Artinya : Telah mengabarkan kepada kami, Azhar bin jamil berkata, telah bercerita 'Abdul Wahab berkata, telah bercerita kepada Khalid dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, bahwasannya istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi SAW dan berkata "Yaa Rasulullah SAW Tsabit bin Qais bukannya saya malu terhadapnya atas akhlaknya dan agamanya tetapi saya takut akan kekafiran dalam Islam" kemudian Rasulullah SAW berkata " apakah kamu ingin mengembalikan kepadanya kebunnya?" istri Tsabit berkata "ya" Rasulullah SAW berkata "terimalah kebun tersebut kemudian talaklah dia".
Berdasarkan dalil diatas, jika seorang wanita membenci suaminya karena akhlak, ketaatan agama, kesombongan, atau alasan lain dan khawatir tidak dapat menunaikan hak-hak Allah, maka diperbolehkan baginya mengkhulu' dengan cara memberikan ganti berupa tebusan untuk menebus dirinya dari suaminya. Namun, jika dalam rumah tangga tidak terjadi perselisihan dan sang istri meminta cerai, maka istri seperti itu tidak akan pernah mencium bau surga.
Alasan Khulu'
Khulu' hanya diperbolehkan apabila ada alasan yang benar seperti :
- Suami cacat badan atau buruk akhlaknya
- Kekerasan lahir dan batin oleh suami
- Tidak memenuhi kewajiban terhadap istrinya
- Kekhawatiran akan melanggar hak Allah
Istri juga diberi hak untuk mengajukan khulu' bila ada alasan yang tidak menyalahkan peraturan syariat dan mengajukan perceraian sesuai yang tertulis dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang alasan-alasan perceraian.
Akibat Hukumnya
Terdapat perbedaan pendapat tentang apakah khulu' dapat diikuti dengan talak atau tidak. Imam Malik berpendapat bahwa khulu' tidak bisa diikuti dengan talak kecuali jika pembicaraannya bersambung. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa khulu' dapat diikuti dengan talak segera atau tidak. Perbedaan ini karena sebagian ulama menganggap iddah sebagai hukum talak, sementara Imam Abu Hanifah menganggapnya sebagai hukum nikah, sehingga ia melarang menikahi perempuan yang saudara perempuannya masih dalam iddah talak bain.
Fuqaha yang berpendapat iddah termasuk hukum pernikahan berpendapat bahwa khulu' dapat diikuti talak. Sedangkan fuqaha yang sebaliknya, mengatakan tidak bisa. Abu Tsaur berpendapat jika khulu' tidak menggunakan kata talak, suami tidak bisa merujuk istrinya, namun jika menggunakan kata talak, suami bisa merujuk.
Fuqaha yang menganggap khulu' sebagai talak berpendapat bahwa fasakh menjadikan suami kuat dalam pemutusan ikatan perkawinan, yang tidak berasal dari kehendaknya, sementara khulu' berasal dari kehendak ikhtiar, sehingga khulu bukan fasakh.
Sumber :
http://repository.radenintan.ac.id/17374/2/PERPUS%20PUSAT%20BAB%201%20DAN%202.pdf
http://digilib.uinkhas.ac.id/26551/1/ILFA%20ZAKIYAH_S20191043.pdf
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/4454/3/BAB%20II.pdf