua. Adapun program pelestarian adat-istiadat yang terkait dengan bahasa daerah sangat tergantung pada eksistensi bahasa daerah masing-masing wilayah.
Eksistensi Bahasa Daerah
Dapat dikatakan bahwa suatu bahasa daerah akan tetap hidup selama ada fungsi-fungsi yang dilayaninya di dalam masyarakat yang bersangkutan. Diantara fungsinya yang paling dasar adalah sebagai sarana komunikasi. Dalam hal ini perlu disimak fungsi komunikasi dalam dua arena yang berbeda, yaitu arena domestik dan arena publik. Secara umum dapat diamati bahwa dalam arena domestik bahasa daerah kurang lebih mantap penggunaannya jika keluarga yang bersangkutan seluruhnya berasal dari suku bangsa yang sama, dan keluarga tersebut tinggal di suatu derah yang sebagian terbesar penduduknya berasal dari suku bangsa yang sama pula. Dalam komunitas seperti itu, biasanya bahasa daerah banyak pula yang digunakan dalam arena publik, baik dalam urusan sehari-hari maupun dalam konteks upacara resmi.
Fungsi ceremonial dari bahasa daerah ternyata merupakan faktor penting pula untuk memperkuat eksistensi bahasa tersebut. Ketetapan untuk menggunakan bahasa daerah dalam upacara-upacara adat tertentu, lebih terutama terkait dengan daur hidup, membuat khalayak yang tetap agar dapat mendengar pengunaan bahasa tersebut dari waktu ke waktu. Masalahnya disini adalah bagaimana membuat tingkat pemahamannya dari generasi ke generasi agar tidak merosot.
Landasan eksistensi bahasa daerah yang lebih kokoh lagi dapat diharapkan muncul dari fungsinya sebagai sarana ekspresi seni. Bidang seni yang paling menentukan adalah sastra, yang substansinya adalah bahasa. Namun, bisa saja terjadi bahwa eksistensi sastra daerah itu sendiri sebenarnya di ditopang oleh minat orang yang lebih besar kepada seni musik dan seni teater dalam arti luas. Musik memberikan peluang kepada sastra yang dinyanyikan, sedangkan teater memberikan peluang kepada sastra yang dimainkan. Pesona pentas dan musik itulah yang seringkali membawa kepada kebutuhan untuk memahami sastra secara lebih mendalam dan penuh makna daripada hanya sepintas lalu.
Batas-Batas Budaya yang Bergerak
Budaya (termasuk di dalam bahasa) adalah milik masyarakat. Dari masa ke masa kita melihat orang-orang berpindah tempat, baik sebagai fungsi dari proses “menjadikan Indonesia” maupun sebagai akibat dari perubahan-perubahan terencana yang diprogramkan oleh negara. Dalam proses meng-Indonesia itu terdapat kenyatan masa kini bahwa orang melihat Indonesia sebagai suatu keseluruhan sumber belajar, serta juga sebagai keseluruhan daerah pelayanan. Oleh karena itu, orang-orang Indonesia yang belajar ataupun bekerja pada Pemerintah ataupun Swasta, dapat berpindah-pindah tempat, melintasi perbatasan daerah asal kesukuannya.
Perubahan terencana yang diprogramkan oleh Negara dapat disebutkan seperti transmigrasi, urbanisasi, dan lain sebagainya yang semuanya itu mempermudah orang bepergian dari satu tempat ke tempat lain, khususnya di dalam negeri sendiri. Hal ini akan menambahkan pergaulan antar suku bangsa yang semakin mesra dan semakin tinggi frekuensinya dan akan berdampak pada perkawinan antar suku bangsa yang sudah tidak dirasakan lagi sebagai sesuatu yang asing atau perlu dijadikan sumber gunjingan. Ada kesan bahwa keluarga yang terjadi dari perkawinan campuran cenderung memilih bahasa Indonesia untuk komunikasi domestik, dorongan untuk penggunaan salah satu bahasa daerah hanya didapat jika komuniti setempat masih intensif menggunakan bahasa daerah tersebut.
