Pajak (NPWP) sebagai identitas wajib pajak. Hal ini akan mempermudah para Wajib Pajak (WP) untuk dapat membayar pajak tanpa harus memiliki kartu NPWP. Sehingga integrasi system perpajakan dengan basis data kependudukan diharapkan bisa menyederhanakan administrasi perpajakan demi kepentingan nasional. Selain itu, hal ini dilakukan dengan harap masyarakat semakin patuh untuk membayar pajak
Pemerintahan Republik Indonesia berencana akan segera mengintegrasikan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok WajibRencana pemerintah untuk membuat NIK menjadi satu kartu dengan NPWP semakin dekat. Kabarnya, Direktorat Jendral Pajak (DJP) sudah bekerja sama dengan Direktorat Jendral Kependudukan dan juga dengan Cararan Sipil untuk segera mengintegrasikan data dari NIK dengan NPWP. Kerja sama ini rencananya akan segera dilaksanakan tepat pada tahun depan atau 2023.
Dengan pemberlakuan NIK menjadi NPWP bukan berarti seluruh masyarakat yang memiliki NIK menjadi Wajib Pajak (WP), jadi siapa saja kah yang sebenarnya akan dikenakan Wajib Pajak dengan integrasi ini?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan mengenai hal tersebut, beliau mengatakan bahwa tidak semua masyarakat yang memiliki NIK, dan sudah berumur 17 tahun otomatis akan dikenakan Wajib Pajak. Bendahara Menteri Keuangan ini menyebut, ketentutan untuk perpajakan tetap mengacu pada Undang Undang Pajak, yaitu UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam perundang undangan tersebut, setiap Individu Negara Indonesia tidak di ambil pajaknya jika penghasilan perbulannya tidak lebih dari Rp 4.5 Juta
Dengan demikian dapat disimpulkan untuk para Individu masyarakat Indonesia yang tidak mencapai pendapatan pertahun nya sebesar Rp 54 Juta dan juga untuk pelaku UMKM yang Omzet nya maksimal Rp. 500 Juta/tahun juga tidak akan dikenakan Wajib Pajak. Warga masyarakat yang tidak mencapai nominal tersebut maka akan tetap dikategorikan sebagai penduduk dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Lalu, bagaimana dengan orang yang memiliki pasangan dan bekerja kemudian jika penghasilan nya digabungkan maka akan menyentuh nominal 54 Juuta/Tahun.
Berikut adalah ketentuan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang di atur di dalam UU.
- Penghasilan sampai dengan Rp 60 Juta -- Rp 250 Juta kena tarif PPh final 5 persen.
- Penghasilan di atas Rp 60 Juta -- Rp 250 Juta kena tarif PPh final 15 persen.
- Penghasilan di atas Rp 250 Juta -- Rp 500 Juta kena tarif PPh final 25 persen.
- Penghasilan di atas Rp 500 Juta -- Rp 5 miliar kena tarif PPh final 30 persen.
- Pengasilan di atas Rp 5 miliar kena tarif PPh final 35 persen.
"rakyat masih diberikan asas keadilan. Kalau enggak punya income, enggak bayar pajak. Kalau punya income dibawah PTKP Rp 54 Juta, kalau punya istri, anak, ditambah dengan tunjangan kepada mereka plus tunjangan jabatan, anda tidak membayar pajak sampai pada level PTKP itu" jelas Bendahara Menteri Keuangan, Sri Mulyani
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia menjelaskan bahwa penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak bertujuan untuk memudahkan melakukan administrasi dalam pembayaran perpajakan. Integrasi nomor ini juga dilakukan untuk membantu para warga masyarakat Indonesia tidak perlu susah payah membuat kartu baru yaitu kartu NPWP dan meminimalisirkan keruwetan karena terkadang memiliki nomor pribadi yang berbeda beda.
"jadi NIK itu unik dan terus dipakai sejak lahir sampai meninggal. Tidak perlu setiap urusan nanti, KTP nomornya lain, paspor lain, pajak lain, bea cukai lain. Pusing lah jadi penduduk Indonesia itu" ujar beliau.
Saat ini dari 50 juta pemilik NPWP sudah lebih dari 80% NIK nya sudah ketemu atau sudah cocok. Tinggal sisa nya akan dilakukan cleansing kembali untuk menuju mendekati angka 100%. NIK ini akan dijadikan tulang punggungnya dari seluruh data kependudukan kepelayanan public untuk mencegah akan terjadinya NIK yang double atau adanya pemilik NPWP yang sudah meninggal, Dirjen Kependudukan dan pencacatan sipil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh memberikan penjelasannya mengenai hal tersebut.