karya Syifa SusilawatiÂ
Kepada siapa aku harus memihak
Selain kepada mereka yang kelelahan berpijak;
Yang suaranya samar didengar
Dan jasadnya tak hinggap dalam anggapan
Jika kaki bisa bicara
Jika keringat bisa bersabda
Jika tangan bisa berkata
Jika hati bisa menjerit
: Maka sekarang telingamu tak akan
pernah mengenal apa itu sunyi
Bahkan dalam tidur, nyenyakmu tak akan kau kenali lagi
Selain kau dengar rengekan mereka
dengan luka-lukanya yang pilu di tepi jalan peradaban
Mereka yang mulutnya kelu
asalnya dari kaum kerah biru
Mereka yang lidahnya kelu
Untuk sekadar mampu bertanya
Apakah nasibku begini selamanya
Memang tak indah berpangku pada manusia;
Bergantung pada binasa yang diada-ada
Namun bukan ingin aku begini
Aku sudah sangat keras mengayuh tekad
Menjemput nasib di perawanan subuh
Ke pasar menjual ikan pindang
Malam pincang menarik angkutan online
Bukan ingin aku begini
Apa salahku terlahir ke bumi
Menjadi budak di kerajaan pesisir
Terhimpit keadilan yang tak dikenali lagi
Lalu terlindas di jalanan megah nan indah
Di negeri Nusantara yang dimanakah sumber daya kekurangan berkah
Bukan ingin aku begini
Menjadi pengemis di negeri sendiri
Mengadu nasib tak sampai
Melawan kekuatan kapitalis apalagi
Bukan ingin aku begini
Menjadi kecil, kerdil dan tak hinggap dalam anggapan
Mati-pun siapa yang akan ingat, kan?
Bukan juga aku kufur pada suratan Tuhan
Biarlah memang aku begini, begini saja
selama masih menemukan sesuap nasi
Sudah, sudah cukup asal Allah ridhoi
Bandung, 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H