Dinamika sosial dan mobilitas penduduk membuat batas-batas budaya selalu dapat bergeser. Sosok budaya itu sendiri, baik pada masing-masing kebudayaan suku bangsa maupun pada kebudayaan nasional Indonesia, senantiasa berubah mengikuti perkembangan sosial dan ekonomi. Namun, bagaimana perubahan itu biasanya ada sesuatu atau sejumlah ciri dominan yang selalu bertahan dan menjadi penanda kebudayaan bersangkutan, walaupun telah mengalami transformasi sebagai akibat dari pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan lain.
Perlunya Pengajaran Bahasa Daerah pada Lingkungan Sekolah
Pengajaran bahasa daerah sebagai bahasa ibu kini sudah amat mendesak untuk diupayakan secara sistematis pengajarannya sebagai bahasa kedua. Penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa dalam sistem persekolahan kita secara normatif telah ditetapkan untuk murid SD, SMP, SMA/SMK. Selanjunya, di dalam komuniti-komuniti yang kurang lebih homogen, bahasa daerah dapat diperdalam dengan memasukkannya sebagai mata pelajaran tersendiri, dan dimasukkan sebagai bagian dari “Muatan Lokal” yang dialokasikan di dalam kurikulum yang berlaku atau mendesain pembelajaran yang berbasis kearifan lokal. Namun pelaksanaan norma itu pun belum sepenuhnya memadai, khususnya dalam kemerataan mutunya antar daerah.
Adapun pengajaran bahasa daerah sebagai bahasa kedua, yang juga dapat dimasukkan sebagai bagian dari muatan lokal, amat diperlukan bagi komuniti-komuniti yang tidak terlalu homogen, seperti di daerah perkotaan, atau kawasan-kawasan dimana tinggal bersama penduduk dari berbagai asal kesukuan. Di sini, dengan penyediaan pengajaran bahasa daerah sebagai bahasa kedua, murid yang bukan penutur asli dapat belajar bahasa setempat dengan lebih nyaman, tanpa tekanan dari ketidakkenalan.
Langkah terpenting yang harus segera diambil adalah penetapan sasaran kajian yang lebih luas (dibandingkan dengan fakta terdapat lebih dari 300 bahasa daerah di Indonesia) dengan pengerahan daya keahlian yang lebih besar. Ini berarti tantangan bagi para ahli bahasa di lembaga mana pun ia berada. Dalam hal ini Pusat Bahasa harus mengambil peran sebagai koordinator dan pengarah program makronya. Setelah pengkajian menyusul tindakan yang amat penting untuk memungkinkan bahasa daerah diajarkan secara bertanggungjawab, yaitu penyusunan bahan ajar, buku pelajaran, dan lain sebagainya sekaligus ke dalam jenjang-jenjang kompetensi.
Penawaran mata pelajaran Bahasa Daerah sebagai bahasa kedua kiranya paling tepat untuk sekolah menengah dan perguruan tinggi. Mempelajari bahasa daerah di tempat asal bahasa yang bersangkutan dapat berarti menguasai sarana untuk dapat memahami budaya setempat secara lebih utuh sehingga dapat terjadi saling menghargai secara lebih mendalam. Pada tingkat kesiapan yang lebih lanjut dapat pula ditawarkan lebih dari satu bahasa daerah di sebuah sekolah, dan seorang murid dapat memilih atau mengambil semuanya.
Pengajaran bahasa daerah sebagai bahasa kedua dapat ditujukan pada murid-murid yang bukan penutur asli, ataupun murid-murid yang merupakan anak dari penutur asli, tetapi penguasaan bahasa daerahnya tidak lagi mantap. Pada tingkat kesiapan yang mana pun, pengajaran bahasa daerah sebagai bahasa kedua harus dilihat dalam fungsinya sebagai sarana integrasi bangsa, khususnya integrasi melalui saling menghargai dan saling mempelajari antar sesama. Pemerintah dalam hal ini dinas yang terkait perlu tersentuh untuk melakukan perubahan dengan menerapkan bahasa daerah sebagai mata pelajaran tersendiri, dan dimasukkan sebagai bagian dari “Muatan Lokal”. Jika perubahan tidak dicanangkan sekarang ini kapan lagi dan generasi penerus budaya daerah akan musnah tinggal kenangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H