Nama : Khofiz Syinta Ursila
NIM Â Â : 181330000273
Kelas  : 3 PGSD A2
Program Studi PGSD
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara (UNISNU)
Meningkatkan Karakter Peserta Didik Melalui Metode Role Playing
Pendidikan pada hakikatnya memiliki dua tujuan, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas serta pintar (smart), dan membantu mereka menjadi manusia yang baik (good). Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi mudah untuk membentuknya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik dan bijak akan jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit.
Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa masalah moral merupakan persoalan akut atau diibaratkan seperti penyakit kronis yang mengiringi kehidupan manusia kapan pun dan dimana pun. Kenyataan tentang semakin memburuknya masalah moralitas pada manusia inilah yang kemudian menempatkan pentingnya penyelenggaraan pendidikan karakter.
Krisis karakter atau moralitas ditandai dengan semakin meningkatnya kriminalitas atau tindak kejahatan. Hal ini bisa kita lihat dari maraknya tindak kekerasan, penyalahgunaan obat terlarang (narkoba), pornoaksi atau pornografi, pergaulan bebas serta gaya berbusana yang sudah tidak sesuai dengan budaya di negara ini. Adapun krisis moral lainnya yang paling memprihatinkan dan sudah sangat nyata ialah perilaku korup yang telah mendarah daging kegiatannya di tengah-tengah masyarakat. Menurunnya moralitas atau karakter pada diri seseorang ini dikarenakan proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti hanya sebatas tekstual semata dan kurang mempersiapkan peserta didik untuk menyiapkan kehidupan yang kontradiktif tersebut (Zubaedi, 2011).
Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan warga negara Indonesia pada saat ini, terutama di kalangan peserta didik, menuntut sekolah untuk memainkan peran dan tanggung jawabnya agar menanamkan serta mengembangkan nilai-nilai karakter yang baik dalam menjalanakan kehidupan  dan membantu para peserta didik untuk membentuk dan membangun karakter mereka dengan baik. Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai tertentu, seperti rasa hormat, tanggung jawab, jujur, peduli, dan adil. Serta membantu peserta didik untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka sendiri.
Setiap peserta didik memiliki karakter atau watak yang berbeda. Sebagai seorang pendidik, kita harus mampu mendiagnosis, menganalisis, membentuk, serta mengembangkan karakter dalam diri peserta didik sejak usia dini. Sebelum kita membahas lebih jauh lagi karakter dari peserta didik, alangkah baiknya jika kita mengetahui juga memahami pengertian dari karakter terlebih dahulu.
Karakter atau character berasal dari bahasa Yunani "charassein" yang berarti melukis, menggambar, atau membuat taja, seperti orang yang melukis kertas, memahat baju atau metal. Mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi dari karakter merupakan tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Lebih jelasnya, karakter merupakan sifat yang nyata dan berbeda yang terlihat dan dimiliki oleh seseorang. Karakter ini dapat dilihat dari berbagai macam atribut yang ada dalam tingkah laku seseorang.
Secara umum, karakter manusia dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu :
1. Sanguinis
Seseorang yang memiliki jenis karakter seperti ini pada umumnya sangat mudah untuk bergaul dengan banyak orang atau mereka biasa disebut dengan orang yang ekstrovert. Selain itu orang yang memiliki karakter sanguinis biasanya adalah seseorang yang memiliki kepribadian yang menarik ataupun unik, seperti suka berbicara, memiliki rasa humor yang tinggi, ramah pada setiap orang, mudah dekat dengan orang-orang yang baru dikenal. Si sanguinis ini juga merupakakn seseorang yang ekspresif, antusias, periang, dan memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi.
Namun, seseorang yang memilki karakter sanguinis ini juga memiliki kekurangan yang di antaranya adalah suka mementingkan dirinya sendiri, tidak suka mendapatkan kritik dari orang lain, dan sering lupa.
2. Melankolis
Seseorang yang memilki jenis karakter melankolis biasanyan adalah orang yang tidak suka bergaul dengan orang lain atau bisa disebut juga dengan orang yang introvert. Pemikir, memiliki sifat pesimis, dan mudah hilang rasa percaya dirinya. Pada umumnya mereka merupakan seseorang yang suka berpikir secara mendalam, serius, tekun, suka berkorban, dan cenderung idealis.
Meskipun mereka tergolong introvert, tetapi mereka memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi serta suka membantu menemukan jalan keluar dari permasalahan seseorang.
3. Koleris
Seseorang yang memiliki karakter ini biasanya sangat cocok untuk dijadikan sebagai seorang leader atau pemimpin. Mereka mampu untuk mengatur seseorang dengan baik, mampu diajak untuk bekerjasama, sangat suka berpetualang, senang dengan tantangan, selalu mencoba hal-hal yang baru, mampu menempatkan posisi atau fleksibel, tegas dalam mengambil keputusan, serta tidak mudah untuk menyerah.
Namun, dari segala kelebihan si koleris ini, seseorang yang berkarakter koleris biasanya sering menciptakan kontroversi atau perdebatan dari beberapa orang karena mereka senang memerintah, kadang terlalu kaku, dan sering membuat keputusan yang tergesa-gesa juga kadang secara sepihak tanpa pertimbangan dari oarang-orang disekitarnya.
4. Plegmatis
Seseorang yang memiliki karakter plegmatis ini mungkin dapat disebut orang yang cuek atau tidak terlalu peduli dengan kedaan sekitar terutama yang tidak memberikan keuntungan banyak bagi si plegmatis ini, ia juga memiliki sifat yang santai pada keadaan dan situasi apapun. Karakter plegmatis ini lebih mudah untuk berdamai dengan kehidupan bahkan di saat mereka menghadapi permasalahan yang sulit sekalipun. Plegmatis ini bisa dikatakan sebagai kebalikan dari karakter melankolis karena karakter plegmatis lebih tidak bisa memendam dendam dan rasa kecewa yang terlalu lama. Sikap persahabatan dan cinta damai yang dimiliki oleh seorang plegmatis malah akan membuat dia sering dimanfaatkan oleh orang lain. Bahkan seorang plegmatis tidak memiliki tujuan hidup yang pasti karena mereka hidup seperti air yang mengalir.
Dalam diri peserta didik yang sejak lahir hingga usia sekolah dasar, kemampuan nalarnya belum tumbuh dengan baik, sehingga pemikiran bawah sadar mereka masih dapat menerima seluruh informasi dan stimulus tanpa adanya pemilihan mulai dari orang tua dan lingkungan. Hal ini merupakan pondasi utama dalam pembentukan karakter peserta didik yang kemudian selanjutnya pembentukan karakter ini akan dipengaruhi dari lingkungan sekitar ataupun dari beberapa objek media seperti televisi, buku, internet, serta media atau sumber lainnya yang dapat menambah pengetahuan serta kemampuan dalam menganalisa objek luar. Dari sinilah peran pikiran bawah sadar akan menjadi semakin dominan dan penyaringan informasi melalui panca indera akan mudah diterima pikiran bawah sadar.
Dengan semakin banyak informasi yang diterima peserta didik maka semakin tinggi kepercayaan dan pola pikir, sehingga akan membangun kebiasaan dan karakter yang berbeda dari masing-masing peserta didik. Hal ini akan membuat setiap peserta didik memiliki sistem kepercayaan (belief system), citra diri (self image), serta kebiasaan yang unik (habit). Apabila sistem kepercayaan benar dan selaras maka peserta didik akan memiliki karakter yang baik dan begitu juga sebaliknya, jika sistem kepercayaan tidak selaras maka peserta didik tersebut akan memiliki karakter yang kurang baik.
Kesuma, Triatna, dan Permana (2013) melihat bahwa pendidikan karakter merupakan pengembangan kemampuan pada peserta didik untuk berperilaku baik yang ditandai dengan perbaikan kemampuan yang akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang berketuhanan atau tunduk patuh pada konsep ketuhanan, dan mengemban amanah sebagai pemimpin di dunia.
Upaya dalam pembentukan dan pengembangan karakter pada peserta didik bisa dilakukan dengan beberapa hal, misalnya dalam pemilihan metode yang akan diterapkan guru pada peserta didik dalam kegiatan pendidikan karakter. Dari beberapa permasalahan moralitas atau karakter yang sebelumnya telah dibahas, Â perlunya suatu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan karakter disiplin diri, jujur, kreativitas, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain di lingkungan sekolah maupun luar sekolah.Â
Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode role playing atau sosiodrama. Hasil dari penggunaan metode role playing dalam upaya peningkatan karakter ini, peserta didik akan mampu memahami serta mengimplementasikan sifat disiplin diri, jujur, kreatif, dan komunikatif.
Disiplin diri memrupakan kemampuan seseorang untuk melakukan suatu hal secara tetap dan berkelanjutan sesuai dengan apa yang telah direncanakan atau dianggap baik tanpa bergantung pada keadaan emosional. Disiplin diri pada seseorang dapat diimplementasikan melalui loyalitas, dedikasi, dan integritas.
Sedangkan untuk kreatif yang merupakan kemampuan dalam diri seseorang untuk menghasilkan atau menciptakan sebuah komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal penciptanya. Ciri-ciri seseorang yang memiliki kreativitas adalah seseorang yang memiliki jiwa imajinasi yang tinggi, mempunyai prakarsa, mempunyai minat yang begitu luas dibandingkan orang lainnya, mandiri dalam berpikir, memiliki keingin tahuan yang besar, sangat senang berpetualang dan mencari hal-hal baru, penuh semangat dan percaya diri yang tinggi, siap mengambil resiko serta teguh dalam pendiriannya.
Role Playing atau bisa disebut juga dengan sosiodrama merupakan kegiatan penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan pengkhayatan peserta didik. Pengkhayatan ini dilakukan dengan cara berperan sebagai suatu tokoh yang hidup atau benda mati.
Menurut pandangan Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (1996), sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial atau bermain peran merupakan metode pembelajaran yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau pun kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang.
Tujuan yang diharapkan dari penggunaan metode role playing atau sosiodrama ini di antaranya adalah agar  peserta didik mampu menghayati dan menghargai perasaan orang lain disekitarnya dengan baik. Selain itu, peserta didik juga mampu untuk memahami bagaimana membagi tanggung jawab dari segi waktu maupun prioritas. Selanjutnya, peserta didik mampu mengimplementasikan bagaimana cara mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara cepat dan tepat, yang mana juga akan menghasilkan sikap mampu merangsang pemikiran peserta didik untuk memecahkan masalah secara individu maupun berkelompok.
Tahapan-tahapan dalam pelaksanaan role playing atau sosiodrama diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Persiapan role playing
Persiapan sangat penting sekali untuk dilakukan sebelum melaksnakan tahap selanjutnya. Hal ini dilkakukan karena dapat memberikan kelancaran dalam pelaksanaan sosiodrama atau role playing yang akan dilakukan oleh peserta didik. Adapun langkah-langkah persiapan yang dapat dilakukan adalah :
a. Pendidik atau guru menetapkan terlebih dahulu menentukan masalah sosial yang mudah diserap oleh peserta didik usia sekolah dasar dan menarik perhatian mereka untuk dibahas.
b. Pendidik mulai menyusun serta menyiapkan teks yang berisi skenario dari tema sosiodrama yang akan dilaksnakan. Selain itu, skenario sosiodrama juga bisa dibuat oleh para peserta didik dengan cara berkelompok.
c. Pendidik memilih salah satu peserta didik untuk mempelajari skenario sebelum kegiatan belajar-mengajar dilakukan, tentunya dengan bantuan si pendidik.
d. Pendidik membentuk beberapa kelompok yang menyesuaikan jumlah peserta didik dan jumlah waktu yang akan digunakan untuk role playing atau sosiodrama. Disarankan pendidik membuat kelompok dengan jumlah keseluruhan yang sedikit dan jumlah anggota dalam satu kelompok seimbang.
2. Pelaksanaan role playing atau sosiodrama
a. Sebelum melaksanakan metode sosiodrama, pendidik menjelaskan terlebih dahulu hal-hal yang ingin dicapai dalam sosiodrama kali ini serta syarat yang harus dilakukan peserta didik dalam menampilkan skenario yang sebelumnya telah dibuat.
b. Pendidik atau guru memanggil para peserta didik yang berada dalam suatu kelompok untuk mempraktekkan sesuai skenario yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
c. Sedangkan untuk kelompok peserta didik yang belum mendapat giliran untuk praktek diperintahkan untuk tetap duduk dan memperhatikan serta mengamati skenario yang sedan diperagakan oleh temannya dari kelompok lain.
d. Setelah semua kelompok maju untuk praktek sosiodrama, para peserta didik diberikan lembaran kertas sebagai lembar kerja untuk membahas tema dalam skenario yang sudah dipentaskan sebelumnya.
e. Setiap kelompok menyampaikan hasil kesimpulan dari sosiodrama yang telah dipentaskan sesuai tema kelompok masing-masing dan guru menjelaskan kesimpulan secara umum. Setelah itu guru dan peserta didik mengadakan evaluasi dari kegiatan role playing atau sosiodrama pada saat itu juga.
3. Penutup role playing
Kegiatan akhir dari role playing atau sosiodrama ini dilakukan dengan berdikusi antara guru dengan para peserta didik untuk memecahkan masalah atau persoalan yang ada pada skenario sosiodrama sebelumnya.
Simpulan
Secara garis besar, penggunaan metode role playing atau sosiodrama ini dapat meningkatkan nilai karakter pada diri seorang peserta didik. Berbagai aspek dalam perbaikan karakter peserta didik akan tercapai serta meningkat perkembangannya secara baik. Hal ini akan menunjukkan bahwa penerapan pendidikan karakter itu juga penting selain kegiatan pendidikan untuk meningkatkan pengatahuan peserta didik. Selain itu, pendidikan karakter yang menggunakan metode role playing ini diharapkan dapat diterapkan oleh sekolah secara massal agar mampu menghasilkan peserta didik dengan lulusan yang berkarakter sesuai nilai-nilai yang ada.
Daftar Pustaka
Machin, A. 2014. Implementasi Pendekatan Saintifik, Penanaman Karakter dan Konservasi pada Pembelajaran Materi pertumbuhan. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. Vol. 03 No. 01 (Hal. 28-35).
Baroroh, Kiromim. 2011. Upay Meningkatkan Nilai-Nilai Karakter Peserta Didik Melalui Penerapan Metode Role Playing. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. Vol. 08 No. 02 (Hlm. 149-154).
Sudrajat, Ajat. 2011. Mengapa Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Karakter. Vol. 01 No. 01 (Hlm. 48-51).
Ramdhani, Muhammad Ali. 2014. Lingkungan Pendidikan dalam Implementasi Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Universitas Garut. Vol. 08 No. 01 (Hlm. 28-37).
Khusniati, Muhammad. 2012. Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran IPA. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. Vol. 01 No. 02 (Hlm. 204-210).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H