SAPIENS -- Riwayat Singkat Umat Manusia
Identitas buku:
Judul Buku      : SAPIENS -- Riwayat Singkat Umat Manusia
Penulis         : Yuval Noah Harari
Tahun terbit    : 2017
Penerbit        : PT. Gramrdia
Kota terbit      : Jakarta
Jumlah Hlm. Â Â Â : 525 hlm
ISBN Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : 978-602-424-416-3
Ukuran buku    : 15x23 cmÂ
Buku SAPIENS -- Riwayat Singkat Umat Manusia yang ditulis oleh seorang Dosen Universitas Ibrani Yerussalem ini merupakan buku sejarah yang sangat menarik untuk dibaca. Selain dari bukunya yang sangat popular dan menjadi buku sejarah dunia yang berhasil menembus puluhan negara hingga ke penjuru dunia. Sapiens ini menjadi bacaan para tokoh besar di dunia seperti Bill Gates dan Jared Diamond. Buku ini berhasil memenangkan berbagai penghargaan internasional, diantaranya menjadi Bestseller dalam kategori buku sejarah dunia (non-fiksi), bestseller dalam situs online-shopping amazon.com, bestseller versi majalah New York Times, hingga menyandang kemenangan pada event Wenjin Book Award yang digelar di Cina pada tahun 2015.
Secara umum, Dr. Yuval Noal Harari membagi buku ini menjadi tiga bagian utama. Yakni, Revolusi Kognitif yang dimulai sejak 70.000 tahun yang lalu; Revolusi Pertanian yang berlangsung sejak 12.000 tahun yang lalu; hingga revolusi Sains yang terjadi pada 500 tahun terakhir. Di paruh pembuka, kita disajikan dengan penjelasan bagaimana peradaban manusia terlahir. Lebih jauh dimulai pada 13,5 Miliyar tahun yang lalu, sejak proses terbentuknya bumi dari sebuah ledakan besar (big bang) secara fisika, lalu terjadinya proses kimia hingga akhirnya proses biologi yang membentuk suatu heterogenitas makhluk hidup terus berlangsung perkembangannya dari masa ke masa.
Melihat perkembangan umat manusia yang berawal dari sesuatu yang tidak dapat disebut hingga di masa kini menduduki piramida atas dalam kekuasaan di bumi, Yuval Noah Harari menyebutnya dengan istilah hewan yang menjadi Tuhan. Beberapa bagian menarik dari buku ini memang selain dari kronologis sejarah yang menyajikan metadata yang sangat banyak, penjelasan dalam buku ini sangat reflektif. Dan memberi paradigma baru mengenai kausalitas perilaku manusia modern yang ternyata disinyalir memiliki akar perkembangan dalam sejarah perkembangannya. Bagaimana faktor ekologis, berkembangnya sistem budaya hingga perubahan kognitif yang terjadi pada masa lalu akhirnya membentuk suatu prototype manusia modern yang saat ini ia sebut dengan hewan yang menjadi Tuhan. Ternyata semua implikasi mengenai spesies yang satu ini terbentuk oleh bagaimana revolusi kognitif merubah paradigma dasar manusia. Pertama sekali terkait dengan adanya realitas ganda, yakni realitas objektif dan realitas khayalan.
Realitas ganda adalah salahsatu hal yang kemudian menjadi menarik dan sangat pragmatis dalam buku ini, sebab hal itu menekankan pada wacana terbentuknya suatu kemajuan di masa yang datang. Sisi lain yang menarik dari buku ini adalah pembahasan mengenai gagasan. Bahwa yang pada akhirnya menyebabkan homo sapiens berhasil menduduki piramida teratas dalam rezim bumi ini bukanlah disebabkan oleh kelebihan kekuatan genetic yang dimilikinya. Karena yang membedakan homo sapiens dengan spesies lain yang gagal bertahan dalam seleksi alam adalah tentang gagasan dan tataran khayalan yang menjadi sumber utama kekuatan manusia.
Kelebihan yang menjadi kekurangan. Kekurangan, yang menjadi kelebihan itu benar adanya. Sekalipun dapat diakui bahwa secara faktor genetic, homo sapiens memiliki kemampuan fisik yang jauh lebih lemah dibanding dengan spesies gorilla yang memiliki kemampuan mengacak-ngacak dan menghancurkan tubuh musuhnya, misalnya. Homo sapiens memang tidak memiliki kelebihan itu, namun kelemahan akan fisik dan genetic itu justru dapat diimbangi dengan kemampuan solid atau kekuatan komunal yang bisa dibangun oleh mereka. Mereka bisa bekerja sama. Itulah poin yang sangat menarik. Seribu kera yang dikumpulkan di lapangan mungkin hanya akan membuat kericuhan yang tidak berarti, tapi seribu homo sapiens yang berkumpul akan mampu melakukan sesuatu hal yang berada diluar kemampuan dan daya nalar kera. Semisal bagaimana menciptakan gagasan, inovasi bahkan membangun sebuah gedung hingga mewacanakan suatu imperium besar.
Kekayaan gagasan dan khayalan yang dimiliki sapiens inilah yang menjadikan mereka lebih unggul dibanding spesies lainnya. Dan hal ini juga yang menyebabkan kemajuan mereka melampaui tapal batas. Jika dahulu mereka hanya berbicara mengenai sisi objektifitas yang ada, semisal pembicaraan tentang sungai, hutan, laut, pohon tanpa membicarakan suatu tatanan khayalan tentang gagasan dan masa depan yang sifatnya imajinatif. Maka kemajuan atau terbentuknya wacana imperium yang besar mungkin tidak akan ada. Tidak akan ada negara, sistem hukum, jika mereka berkutat pada pembicaraan mengenai hal-hal objektif saja.
Selanjutnya, hal yang menarik dari buku ini adalah mengenai tataran universal yang berhasil mendomestikasi dunia ini. Ada tiga hal. Pertama, ekonomi (uang); kedua, imperium (kekuasaan); ketiga religious (agama). Ketiga hal ini terbukti merupakan tatanan universal dalam sisi realitas khayalan yang berhasil menjadi alat pengendali umat manusia yang sangat kentara.
Sejak revolusi kognitif, narasi sejarah telah menggantikan teori-teori biologi (realitas objektif) yang semula menjadi cara utama kita memandang sebuah perkembangan. Hal itu berubah, dan menunjukkan ternyata kita tidak cukup hanya dapat memahami interaksi biologis seperti organisme hormon dan genetika, karena dalam hal ini juga dalam mencapai tahap kemajuan, kita harus mempertimbangkan interaksi mengenai adanya gagasan, citra dan fantasi. Inilah salahsatu contoh kongkret bagaimana realitas ganda menjadi factor kemajuan yang strategis.
Seperti halnya juga yang dituturkan oleh penulis di dalam buku ini, ia mengajukan sebuah retorika, kenapa Albert Einstein bisa jauh lebih berhasil dalam menggunakan ketangkasan tangannya dibanding para pemburu dan pengumpul di zaman purba?
Jawabannya adalah, selain dari revolusi kognitif yang telah homosapiens itu lalui, adanya kemampuan bekerjasama dengan menggunakan tatanan khayalan atau imajinasil-lah homosapiens dapat lebih unggul daripada para pengumpul purba.
Pada masa revolusi pertanian, perkembangan serta keberhasilan para pemburu dan pengumpul ialah mencapai titik dimana mereka berhasil menjadi masyarakat makmur pertama. Dan di masa ini juga penulis menyebut bahwa teisme lahir.
 Meskipun kemajuan di zaman revolusi pertanian ini berlangsung dan terus berkembang, di sisi yang lain, justru perang dan kekerasan baru mulai bermunculan. Karena pada masa itu, orang-orang sudah mulai senang mengumpulkan harta milik pribadi untuk ditimbun dan dimiliki sama sekali untuk kesejahteraan hidupnya. Di masa pertanian ini pula, populasi manusia semakin membludak, karena mereka sudah mulai hidup dan tinggal di satu tempat yang tetap.
 Lalu kembali mengenai menariknya konsep realitas ganda, teori ini terbukti dengan sebuah fenomena lain bagaimana mitos atau paparan khayalan itu bisa mempertahankan sebuah Imperium Yang Maha Besar. Secara kongkret hal itu ditunjukkan dalam sejarah. Yakni dengan adanya undang-undang hammurabi yang berasal kira-kira dari tahun 1776 SM. Undang-undang ini memuat banyak aturan qishas yang disandarkan pada sanksi ketuhanan. UU Hamurabbi ini berperan sebagai pedoman kerjasama dalam kehidupan bagi jutaan orang Babilonia kuno, yang pada akhirnya menginspirasi deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat yang terjadi pada 1776 M bahkan memang secara umum konsep undang-undang tersebut masih digunakan oleh orang Amerika modern.
 Di masa revolusi pertanian juga, angka-angka mulai dibutuhkan. Kemunculannya diawali oleh penemuan angka-angka yang disinyalir pertama lahir dari Arab meskipun diciptakan oleh orang Budha, namun secara historis, angka Arab-lah yang pertama digunakan untuk kebutuhan menghitung dan menyimpan informasi mengenai kegiatan botani, catatan topografi hingga catatan sosial lainnya. Lagi-lagi dijelaskan bahwa pada pasca masa revolusi pertanian, situasi budaya masyarakat semakin kompleks. Penanganan sosial hingga perniagaan yang terjadi di masyarakat semakin banyak dan menghadapi beragam data-data yang sulit diingat, sebab banyaknya angka yang tidak dapat secara  penuh disimpan dalam memori pendek dan terbatas manusia.
 Lalu dimasa revolusi sains, kemajuan semakin meningkat. Kemajuan peradaban melampaui batas bahkan tidak terbatas. Mulai sejak ditemukannya bom atom hingga berubahnya alat transportasi yang pada awalnya berjalan, lalu menggunakan tunggangan, lalu menggunakan roda, lalu menggunakan mobil, lalu menggunakan pesawat, hingga terciptanya roket. Kemajuan manusia modern ini semakin hari semakin melampaui batas. Lagi-lagi. Hingga pada akhirnya, tidak ada titik batas atas kemajuan itu sendiri.
 Setelah 2,5 juta tahun lamanya homosapiens; hewan yang tak pernah tertebak akan menjadi pengukir sejarah hingga sampai di titik, bumi ini dikuasai. Kita telah berhasil menguasai lingkungan, meningkatkan produksi makanan, membangun kota, mendirikan Imperium besar, menciptakan perniagaan hingga global.
 Namun apakah kemajuan-kemajuan yang telah dicapai itu memberikan kesejahteraan terhadap individu-individu manusia dan mengurangi penderitaan atau justru hanya menciptakan situasi perang baru. Adalah fakta, bahwa kita semakin jaya daripada sebelumnya. Namun kita hanya memiliki sedikit gagasan, sebenarnya untuk apa semua kedigdayaan itu.
 Dalam buku ini, Yuval Noah Harari menutupnya dengan sebuah pertanyaan retorika yang cukup renyah, perlu direfleksikan dan diinsyafi oleh seluruh umat manusia yang hidup saat ini.
Karena pada akhirnya, kemajuan itu akan membawa kita ke mana? Apa yang akan kita lakukan dan apa yang harus kita lakukan dengan semua kekuasaan yang telah kita capai itu? Karena dalam realitasnya manusia modern hari ini, justru semakin tidak bertanggung jawab atas kemajuan-kemajuan itu. Seperti hilangnya kemanusiaan hingga kehancuran peradaban dalam artian luas. Faktanya adalah, bahwa apa yang mereka ciptakan dari kemajuan mereka sendiri, akhirnya kerusakanlah yang terjadi bagi rumah seluruh makhluk hidup yang ada, termasuk kerusakan ekosistemlah yang menanggung dan membayar semua kemajuan yang kita ciptakan untuk sekedar kenyamanan dan penghiburan kita sendiri. Yang semakin hari semakin maju, semakin jaya namun tidak kunjung menemukan suatu kepuasan dan hal ini sangatlah berbahaya. Maka apa yang lebih berbahaya daripada ada ketidak puasan itu sendiri. Apakah Tuhanlah yang kemudian akhirnya harus bertanggung jawab dan memecahkan amarahnya kepada kita?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H