Sudah setahun benua Eropa diguncang perang Rusia di Ukraina. Ratusan ribu tentara, kebanyakan orang Rusia, tewas, dan puluhan ribu warga sipil Ukraina tewas atau terluka. Perang telah memaksa 8,5 juta warga Ukraina meninggalkan rumah mereka, 4,5 juta di antaranya mencari suaka di Uni Eropa.
Perang Rusia terus berlanjut, menghancurkan infrastruktur penting sipil termasuk pembangkit listrik dan bangunan tempat tinggal, menyebabkan warga tanpa listrik dan pemanas selama musim dingin atau membuat mereka kehilangan tempat tinggal. Selain itu, perang agresif Rusia telah menyebabkan trauma psikologis bagi jutaan warga Ukraina.
Bagaimana masa depan anak-anak yatim piatu dan remaja Ukraina yang mengalami trauma?
Perang agresif yang dilakukan Rusia melemahkan tatanan internasional berbasis aturan yang dipatuhi oleh Indonesia dan UE. Perang tersebut telah mengganggu perekonomian dunia, menghancurkan separuh produksi gandum dan minyak nabati Ukraina, dan Rusia telah memblokir pelabuhan-pelabuhan Ukraina serta menghentikan ekspor pupuknya sendiri.
Akibatnya, semua orang menderita: Eropa, Afrika, Asia, termasuk Indonesia. Rusia menyebarkan kebohongan tentang asal mula krisis pangan dan energi global. Jadi saya tekankan bahwa sanksi UE tidak bisa disalahkan: tindakan kami adalah sanksi terhadap pejabat senior dan oligarki Rusia; kami tidak menjatuhkan sanksi terhadap produk pertanian, pupuk, atau bahan pakan. Dampaknya terhadap rantai pasokan dunia sepenuhnya menjadi tanggung jawab Moskow.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H