Mohon tunggu...
Syifa Nurbaeti Solihin
Syifa Nurbaeti Solihin Mohon Tunggu... Penulis - Writer Enthusiast

Mahasiswa Pendidikan yang memiliki semangat dalam mengambil peran untuk menebar kebaikan dengan segenap kemampuan. Bertanggung jawab dengan setiap langkah yang ditempuh serta senang mengeksplore diri melalui berbagai kegiatan guna menjaring relasi dan merajut wawasan. ‘Demi Islam Saya Berdiri’ adalah motivasi terbesar saya dalam setiap langkah. Menjelajahi alam, membaca buku, dan menulis semakin menyadarkan diri untuk terus berbagi arti meski dengan cara yang sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Himpitan Ekonomi Tak Melemahkan Prinsip Kemanusiaan

23 Juni 2022   08:40 Diperbarui: 24 Juni 2022   17:27 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbok Sri menjalankan perannya sebagai asisten rumah tangga sekaligus menjaga warung milik sang majikan. (Dok. Pribadi)

Sejak menjalani pernikahan di tengah kota Yogyakarta dengan seorang suami yang hari ini sudah berusia lebih dari setengah abad, serta dua orang anak membuat mbok Sri (nama samaran) yang berusia 65 tahun memutuskan untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga. 

Keputusan mbok Sri cukup dilematis karena bukan sekedar sebagai jalan untuk mengais rezeki, melainkan karena rasa peduli dan empati pada anak-anak sang majikan yang ditinggal bekerja setiap hari.

saya itu kasihan sama anak-anaknya ibu, masih bayi tuh udah ditinggal. Majikan saya kan kerjanya dari pagi sampe sore, kadang baru pulang malem. Itu anak-anaknya saya yang urus dari bayi sampai sekarang,” tutur mbok Sri saat diwawancarai, Minggu (12/6/22).

Ungkapan mbok Sri menggambarkan rasa peduli dan sayang layaknya seorang ibu kepada anak. Sorot matanya pun menggambarkan betapa bahagianya ia mampu menjaga dan mengurus kedua anak sang majikan. Namun tak bisa dinafikan, sorot mata dan raut wajahnya terlihat redup ketika mengungkap jumlah upah yang didapatnya. Upah mbok Sri terbilang rendah, setiap bulan ia hanya menerima gaji Rp700.000.-.

sekarang saya sudah bekerja sekitar 15 tahun jadi pembantu di keluargaya ibu Elit (bukan nama asli). Dua tahun ini, alhamdulillah saya dapat gaji Rp700.000. nah kalo sebelumnya itu cuma Rp200.000-Rp300.000,” ujar mbok Sri.

Bekerja sebagai asisten rumah tangga, banyak pengalaman pahit yang ia rasakan. Helaan nafasnya ketika beristirahat sejenak di depan warung sang majikan memperlihatkan betapa ia merenungi nasibnya. 

Mbok Sri menuturkan bahwa majikannya mengharuskan ia untuk bekerja dalam banyak hal. Tubuhnya yang kurus dan ringkih serta kondisi kaki kirinya yang pincang harus berjalan terseret-seret untuk menyelesaikan tugasnya mengurus tiga rumah sekaligus beserta kebutuhannya, menjaga warung sang majikan dan mengurus anak-anak serta kucing sang majikan. Tak ayal, tenaganya kerap terkuras lantaran harus bekerja dari pagi hingga malam hari.

Baru-baru ini, mbok Sri memikul sedih lantaran hampir dipecat oleh majikannya. “saya tuh sekarang capek, mbak. Kemarin saya nengok anak saya yang sedang hamil di Kulonprogo, saya baru pulang kesini dan buka warung jam 8 an. Abis itu saya dipanggil, dimarahi sambil dibentak-bentak. Kata Ibunya, saya ini gak bener kerjanya dan gak boleh izin kerja termasuk nengok anak saya,” tutur mbok Sri dengan lirih dengan mata yang berkaca-kaca.

Meski cukup sering dimarahi majikannya, ia tetap kembali berlapang dada dan memaafkan. Terlepas dari pekerjaan utamanya, Ia harus menyambung hidup untuk mencukupi kebutuhan lainnya dengan membuka usaha laundry. 

Di usianya yang senja dan saat orang lain mulai menikmati hidup, mbok Sri dan suaminya harus tetap banting tulang. Mbok Sri dan suami saling berbagi tugas menjalankan usaha laundry nya. Setiap hari, suami mbok Sri berkeliling desa guna mencari pelanggan. Sementara mbok Sri mencuci dan menyetrika.

Pekerjaan yang digeluti oleh mbok Sri dan suaminya sangat telaten dan rapih. Seorang tetangganya menuturkan bahwa mbok Sri sangat gesit walau pun tubuhnya begitu ringkih. “mbok itu gesit, mba. Saya saja yang masih lebih muda gak bisa secekatan itu. Nyuci banyak, nyetrika banyak, tapi kuat banget,” Ungkap tetangga tersebut.

Di tengah himpitan ekonomi, mbo Sri juga dituntut untuk bisa mengelola keuangan. Pasalnya, setiap tahun ia dan keluarga harus membayar kontrakan sebesar Rp 7 juta. Hal itulah yang membuatnya harus bekerja tanpa henti. Dia harus rela menanggalkan waktu santai guna mendapatkan uang dan menyambung kehidupan. “Kerja gak ada libur, jadi kayak kerja rodi,” imbuhnya.

Mbok Sri dengan kepekaan dan kepeduliannya yang tinggi, seolah menjerumuskannya pada segudang pekerjaan tanpa henti bersama seorang majikan. 

Kendati demikian, mbok Sri tak pernah menyerah dalam menjalani hidup. Dia senantiasa optimis dalam bekerja dan mengais rezeki. Mbok Sri percaya rezeki yang ia peroleh sudah diatur sang pencipta. Dia pun meyakini rezeki setiap orang tak akan tertukar serta meyakini bahwa setiap kebaikan yang ia tanam menjadi bekalnya menuju surga.

Status sosial dan keterbatasan ekonomi tak mematahkan semangatnya dalam membantu sesama. Bisa dikatakan bahwa ia mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Kepribadiannya yang ramah membuat tetangga nyaman berada di dekatnya. Tak heran, wanita paruh baya itu disenangi oleh lingkungannya walaupun sang majikan kerap tidak menyukainya.

saya baru sebulan tinggal tetanggan sama mbok Sri, tapi sudah dianggap seperti keluarga. Mbok Sri tuh bilang kalo tetangga itu harus saling menjaga. Ramah dan baik banget. Saya tuh kemarin sempat sakit dan langsung diurusi dan dibantu.  Pantas saya lihat anak-anak atau tetangga lainnya nyaman ngobrol atau apalah sama mbok Sri itu,” pungkas tetangganya.

Nasib mbok Sri bisa dikatakan berbeda dengan lansia lainnya. Namun, kebaikan dan kedermawanannya patut diapresi. Sebab, dia masuk ke dalam segelintir kelompok yang terpilih. Hanya sebagian orang yang mampu berbagi di tengah himpitan ekonomi. Ia adalah paruh baya yang menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan, kepeduliannya mematahkan pahitnya sebuah pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun