Mohon tunggu...
Syifa Nur Afifah
Syifa Nur Afifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - pembelajar yang lagi belajar nulis

51:56

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Konflik Rusia Ukraina di Analisis Melalui Pendekatan Keamanan Global

8 Maret 2022   12:07 Diperbarui: 8 Maret 2022   12:22 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Sebelum menganalisis lebih jauh mengenai konflik Rusia dan Ukraina, akan lebih tepat jika membahas secara singkat mengenai sejarah Ukraina yang memiliki kedekatan dengan Rusia hingga timbulnya konflik saat ini. Secara historis Ukraina adalah negara pecahan Uni Soviet yang terletak pada wilayah Eropa juga berbatasan dengan Rusia.

Uni Soviet yang berideologi komunis pada saat itu melakukan perang dingin atau perang ideologi dengan Amerika Serikat termasuk Uni Eropa bagian barat yang berideologi liberal. Namun perang dingin tersebut dimenangkan oleh pihak barat beserta sekutunya sehingga terpecahlah Uni Soviet menjadi beberapa negara termasuk Rusia dan Ukraina didalamnya. Karena banyak masyarakat Ukraina yang ingin bergabung dengan Uni Eropa akhirnya Ukraina resmi memisahkan diri dari Rusia dan mendeklarasikan kemerdekaan nya pada tahun 1991. Berlanjut pada tahun 2004-2007 sempat terjadi pergantian presiden, dari sosok presiden pro-Rusia menjadi sosok presiden yang pro barat yang dimana membawa Ukraina bergabung dengan NATO (North Atlantic Treaty Organization) dan Uni Eropa (EU).

Hingga tahun 2008, NATO kemudian memberikan lampu hijau soal penggabungan Ukraina menjadi bagian dari pakta pertahanan tersebut. Namun di tahun 2014 terjadi konflik dalam negeri Ukraina akibat pemerintahan nya pada saat itu menanggguhkan rencana nya untuk bergabung dengan Uni Eropa. Di tahun yang sama, bahwa Rusia sempat juga menginvasi Ukraina dengan  menganeksasi wilayah Krimea pada saat itu. Penyebab konflik pada saat itu adalah karena terdapat konflik domestik.

Berlanjut di tahun 2021, Presiden Rusia saat itu meminta Amerika Serikat untuk dapat mengizinkan Ukraina menjadi bagian dari NATO. Merespon hal tersebut, Rusia kemudian mulai mengerahkan pasukan militernya di dekat perbatasan Ukraina sebagai bentuk  Rusia melarang Ukraina untuk bergabung bersama mereka dan pasukan NATO yang sama-sama mengerahkan pasukan di perbatasan ntuk segera menarik diri. Awal bulan Februari 2022, pasukan Rusia memulai aksinya menuju tiga kota besar di wilayah Ukraina yakni, Kherson, Kyiv, serta Kharkiv.

Di akhir Februari, Ukraina sempat melakukan pengajuan diri untuk bergabung dengan kawasan Uni Eropa. Pihak Rusia dan Ukraina pun sepakat untuk mengadakan perundingan secara diplomatik di perbatasan Belarusia. Perundingan pun selesai setelah tanpa ada kesepakatan apapun. Bahkan, selama perundingan tersebut berlangsung, Rusia terus menerus melakukan serangannya, terutama di Kharkiv, kota terbesar kedua di Ukraina. Namun, Perwakilan Tetap Rusia untuk Dewan Keamanan PBB menyangkal pasukan Rusia menargetkan warga sipil. Majelis Umum PBB menyebut, lebih dari 500 ribu masyarakat di Ukraina telah meninggalkan negara nya. Pasukan militer Rusia berkumpul di sepanjang wilayah pinggiran kota Kyiv. Serangan dilaukan secara terus menerus dilakukan di wilayah Kharkiv dan Mariupol di timur, serta Kherson di bagian selatan Ukraina. 

Kemudian pada awal Maret lalu, Majelis Umum PBB menyetujui sebuah resolusi yang dimana mengecam Rusia atas sikap invasinya yang dilakukan ke Ukraina dan menuntut mereka untuk menarik pasukannya dari sana. Resolusi tersebut didukung oleh 141 dari 193 negara anggota majelis PBB. Tiga puluh lima negara anggota, termasuk China memilih abstain.

Gambaran singkat mengenai konflik antara Rusia dan Ukraina telah menyita perhatian dunia belakangan ini, banyak pihak yang bertanya-tanya sebenarnya apa motif Rusia melakukan invasi dan apakah konflik ini akan menimbulkan perang dunia ketiga. Jika melihatnya secara fakta bahwa tindakan yang dilakukan Vladimir Putin itu karena merasa dunia sudah tidak seimbang kekuatannya sehingga perlu adanya perimbangan kekuatan global.

Dalam artian posisi Rusia itu sudah merasa dikelilingi oleh negara yang berpihak pada negara barat, sehingga ini menjadi ancaman bagi Rusia. Pada dasarnya Putin tidak masalah ketika Ukraina melakukan kerja sama apapun dengan Uni Eropa, tapi sangat menolak jika Ukraina menjadi bagian dari pada NATO. Karena jika merujuk pada sejarah, Rusia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Ukraina. Mengutip dari wawancara eksklusif, pengamat militer Indonesia mengatakan bahwa Rusia pernah memberikan bantuan luar negerinya untuk Ukraina. Ini menggambarkan bahwa Rusia berusaha untuk membangun hubungan baik dengan Ukraina.

 Jika melihat dukungan Ukraina sangat banyak termasuk negara-negara di uni Eropa juga negara-negara di luar ini Eropa. Dan jika berbicara mengenai dukungan kepada negara rusia yakni salah satunya adalah Cina. Dikutip dari salah satu sumber bahwa jika ekonomi Rusia sudah minus atau dalam hal lain komoditas atau kebutuhan dari Rusia tidak mencukupi maka China siap membantu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sehingga jika dianalisis melalui konsep keamanan bahwa konflik Rusia Ukraina ini sangat militeristik, dimana invasi yang dilakukan Rusia yakni dengan menyerang dengan pasukan militer dan dibalas dengan bantuan internasional kepada Ukraina pun secara militer.

Adanya keinginan Ukraina untuk bergabung dengan NATO pun salah satu alasan nya adalah untuk kepentingan pertahanan nasional (national interest) Ukraina. Upaya perimbangan kekuatan atau balance of power yang dilakukan oleh Rusia dilakukan karena keamanan serta posisi negara nya merasa terancam. Sehingga ini selaras dengan apa yang telah dilakukan oleh Presiden Soekarno bahwa posisi Indonesia dalam Gerakan Non Blok atau netral dalam artian tidak berpihak kepada blok barat maupun blok timur. Dengan tujuan untuk menghindari ketidakseimbangan kekuatan global. Namun di sisi lain, invasi militer yang dilakukan Rusia memang tidak dapat dibenarkan karena telah melanggar hak asasi manusia seperti hak untuk hidup dan hak bagi rakyat Ukraina untuk menentukan nasib sendiri juga untuk terbebas dari ancaman.

Beralih pada pendekatan konsep keamanan non militer dalam bidang ekonomi internasional bahwa adanya konflik tersebut menimbulkan ancaman bagi ekonomi global konflik yang sedang berlangsung dapat menghantam industri pasokan bahan baku terutama pada komoditas industri mengganggu investasi pasar modal juga mengancam keamanan hidup terutama masyarakat Ukraina (Human Security). Banyak negara di kawasan Eropa yang sangat bergantung pada sektor energi Rusia terutama gas karena sebagai dampak sanksi ekonomi kepada Rusia tentu akan mempersulit negara-negara Eropa mengimpor gas dari Rusia. Adanya peningkatan harga pada minyak termasuk dirasakan oleh Indonesia belum pulihnya kondisi ekonomi internasional akibat pandemi diperparah dengan datangnya konflik ini. Beralih pada Ukraina sebagai negara pengekspor minyak bunga matahari sehingga apabila produksinya terganggu maka akan kesulitan untuk melakukan ekspor impor akibat konflik termasuk India adalah salah satu negara pengimpor minyak bunga matahari tentu juga akan sangat terganggu akibat konflik ini kemudian Ukraina dan Rusia adalah ekspor gandum sebanyak 30% ekspor jagung sebanyak 19% dan 80% minyak bunga matahari. Di mana produk komoditas tersebut digunakan dalam berbagai pengolahan di berbagai dunia maka jika perang terus berlanjut maka ekspor akan jelas terganggu singkatnya kondisi ekonomi internasional sebelum manusia melakukan invasi telah mengalami banyak masalah seperti inflasi yang melonjak permasalahan pada rantai pasokan juga pada harga saham.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun