Mohon tunggu...
Syifa ShafiraAzzahra
Syifa ShafiraAzzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Magister Kajian Sastra dan Budaya

Yang dikatakan akan hilang, yang ditulis akan abadi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Upaya Pelindungan Aksara Jawa sebagai Warisan Budaya Bangsa di Surabaya

30 April 2023   19:27 Diperbarui: 30 April 2023   19:41 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia sebagai negara kepulauan terdiri dari 718 bahasa daerah dari 2.560 daerah pengamatan yang dilakukan oleh Badan pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang dilakukan sejak 1991 hingga 2019. Banyaknya jumlah bahasa daerah juga tergantung keadaan vitalitasnya yang berbeda-beda sehingga banyak bahasa dapat terancam punah karena jumlah penutur yang makin berkurang.

Suatu bahasa dapat dikatakan memiliki vitalitas yang tinggi bila banyak jumlah penuturnya dan variasi bahasanya digunakan dengan luas. Karakteristik ini menjadi ciri bahwa bahasa akan terus digunakan dan diturunkan antargenerasi. 

Perkembangan pesat dalam aspek teknologi informasi turut membawa perubahan dalam cara berbahasa masyarakat daerah, seperti hilangnya unsur dalam suatu bahasa daerah karena informasi yang tersedia di internet secara umum menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan aksara Latin dalam komunikasi tertulis.

Perkembangan teknologi tidak serta-merta membuat bahasa daerah tidak lagi digunakan dalam komunikasi masyarakat. Bahasa Jawa menjadi salah satu bahasa daerah yang banyak terdapat pada kalimat tuturan percakapan media sosial, seperti Facebook. 

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nita Sulistya Wati pada tahun 2013, bahasa Jawa banyak digunakan dalam bentuk aksara Latin sehingga tercipta bahasa gaul dan bahasa slang, khususnya di kalangan remaja. 

Fenomena tersebut menunjukkan pemertahanan bahasa Jawa yang dilakukan oleh penutur bahasa Jawa, walaupun masih bersifat pasif, sekaligus bahasa Jawa dalam perkembangannya justru mengalami pergeseran karena interferensi bahasa lain. Selain itu, penggunaan bahasa Jawa yang dituliskan dengan aksara Latin turut berpengaruh pada pemertahanan aksara Jawa sebagai bagian dari kebudayaan Jawa. 

Aksara memiliki peran penting dalam kebudayaan Jawa, yaitu sebagai warisan budaya dari nenek moyang bangsa Indonesia. Aksara ini tercipta dengan kaya unsur filosofi pada huruf-hurufnya, yaitu bercerita tentang dua orang punggawa yang mati karena bertarung memperebutkan pusaka milik Ajisaka: Ha Na Ca Ra Ka 'ada dua orang', Da Ta Sa Wa La 'mereka berdua berkelahi', Pa Dha Ja Ya Nya 'sama kuatnya', dan Ma Ga Ba Tha Nga 'mati dua-duanya karena sama kuatnya'. Bentuk aksara Jawa yang saat ini dipakai telah ditetapkan sejak masa Kesultanan Mataram (abad ke-17), tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada abad ke-19.

Seiring perkembangan zaman, aksara Jawa mulai dipertanyakan keberadaannya. Hanya beberapa orang saja yang dapat membaca dan memahami aksara Jawa, bahkan orang Jawa sekalipun belum tentu dapat membaca dan memahami aksara Jawa. 

Berdasarkan informasi tambahan dari beberapa informan dari Universitas Airlangga yang beretnis Jawa dan tinggal di Surabaya sejak lahir, bahasa Jawa memang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi tidak dengan aksara Jawa yang sulit dipahami. 

Hal itu disebabkan oleh bentuk aksara Jawa yang memiliki kesulitan tersendiri karena kemiripan antara satu huruf dan huruf lainnya sehingga berpengaruh pada minat generasi muda mempelajari aksara Jawa. Padahal, aksara Jawa sebagai warisan budaya perlu kita lindungi dan lestarikan.

Pelindungan kebudayaan tercantum pada Undang-Undang Tentang Pemajuan Kebudayaan  Pasal 1, yaitu pemajuan kebudayaan merupakan upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan. 

Kemudian, pelindungan merupakan upaya menjaga keberlanjutan kebudayaan yang dilakukan dengan cara inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan, dan publikasi. Pemajuan kebudayaan dilakukan untuk melestarikan warisan budaya bangsa sehingga kebudayaan menjadi haluan pembangunan nasional.

Upaya pelindungan aksara Jawa di Surabaya sebenarnya sudah dilakukan pemerintah dalam berbagai bentuk, seperti memasukkan pelajaran bahasa dan aksara Jawa sebagai pelajaran muatan lokal di sekolah agar siswa-siswi memiliki wawasan terkait aksara Jawa sebagai bagian dari bahasa dan budaya Jawa. 

Namun, mempelajari aksara Jawa dalam pelajaran muatan lokal masih kurang cukup untuk meningkatkan minat pada generasi muda untuk menjaga dan melindungi aksara Jawa karena pemahaman jadi terbatas untuk nilai mata pelajaran.

Upaya lainnya yang dapat dilakukan untuk pelindungan aksara Jawa adalah membuat aksara Jawa menjadi familier bagi masyarakat Surabaya, khususnya generasi muda: menuliskan nama-nama jalan dan bangunan disertai dengan aksara Jawa seperti yang sudah sejak dahulu dilakukan oleh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). 

Aturan tersebut tertera dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta Pasal 15 Ayat 1K meliputi melestarikan dan mengembangkan budaya Yogyakarta serta melindungi berbagai budaya masyarakat daerah lainnya yang berada di DIY. Oleh karena itu, upaya tersebut juga dapat dilakukan di Surabaya untuk mempertahankan budaya Jawa, khususnya aksara Jawa, di Surabaya.

Berikutnya, pemanfaatan teknologi dapat digunakan untuk memudahkan pembelajaran aksara Jawa. Berbagai situs dan aplikasi aksara Jawa di internet dapat menunjang kebutuhan tersebut, seperti situs www.sastra.org dan beberapa aplikasi: Aksara Jawa - Nulis Aksara Jawa, Marbel Hanacaraka Gim Edukasi, Aksara, dan Sinau Bahasa Jawa. 

Ditinjau dari data Proporsi Individu yang Menggunakan Internet Menurut Provinsi (Persen) per 2017--2019, dengan empat kategori media berupa desktop; laptop; tablet; dan ponsel, Pulau Jawa menjadi pengguna internet terbesar di Indonesia. 

Provinsi Jawa Timur meraih posisi kedua dari data tersebut dan menunjukkan peningkatan yang signifikan: 31,17% (2017), 38,75% (2018), dan 47,10% (2019). Dengan demikian, pengenalan aksara Jawa melalui teknologi optimis dapat dilakukan pada masyarakat Surabaya karena ada kemudahan akses perangkat dan internet.

Dengan upaya-upaya tersebut, generasi muda di Surabaya diharapkan dapat menjadi penerus bangsa untuk melestarikan kebudayaan Jawa, yaitu dengan memperkenalkan budaya Jawa melalui aksara Jawa yang tidak hanya dipelajari di sekolah, tetapi dapat dipahami dan diturunkan antargenerasi. Oleh karena itu, masyarakat Jawa di Surabaya dan pemerintah perlu melestarikan aksara Jawa sebagai bagian dari warisan budaya bangsa.      

   

Referensi

Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (t.t). Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia. Diakses pada 30 April 2023, dari https://petabahasa.kemdikbud.go.id/.

Badan Pusat Statistik. (2019). Proporsi Individu yang Menggunakan Internet Menurut Provinsi (Persen), 2017--2019. Diakses pada 30 April 2023, dari  https://www.bps.go.id/indicator/27/1225/1/proporsi-individu-yang-menggunakan-internet-menurut-provinsi.html.

Dinas Kebudayaan (Kundha Kebudayaan). (2012, 8 Sept). UU Keistimewaan DIY. Diakses pada 30 April 2023, dari https://budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/208-uu-keistimewaan-diy.

Koran Sindo. (2017, 30 Okt). Ini Dia, 10 Bahasa Daerah dengan Penutur Terbanyak di Indonesia. Diakses pada 30 April 2023, dari  https://nasional.sindonews.com/berita/1252853/15/ini-dia-10-bahasa-daerah-dengan-penutur-terbanyak-di-indonesia.

Korpusipb.com. (2014, 5 Apr). [Seni Budaya] Mengenal Aksara Jawa, Mengenal Warisan Budaya Indonesia. Diakses pada 30 April 2023, dari http://korpusipb.com/budaya/seni-budaya-mengenal-aksara-jawa-mengenal-warisan-budaya-indonesia/.

Presiden Republik Indonesia. (2017). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Wati, N. S. (2013). Pemertahanan dan pergeseran bahasa Jawa dalam percakapan media sosial jejaring Facebook. Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo, 3(1): 23--27.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun