Mohon tunggu...
Syifa Nirmala
Syifa Nirmala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Kakek Samirin dalam Pandangan Filsafat Hukum Positivisme

24 September 2024   13:10 Diperbarui: 30 September 2024   18:52 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nama : Syifa' Nirmala Azhari

Nim : 222111235

Kasus Hukum : Kakek Samirin mencuri getah karet di perkebunan PT Bridgestone.

Kakek Samirin, 68 tahun, divonis penjara 2 bulan 4 hari oleh Pengadilan Negeri Simalungun pada 15 Januari 2020 setelah terbukti mencuri 1,9 kg getah karet senilai Rp 17.480 dari perkebunan PT Bridgestone. Ia mengambil getah tersebut saat menggembala sapinya dan mengaku melakukannya untuk membeli rokok. Meskipun tindakan ini melanggar Pasal 107 UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, banyak masyarakat menganggap hukuman tersebut tidak adil, terutama mengingat situasi ekonomi Samirin yang sulit.

Kasus ini memicu perdebatan tentang ketidakadilan sistem hukum yang seringkali lebih keras terhadap warga miskin dibandingkan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh kalangan elite. Kritikus berargumen bahwa penegakan hukum harus mempertimbangkan konteks sosial dan ekonomi, dan bahwa pendekatan legalistik-positivistik dalam hukum sering kali merugikan individu yang kurang mampu seperti Samirin. 

1. Analisis menggunakan cara pandang filsafat hukum positivisme

Dari perspektif filsafat hukum positivisme, kasus Kakek Samirin mencerminkan penerapan hukum yang ketat dan formalistik. Positivisme menekankan bahwa hukum adalah perintah yang harus diikuti tanpa mempertimbangkan konteks sosial atau kemanusiaan. Dalam kasus ini, Samirin dihukum berdasarkan Pasal 107 UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang menyatakan bahwa tindakan memungut hasil perkebunan tanpa izin adalah tindak pidana.

Hukum berlaku secara universal dan tidak pandang bulu, sehingga meskipun kerugian yang ditimbulkan kecil, pelanggaran tetap harus dihukum. Hal ini menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia lebih mengutamakan kepastian hukum daripada keadilan substantif, sering kali merugikan individu yang kurang beruntung.

2. Mazhab hukum positivisme

mazhab hukum positivisme yang digunakan pada kasus Kakek Samirin adalah mazhab hukum positif analitis,di mana tindakan memungut getah karet dianggap sebagai pelanggaran yang harus dihukum, meskipun kerugian yang ditimbulkan sangat kecil. Pendekatan ini memandang hukum sebagai perintah dari penguasa negara yang sifatnya memaksa dan mengatur semua orang tanpa memandang status sosial atau jabatan.

3. Argumen tentang mazhab hukum positivisme dalam hukum di Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun