Mohon tunggu...
Syifa Zahrani
Syifa Zahrani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum UPN "Veteran" Jakarta

Memiliki minat dalam mengkaji dan menulis opini hukum dengan kritis dan selalu termotivasi untuk mencoba hal baru dalam akademik maupun non akademik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mempelajari Konsep Khulu' dalam Hukum Islam

14 Mei 2024   20:46 Diperbarui: 14 Mei 2024   21:06 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkwinan menjelaskan bahwa "Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Perkawinan merupakan perbuatan hukum yang dalam hal ini Negara berwenang untuk turut mencampuri masalah perkawinan dengan membentuk dan melaksanakan peraturan perundang-undangan tentang perkawinan tersebut. Dalam pandangan Islam, perkawinan dilakukan untuk memenuhi ibadah kepada Allah SWT. Adanya perkawinan diharapkan dapat membentuk keluarga yang harmonis, sejahtera, dan bahagia. Namun, dalam membentuk dan mempertahankan keluarga yang harmonis bukanlah hal yang mudah. Banyak masalah yang timbul sehingga menyebabkan terjadi hal paling buruknya yaitu perceraian.

Perceraian merupakan salah satu bagian dari perkawinan, sebab tidak ada perceraian tanpa adanya perkawinan terlebih dahulu. Perceraian adalah penghapusan hubungan perkawinan antara suami istri. Menurut KBBI, perceraian merupakan putusnya hubungan sebagai suami istri atau lepasnya ikatan perkawinan. Sedangkan dalam agama Islam, perceraian dikenal dengan dua istilah, yaitu talak dan khulu'.

Pengertian Khulu'

Secara etimologis, khulu' berasal dari bahasa Arab yang berarti melepaskan dan menghilangkan. Menurut istilah, khulu' adalah sebuah perceraian yang dilakukan atas permintaan istri dengan memberikan tebusan (iwadh) kepada pemilik akad, yaitu suami. Dalam hal ini, yang dilakukan istri yaitu menebus sebagai ganti rugi karena ia ingin berpisah dengan suaminya. Secara sederhana, khulu' sering dipahami dengan berakhirnya hubungan perkawinan dengan kehendak istri.

Ulama fiqih memiliki pendapat masing-masing tentang pengertian khulu' sebagai berikut :

  • Menurut mazhab Hanafi, khulu' ialah penghilangan kepemilikan ikatan pernikahan yang bergantung kepada penerimaan istri dengan lafadz khulu' dan kalimat lain yang memiliki makna yang sama. 
  • Menurut mazhab Maliki, khulu' adalah talak dengan iwadh, baik talak ini berasal dari istri maupun dari orang lain yang selain istri yang terdiri dari wali ataupun orang lain atau talak yang diucapkan dengan lafadz khulu'. Pengertian ini menimbulkan dua arti yakni pertama khulu yang terjadi berdasarkan iwadh harta dan kedua talak yang terjadi karena lafadz khulu' meskipun tanpa iwadh.
  • Menurut mazhab Syafi'i, khulu' ialah perpisahan antara suami istri dengan iwadh dengan lafal talak atau khulu'.
  • Menurut mazhab Hambali, khulu' ialah perpisahan suami dengan istrinya dengan iwadh dan istri atau walinya dengan lafal khusus.

Khulu' adalah salah satu bentuk perceraian yang diizinkan dalam hukum islam sebagai upaya untuk mengatasi konflik dalam perkawinan. Khulu' memberikan hak kepada istri untuk meminta perceraian dengan memberikan tebusan kepada suami bisa berupa pengembalian mahar atau sesuatu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, yang mana tebusan tersebut selanjutnya disebut iwadh, bertujuan agar suami membebaskan (istri) dari ikatan perkawinan. Adapun khulu' hanya dapat terjadi jikalau dengan persetujuan dari pihak suami.

Dasar Hukum

Hukum khulu' menurut para jumhur ulama fiqih adalah mubah atau boleh. Dasar dari kebolehan hukum tersebut terdapat dalam Al-Qur'an dan dalam hadist Nabi, berlaku secara umum baik sebelum datangnya Nabi atau sesudahnya.

  • Al-Qur'an

Dasar hukum diperbolehkannya khulu' tersurat dalam QS. Al-Baqarah ayat 229 yang berbunyi sebagai berikut :

اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَأْخُذُوْا مِمَّآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْـًٔا اِلَّآ اَنْ يَّخَافَآ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِۗ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِۙ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيْمَا افْتَدَتْ بِهٖۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَعْتَدُوْهَاۚ وَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Artinya : Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan (rujuk) dengan cara yang patut atau melepaskan (menceraikan) dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu (mahar) yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan batas-batas ketentuan Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan batas-batas (ketentuan) Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah, janganlah kamu melanggarnya. Siapa yang melanggar batas-batas (ketentuan) Allah, mereka itulah orang-orang zalim.

  • Hadist Nabi

Dalil hadist yang menunjukan akan pensyariatan khulu' salah satunya adalah hadist dari Ibnu Abbas, yang berbunyi :


أَخْبَرَنَا أَزْهَرُبْنُ جَمِيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا حَالَّدٌ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسِاَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ أَتَتْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ أَمَا إِنِّى مَا أَعِيْبُ عَلَيْهِ فِي
خُلُقٍ وَلَادِيْنِ وَلَكِنِّى أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي الإِسْلامِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آتَرُدِّيْنَ عَلَيْهِ حَدِيْقَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِقْبَلْ الحَدِيْقَةَ وَطَلَّقْهَا تطليق

Artinya : Telah mengabarkan kepada kami, Azhar bin jamil berkata, telah bercerita 'Abdul Wahab berkata, telah bercerita kepada Khalid dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, bahwasannya istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi SAW dan berkata "Yaa Rasulullah SAW Tsabit bin Qais bukannya saya malu terhadapnya atas akhlaknya dan agamanya tetapi saya takut akan kekafiran dalam Islam" kemudian Rasulullah SAW berkata " apakah kamu ingin mengembalikan kepadanya kebunnya?" istri Tsabit berkata "ya" Rasulullah SAW berkata "terimalah kebun tersebut kemudian talaklah dia".

Berdasarkan dalil diatas, jika seorang wanita membenci suaminya karena akhlak, ketaatan agama, kesombongan, atau alasan lain dan khawatir tidak dapat menunaikan hak-hak Allah, maka diperbolehkan baginya mengkhulu' dengan cara memberikan ganti berupa tebusan untuk menebus dirinya dari suaminya. Namun, jika dalam rumah tangga tidak terjadi perselisihan dan sang istri meminta cerai, maka istri seperti itu tidak akan pernah mencium bau surga.

Alasan Khulu'

Khulu' hanya diperbolehkan apabila ada alasan yang benar seperti :

  • Suami cacat badan atau buruk akhlaknya
  • Kekerasan lahir dan batin oleh suami
  • Tidak memenuhi kewajiban terhadap istrinya
  • Kekhawatiran akan melanggar hak Allah

Istri juga diberi hak untuk mengajukan khulu' bila ada alasan yang tidak menyalahkan peraturan syariat dan mengajukan perceraian sesuai yang tertulis dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang alasan-alasan perceraian.

Akibat Hukumnya

Terdapat perbedaan pendapat tentang apakah khulu' dapat diikuti dengan talak atau tidak. Imam Malik berpendapat bahwa khulu' tidak bisa diikuti dengan talak kecuali jika pembicaraannya bersambung. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa khulu' dapat diikuti dengan talak segera atau tidak. Perbedaan ini karena sebagian ulama menganggap iddah sebagai hukum talak, sementara Imam Abu Hanifah menganggapnya sebagai hukum nikah, sehingga ia melarang menikahi perempuan yang saudara perempuannya masih dalam iddah talak bain.

Fuqaha yang berpendapat iddah termasuk hukum pernikahan berpendapat bahwa khulu' dapat diikuti talak. Sedangkan fuqaha yang sebaliknya, mengatakan tidak bisa. Abu Tsaur berpendapat jika khulu' tidak menggunakan kata talak, suami tidak bisa merujuk istrinya, namun jika menggunakan kata talak, suami bisa merujuk.

Fuqaha yang menganggap khulu' sebagai talak berpendapat bahwa fasakh menjadikan suami kuat dalam pemutusan ikatan perkawinan, yang tidak berasal dari kehendaknya, sementara khulu' berasal dari kehendak ikhtiar, sehingga khulu bukan fasakh.

Sumber :

http://repository.radenintan.ac.id/17374/2/PERPUS%20PUSAT%20BAB%201%20DAN%202.pdf

https://kumparan.com/berita-hari-ini/pengertian-khulu-dalam-ikatan-pernikahan-dan-hukumnya-dalam-islam-1wRFc4hN7Ae/1

http://digilib.uinkhas.ac.id/26551/1/ILFA%20ZAKIYAH_S20191043.pdf

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/4454/3/BAB%20II.pdf

https://www.liputan6.com/hot/read/5394340/pengertian-khulu-dan-alasan-yang-memperbolehkan-istri-minta-cerai-pahami-syarat-dan-rukun?page=5

https://quran.nu.or.id/al-baqarah/229

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun