Perang antara Rusia dan Ukraina telah menjadi pembicaraan panjang di media internet hingga saat ini. Konflik antara kedua Negara ini tetap memanas dan banyak mengambil perhatian para masyarakat global.
Perang di Ukraina ini, secara global di anggap sebagai "bencana" bagi dunia yang dapat menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi.
"perang di Ukraina terjadi pada saat yang buruk bagi dunia karena inflasi sudah naik" ujar presiden Bank Dunia, David Malpass.
Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menganggap bahwa perang antara Rusia-Ukraina ini dapat memberikan konflik ekonomi bagi indoensia. Setidaknya terdapat tiga jalur yang di anggap Josua dari dampak pengaruh perang Rusia-Ukraina.
Pertama, dapat dilihat dari jalur pasar keuangan. Konflik antara Rusia ke Ukraina yang telah menyebabkan peperangan ini mendorong kekhawatiran para investor global unutk mencari asset asset yang lebih aman atau safe haven assets, "kita lihat di sini sepertu USD, lalu juga komoditas emas dan juga obligasi pemerintah AS ini menjadi salah satu Hedging Assets dalam rangka memitigasi risiko yang bisa ditimbulkan sari konflik antara Ukraina dan Rusia tersebut" ucap Josua dalam Talks Podcast Series di Channel YouTube Bisniscom.
Sejauh ini pula, Josua juga melihat dampak kedua Negara memang relative terbatas. Jika melihat dari mata uang nilai rupiah, Indonesia saat ini masih dapat dibilang cukup stabil yaitu masih dalam kisaran Rp.14.300-14.400 per dolarnya.
Sedangkan dari sisi IHSG (indeks harga saham gabungan) sejauh ini juga masih cukup stabil meskipun memang akan terjadi koreksi karena kecenderungan dari para investasi global yang akan mencari asset asset yang lebih aman, dimana tentunya dapat memberikan koreksi. Sejauh ini pula secara tahun kalender dibangingkan akhir tahun lalu kinerja dari IHSG masih tercatat naik sekitar 290 poin per posisi pada tanggal 2 Maret, yang naik sekitar 4.4 persen.
Kedua, dampak perang Rusia-Ukraina terhadap jalur komoditas. Menjelaskan bahwa Rusia merupakan produsen minyak mentah dunia sehingga memberikan kekhawatiran kepada para pelaku pasar global dan memacu akan permintaan terhadap minyak mentah.
Saat ini, minyak mentah brent sudah naik, yaitu diatas 100 dolar per barel dan jika kita kaitkan dengan komoditas lainnya, harga komoditas lainnya juga akan meningkat, salah satunya ialah batubara.
"batubara juga meningkat sehingga tadi ada kekhawatiran berkurangnya suplai gas dari Rusia ke Negara Negara eropa, ini makanya permintaan terhadap batubara cenderung meningkat. Bahkan per tanggal 2 maret ini harga batubara sudah menembus 300 dollar per ton" ucapnya.
Ketiga, dampak terhadap jalur perdagangan. Meskipun Rusia dan Ukraina bukanlah mitra dagang utama dari Negara Indonesia. Ukraina merupakan eksportir gandum ke Indonesia, terdapat 23 persen dari total ekspor Ukraina ke Indonesia.
Sementara itu, Indonesia juga mangandalkan impor produk berupa pupuk, baja, dan besi dari Negara Rusia. Josua menjelaskan proprosi impor pupuk dari Rusia sendiri sekitar 15 persen dari total impor produk pupuk Indonesia. Tak hanya itu, Josua juga mengatakan hal ini bisa juga berdampak kepada kenaikan inflasi, pasalnya bila ada gangguan dari sisi pasokan atau dari sisi produksi, tentunya ini akan berdampak ke kenaikan haraga komoditas tersebut.
Tapi, tahukah anda kira kira apa saja dampak dari perang tersebut kepada Negara tanah air kita, Indonesia?
- Melambungnya harga gandum
Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhstria mengatakan, salah satu dampak dari perang Rusia-Ukraina terhadap Indonesia ialah kenaikan harga gandum.
Menurut beliau, dampak kenaikan harga gandum ini cepat atau lambat akan terkena ke para konsumen di Indonesia, mengingat bahan gandum merupakan bahan dasar dari produk mi instan atau terigu.
"kelangkaan gandum atau kenaikan harga karena konflik di Ukraina bisa meningkatkan harga produk turunan termasuk mi instan, tapi ini semua bergantung" ucap Bhima, yang dikutip dari kompas.com, sabtu (5/3/2002) siang.
"karena mi instan ini merupakan segmen masyarakt menengah ke bawah, yang artinya dalam situasi saat ini banyak yang belum siap menerima kenaikan harga" lanjutnya.
- Fluktuasi nilai tukar
Bagi BUMN karya yang memiliki debt to equity rasio atau beban hutangnya juga besar harus berwaspada. Yakni, krisis di Ukraina menciptakan 2 faktor kunci yang salah satu nya adalah hal fluktuansi nilai tukar yang membuat beban utang luar negeri naik.. termauk di dalamnya ialah bunga pinjaman juga akan semakin mahal. Kedua, tren kenaikan suku unga akan lebih cepat jadi bunga pinjaman juga akan naik.
"jadi sudah rate bunga pinjamannya naik secara nominal karena fluktuasi nilai tukar terhadap dollar akhirnya juga membuat utang luar negerinya juga mengalami kenaikan, itu kondisi yang membuat BUMN yang debt equality ratio nya cukup tinggi atau beban utang terhadap modalnya cukup besar, ini akan kesulitan menghadapi krisis Ukraina" ujar Bhima Yudhistria.
Sementara itu, desakan dari para masyarakat juga kuat untuk bagaimana BUMN bisa berkonstribusi untuk tetap menjaga stabilitas harga. Kini, yang harus diperhatikan adalah risiko dari utang BUMN.
- Meningkatnya harga pokok kebutuhan
Peningkatan harga pokok kebutuhan juga telah menjadi dampak dari peperangan kedua Negara ini. Bhima menambahkan bahwa dampak ekonomi Indonesia dari ketegangna Rusia-Ukraina akan paling terasa di sektor keuangan.
"dalam kondisi konflik, jika eskalasinya semakin meluas dan melibatkan banyak Negara, ini bsia berdampak pada stabilitas di kawasan, dan tentunya ini akan merugikan prospek pemulihan, stabilitas moneter yang ada di Indonesia, karena bertepatan dengan tapering off dan kenaikan suku bunga yang terjadi di Negara Negara maju" ucapnya.
Selain di bidang finansial, konflik antara kedua Negara Rusia-Ukraina ini juga akan mempengaruhi sektor penyediaan bahan bakar. Dilansi dari Bisnis, posisi Rusia dan ukraina yang merupakan dua Negara produsen minyak bumi terbesar di dunia membuat konflik kedua Negara tersebut dapat mempengaruhi harga minyak dunia.
Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan UGM, Bayu Dardias Kurniadi, mengungkapkan keniakan harga BBM merupakan dampak yang paling krusial bagi Indonesia dan harus di antisipasi. Menurut beliau, kemungkinan terjadinya keniakan harga BBM juga semakin besar karena Indonesia sedang berada di tengah mengalami kelangkaan minyak sawit. Apabila persediaan minya sawit, menurut Bayu, harga BBM akan tetap dapat ditekan dengan menggunakan subsidi minyak sawit. "jangankan subsidi BBM, Indonesia saat ini masih berkutat dengan sulitnya memenuhi kebutuhan minyak sawit untuk produksi minyak goreng" ujar Bayu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H