Zat besi adalah mineral mikro alias zat yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah sedikit tetapi berperan besar. Anemia gizi adalah kondisi ketika seseorang kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi sering terjadi pada orang tua, biasa disebabkan karena asupan zat besi yang tidak memadai, sehingga banyak orang tua yang mengalami anemia.
Pada penelitian sebelumnya oleh Yi-Chia Huanga dkk, mereka melakukan penelitian dengan menilai asupan nutrisi dan status zat besi lansia, yang sesuai indikator untuk mengidentifikasi anemia defisiensi besi pada tiap individu lansia di Taiwan. Lansia disini didefinisikan sebagai seseorang yang usianya setara sampai atau lebih dari 65 tahun. 96 lansia (40 laki-laki dan 56 perempuan) warga Taiwan, menjadi subjek dari penelitian ini. Semua subjek diinstruksikan untuk diet 24 jam (atau berpuasa), dan dilakukan pencatatan nutrisi 24 jam seperti suplemen vitamin atau apapun yang dikonsumsi. Setelah berpuasa, sampel darah diambil untuk dilakukan tes laboratorium.
Pada hasil penelitian, diketahui bahwa lansia di Taiwan rata-rata memiliki status zat besi yang sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya. Tetapi ada 7,5% dan 8,9% prevalensi anemia defisiensi besi pada populasi pria dan wanita, masing-masing. Lalu 35% lansia tidak memiliki simpanan zat besi. Lebih banyak subjek lansia yang lebih muda memiliki simpanan zat besi yang lebih buruk daripada subjek lansia yang lebih tua. Penggunaan suplemen zat besi pada lansia Taiwan terbatas, hanya 20% pria lansia dan 18% lansia Wanita menggunakan suplemen zat besi.
Beberapa dari mereka lansia Taiwan menunjukkan gangguan status zat besi. Hal ini bisa dikaitkan dengan proporsi zat besi makanan yang tinggi sebagai zat besi nonheme. Sumber nonheme ini memiliki bioavailabilitas yang lebih rendah daripada produk hewani besi heme. Dengan demikian, jumlah sebenarnya dari besi yang diserap mungkin jauh lebih rendah. Zat besi yang dikonsumsi lansia Sebagian besar berasal dari zat besi nonheme.
Konsumsi daging menurun pada populasi lanjut usia, dan hanya 22% zat besi yang berasal dari daging untuk pria berusia 75 tahun ke atas. Kehilangan zat besi sekunder untuk sumber heme atau nonhem mungkin karena kehilangan darah dari penyakit gastrointestinal pada lansia Taiwan. Konsentrasi hemoglobin atau hematokrit sering digunakan untuk menunjukkan status besi. Nilai hemoglobin atau hematokrit dipengaruhi oleh banyak faktor (yaitu, penuaan, kekurangan energi protein, infeksi kronis, peradangan kronis) dan mungkin bukan kriteria terbaik untuk menilai anemia pada orang tua. Wanita yang lebih tua (75-79 tahun) memiliki hemoglobin rata-rata yang kurang, dan tingkat hematokrit rata-rata lebih rendah daripada wanita lanjut usia yang lebih muda. Namun, usia tidak berdampak pada kadar hemoglobin dan hematokrit.
Perlakuan fortifikasi zat besi pada makanan sangat disarankan, keefektifan dan penyerapan zat besi dengan fortifikasi sangat dianjurkan. Dalam makanan, fortifikasi zat besi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan biologis zat besi, dengan cara meningkatkan kadar zat besi dalam makanan secara signifikan. Pada fortifikasi zat besi pada makanan memang tidak secepat mengkonsumsi suplemen zat besi dalam menangani defisiensi nutrisi zat besi, hanya saja pada fortifikasi zat besi pada makanan tidak memiliki efek samping yang signifikan dan memiliki manfaat dalam jangka panjang.
Biofortifikasi yaitu proses bioteknologi yang berfokus pada agregasi makro dan mikronutrien dalam sel tumbuhan. Biofortifikasi melibatkan modifikasi genetic yang ada untuk perbaikan atau pengembangan mikronutrien yaitu salah satunya nutrisi zat besi. Biofortifikasi tanaman melalui mikroorganisme pemacu pertumbuhan tanaman dianggap sebagai pendekatan tambahan yang menjanjikan dalam menambah konsentrasi mikronutrien selain meningkatkan hasil dan kesuburan tanah. Umumnya, tanaman mengambil besi dari tanah yang kaya akan bentuk teroksidasi (Fe3+). Mikroorganisme seperti bakteri dan jamur memiliki kecenderungan untuk menghasilkan senyawa dengan berat molekul rendah (<10 kD), siderofor untuk mengasingkan senyawa besi. Akar tanaman dapat mengambil siderofor yang disekresikan oleh pemacu pertumbuhan tanaman mikroorganisme, sehingga meningkatkan penyerapan zat besi.
Cara mudah lainnya untuk memenuhi kebutuhan zat besi dapat dengan mengonsumsi makanan seperti telur, daging merah, kacang-kacangan, biji-bijian,sayuran berdaun hijau, hingga buah kering. Penyerapan zat besi dapat dimaksimalkan dengan konsumsi vitamin C yang banyak dan menghindari konsumsi teh atau kopi terlalu dekat dengan jam makan karena keduanya dapat mengganggu penyerapan zat besi.
Artikel rujukan:
Yi Chia, H., Yueching, W., Song-Lin W., Chien-Hsiang C., Kuo-Hsiung S.(2001).Nutrient Intakes and Iron Status of Eldery Men and Women.Nutrition Research: Elsevier. https://doi.org/10.1016/S0271-5317(01)00308-6
Shubham Kumar, T. Anukiruthika, Sayantani Dutta, A.V. Kashyap, Jeyan A. Moses, C. Anandharamakrishnan.(2020). Iron deficiency anemia: A comprehensive review on iron absorption, bioavailability and emerging food fortification approaches. Trends in Food Science and Technology: Elsevier. https://doi.org/10.1016/j.tifs.2020.02.021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H