Mohon tunggu...
Money

Praktik Audit Syariah di Perbankan Syariah Indonesia dan Malaysia

31 Oktober 2016   17:00 Diperbarui: 31 Oktober 2016   17:57 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, timbul sebuah pertanyaan, apakah audit syariah yang dijadikan sebagai alat ukur pemeriksaan laporan keuangan dan shariah complience di Islamic Financial Institution (IFI) benar-benar dapat mengukur hal tersebut? Karena apabila audit syariah yang diterapkan tidak mampu mengukur laporan keuangan dan shariah complience suatu Islamic Financial Institution (IFI) secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa audit syariah tersebut tidak memberikan hasil yang berarti. Dengan kata lain, tujuan yang diharapkan dari diterapkannya audit syariah tidak tercapai.

Nur Laili Abd Ghani dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2015) dalam penelitiannya yang berjudul An Analysis of Shari’ah Audit Practices in Islamic Banks in Malaysia,menggunakan indikator variabel yang terdapat dalam Exposure Draft Kerangka Audit Syariah Internal yang diterbitkan oleh International Shari’ah Research Academy (ISRA) untuk mengukur sejauh mana praktik audit syariah diterapkan di 16 Bank Syariah di Malaysia (10 Bank Syariah lokal dan 6 Bank Syariah asing). Indikator variabel yang digunakan tersebut terdiri dari ruang lingkup audit (audit scope), tujuan audit (audit objectives), audit dan tata kelola (audit and governance), piagam audit (audit charter), kompetensi auditor (competency of auditors), proses audit (audit process), dan persyaratan pelaporan (reporting requirements).

Hasil penelitian Nur Laili Ab Ghani dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2015) menunjukkan bahwa dari 97 responden (9 Kepala Audit Syariah, 32 Auditor Syariah Internal, 38 Eksekutif Syariah dan 18 Anggota komite syariah), 38,1% diantaranya sepakat bahwa dalam penerapan audit syariah mereka masih sangat bergantung kepada kerangka audit konvensional dengan beberapa penyesuaian. Selain itu, 40,2% diantaranya sepakat bahwa mereka telah memiliki kerangka audit dari perspektif islam sendiri. Selanjutnya, 68% dari responden sepakat bahwa audit syariah internal perlu dilakukan sepanjang tahun periode akuntansi. Jadi, audit syariah internal ini tidak hanya dilakukan pada saat-saat tertentu saja.

Akan tetapi jika kita fokus terhadap hasil penelitian Nur Laili Ab Ghani dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2015) tentang praktik audit syariah di Malaysia dimana menjadikan kepala audit syariah sebagai respondennya, menunjukkan bahwa hanya 55,5% yang menjadikan audit laporan keuangan sebagai bagian dari audit perbankan syariah. Selain itu, hanya 44,4% yang sepakat bahwa kebijakan SDM perlu diperiksa oleh komite syariah, dan hanya 55,5% yang sepakat bahwa sistem informasi akuntansi menjadi bagian dari lingkup audit syariah pada perbankan syariah. Tidak hanya itu, penelitian Nur Laili Ab Ghani dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2015) juga menunjukkan bahwa hanya 77,8% yang sepakat bahwa setiap perbankan syariah perlu untuk memiliki audit charter dan hanya 66,7% yang telah menyertakan dasar auditing syariah internal sebagai bagian dari audit charter tersebut.

Selain itu, hasil dari penelitian Nur Laili Ab Ghani dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2015) terkait scope of audit, audit objectives, audit & governance, audit charter, competency of auditors, audit process and reporting requirementsdimana menjadikan internal shariah auditor, shariah executives and shariah committe members sebagai responden, menunjukkan bahwa responden terkait fungsi audit syariah setuju bahwa perbankan syariah di Malaysia telah memiliki fungsi audit syariah yang sesuai dengan perbankan syariah mereka masing-masing.

Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian Nur Laili Ab Ghani dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2015) menunjukkan bahwa, Sebagian besar bank syariah di Malaysia telah memiliki tujuan audit, struktur tata kelola, persyaratan kompetensi auditor, proses audit, dan persyaratan pelaporan sebagai bagian dari praktik audit syariah yang sesuai dengan Islamic Financial Institution (IFI) mereka. Akan tetapi, beberapa bank syariah belum menentukan lingkup audit dan piagam audit yang sesuai dengan Islamic Financial Institution (IFI) mereka. Dengan kata lain, praktik audit syariah di Islamic Financial Institution (IFI) di Malaysia sudah cukup baik dan menunjukkan perkembangan positif dalam meningkatkan integritas dan akuntabilitas Islamic Financial Institution (IFI) di Malaysia. (Rahman & Ghani, 2015)

Sedangkan Qonita Mardiyah dan Sepky Mardian (2015) menggunakan indikator variabel kerangka kerja audit syariah, ruang lingkup audit syariah, independensi auditor syariah dan kualifikasi auditor syariah dalam mengukur kesesuaian praktik audit syariah di Islamic Financial Institution (IFI) di Indonesia. Qonita Mardiyah dan Sepky Mardian (2015) dalam penelitiannya menggunakan 60 responden yang terdiri dari 30 mahasiswa/i akuntansi dan/ auditing syariah, 19 DPS/Internal auditor dan 11 Eksternal Auditor.

Hasil dari penelitian Qonita Mardiyah dan Sepky Mardian (2015) menunjukkan bahwa 45% dari responden sepakat bahwa kerangka kerja audit yang terdapat pada Islamic Financial Institution (IFI) saat ini telah sesuai dengan aturan dan prinsip syariah serta telah mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan dalam pelaksanaan audit syariah. Selain itu, 37% dari responden sepakat bahwa Indonesia telah memiliki kerangka kerja audit khusus bagi auditor syariah dalam melaksanakan audit syariah di perbankan syariah Indonesia.

Terkait lingkup audit syariah di Indonesia, 46,7% responden sepakat bahwa audit syariah yang telah diterapkan saat ini telah mencakup seluruh aspek yang memiliki risiko shariah complience. 48,3% responden juga sepakat bahwa lingkup audit syariah yang diberlakukan telah meliputi aspek-aspek diluar laporan keuangan seperti aspek operasional, struktur organisasi dan personil mangement serta sistem teknologi dan informasi dari Islamic Financial Institution (IFI) itu sendiri. 56,7% responden juga sepakat bahwa pemeriksaan kesyariahan produk telah menjadi bagian dari lingkup audit syariah. Akan tetapi, 46,7% responden masih bersifat netral terhadap kebijakan islamic social reportdan atau CSR menjadi bagian dari lingkup audit syariah.

Terkait kualifikasi auditor syariah, 51,7% responden sepakat bahwa auditor syariah harus memiliki sertifikasi keahlian audit syariah. Dan 50% dari responden menilai bahwa auditor syariah saat ini masih mempertahankan sifat independensinya dalam melaksanakan praktik audit syariah di organisasi atau lembaga tempat mereka bekerja. Dengan kata lain, diperoleh hasil bahwa praktik audit pada Islamic Financial Institution (IFI) di Indonesia saat ini telah berjalan cukup sesuai (Mardian & Mardiyah, 2015).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan dan shariah complience di Islamic Financial Institution (IFI) hanya akan dapat terukur dengan baik apabila auditor syariah (baik auditor syariah internal maupun auditor syariah eksternal) memahami dan mampu menerapkan praktik audit syariah yang sesuai untuk mengukur sejauh mana nilai, prinsip, dan hukum syariah yang berlaku diterapkan oleh Islamic Financial Institution (IFI) serta tersedianya kerangka kerja dan standar baku pelaksanaan audit syariah. Karena melalui praktik audit syariah ini, Islamic Financial Institution (IFI) dapat meyakinkan stakeholder bahwa Islamic Financial Institution (IFI) yang berhubungan dengan mereka telah beroperasi sesuai dengan nilai, prinsip dan hukum syariah. Dengan kata lain, baik lendersaver maupun borrowerspender akan merasa aman membangun kerjasama dengan Islamic Financial Institution (IFI) tersebut.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun