Mohon tunggu...
Syifa Maharani Bidayatulfarhah
Syifa Maharani Bidayatulfarhah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Searing Mahasiswa Hukum Dari Universitas Islam Indonesia yang memiliki ketertarikan dalam bidang hukum perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Martabat Hakim

11 September 2023   16:19 Diperbarui: 11 September 2023   16:39 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa seseorang yang berprofesi sebagai Hakim dikatakan sebagai Wakil Tuhan? Apabila kita melihat dalam sebuah putusan hakim pada bagian atas sebelah kiri kita dapat melihat terdapat sebuah kalimat "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Hal tersebutlah yang membuat seorang hakim dapat dikatakan sebagai wakil Tuhan karena dalam membuat keputusan ia haruslah didasarkan kepada tanggungjawabnya, yaitu tanggungjawab kepada diri sendiri, pencari keadilan, dan kepada Tuhan. 

Selain itu jika dilihat dari sudut pandang masyarakat, hakim merupakan seseorang yang dapat memberikan kepastian hukum yang memenuhi rasa keadilan bagi pencari keadilan, namun apabila hanya menitikberatkan kepada kepastian hukum yang mana hanya berdasarkan pada undang-undang atau secara formal saja, hal tersebut kuranglah pas namun perlu dilihat juga dari penemuan hukum yang jelas yang dibuktikan dalam proses persidangan. Maka dari itu, kita dapat menyimpulkan dengan sederhana bahwa seorang hakim itu mengemban sebuah amanat yang sangat mulia berupa memberikan keadilan yang sama kepada para pencari keadilan.

Dalam memberikan sebuah keadilan terkadang terdapat pihak yang tidak setuju terhadap putusan yang diberikan oleh hakim, sehingga arti dari sebuah keadilan itu sendiri tergantung dari sudut pandang mana kita melihat isi putusan yang diberikan oleh majelis hakim. Sebuah putusan dapat menjadi salah satu faktor terjadi Perbuatan Merendahkan Kehormatan Martabat Hakim. Mengapa demikian? Karena seperti apa yang telah disampaikan sebelumnya bahwa putusan yang diberikan belum tentu memberikan sebuah keadilan bagi salah satu pihak yang menjadi alasan terjadinya suatu tindakan yang dapat dikatakan sebagai PMKH, perbuatan tersebut dapat kita temukan didalam Peraturan Komisi Yudisial Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa "Perbuatan merendahkan kehormatan dan keluruhan martabat hakim adalah perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan Hakim di dalam maupun luar persidangan, menghina Hakim dan pengadilan". Berdasarkan pada isi Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa PMKH dapat dilakukan oleh siapa saja dan dalam bentuk apapun baik bentuk verbal maupun non-verbal, seperti karena perbuatan yang berasal dari hakim itu sendiri, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum, dan ketidakpuasan pihak terhadap putusan yang diberikan hakim. Contoh seperti kasus yang terjadi kepada seorang Hakim di PN Jakarta Pusat yang mendapat perlakuan buruk berupa sebuah pukulan dari seorang Pengacara, Hakim yang diteriaki oleh Pihak Tergugat, dan masih banyak lagi kejadian lainnya.

Selain peraturan diatas terdapat peraturan lain yang terkait dengan sanksi dari PMKH, yaitu dalam Pasal 217 KUHP dan 310 KUHP yang intinya didalam Pasal 217 KUHP menyatakan bagi seseorang yang melakukan PMKH, maka akan diberikan sanksi berupa hukuman penjara selama-lamanya tiga minggu dan denda paling banyak Rp 1.800 dan dari hal tersebut memunculkan potensi pencemaran nama baik bagi hakim yang berbentuk sebuah penghinaan, maka sanksi yang diberikan adalah hukuman penjara paling lama sembilan bulan dan denda paling banyak Rp 4.500 sebagaimana isi Pasal 310 KUHP. Dari tiga peraturan yang sama tulis dapat dikatakan bahwa PMKH merupakan perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan kepada

seseorang yang memberikan keadilan kepada pencari keadilan yang dalam membuat putusan tersebut didasarkan pada peraturan yang ada dan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai dengan pembuktian dalam persidangan. Oleh karena itu, meskipun profesi hakim memiliki kedudukan yang tinggi dalam membuat keputusan dari suatu perkara, namun dalam putusannya belum tentu memberikan keputusan yang pas, sepatutnya kita memiliki kesadaran untuk menjaga kedudukan dan martabat hakim dan tidak melakukan perbuatan tercela kepada hakim. Bagi pihak yang merasa dirugikan oleh putusan majelis hakim diberikan kesempatan untuk melakukan upaya hukum atas putusan yang telah diberikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun