Mohon tunggu...
Syifa Lubil
Syifa Lubil Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN KHAS JEMBER

Apapun yang kamu lakukan, lakukan dengan baik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Gender Dalam Pendidikan

14 Desember 2021   21:23 Diperbarui: 14 Desember 2021   21:44 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Pengertian Gender Dan Pendidikan

  •   Gender
  •  Kata-kata genre ditinjau dari segi struktur linguistik (tata ahasa) erasal dari bahasa Inggris berasal dari gender (Echols dan Shadiliy 1996: 265) atau diseut  aljins dalam bahasa Arab (Wehr 1980:11) jadi ketika seseorang mengacu pada gender yang kami maksud adalah gender menggunakan pendekatan linguistik. Sementara itu dalam Encyclopedia of Women Studies (1999: 33) dijelaskan ahwa gender adalah  konsep udaya yang ertujuan untuk menciptakan peredaan peran perilaku karakteristik psikologis dan afektif antara Laki-laki dan perempuan yang erkemang dalam masyarakat.
  •  menurut para ahli :

 * Ann Oakley seorang sosiolog Inggris adalah orang pertama yang memahas konsep gender dan memedakan antara istilah seks dan gender. Menurutnya gender adalah peredaan yang tidak iologis dan ukan kodrat Tuhan melainkan diciptakan oleh laki-laki dan perempuan melalui proses sosial dan udaya.

 * Penggunaan gender dalam pengertian ini menurut Showalter mulai anyak digunakan pada tahun 1997 ketika sekelompok feminis London tidak lagi menggunakan isu patriarki tetapi menggantinya dengan gender (Nafisah 2008: 2).

 * Menurut Adullah (2003: 266) menjelaskan ahwa gender adalah konstruksi sosial udaya yang memedakan karakteristik laki-laki dan perempuan. Meskipun jenis kelamin laki-laki sering erhuungan erat dengan jenis kelamin dan jenis kelamin perempuan terkait dengan jenis kelamin perempuan huungan antara jenis kelamin dan jenis kelamin sangat tepat. Memang apa yang dianggap maskulin dalam satu udaya dapat dianggap feminis di udaya lain. Dengan kata lain kategori maskulinitas atau feminisme tergantung pada konteks sosial udaya setempat.

 * Umar (1998:99) bahwa gender adalah konsep kultural yang digunakan untuk membedakan perbedaan dalam hal peran, perilaku, dan lain-lain antara pria dan wanita yang berkembang didalam masyarakat yang didasarkan pada rekayasa sosial. Sementara itu,

 * Wilson dalam Gonibala (2007:31-32) mendefinisikan gender sebagai suatu dasar untuk menetukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan.

  • Pengertian Pendidikan

Pendidikan dalam bahasa Yunani bersal dari kata padegogik yaitu ilmu membimbing anak orang romawi melihat pendidikan sebagai educare yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan mewujudkan anak yang dibawa lahir didunia. Bangsa jerman melihat pendidikan sebagai erziehung yang setara dengan pendidikan, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa jawa pendidikan berarti panggulawentah (penglolaan), mengubah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan atau watak, mengubah kepribadian sang anak.

Dalam Kamus Beasar Bahasa Indonesia pendidikan berasala dari kata dasar didik (mendidik) yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlaq dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan memiliki pengertian proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, prose perbuatan, cara mendidik. KI Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran seperti jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.

2. Problematika Gender Dalam Pendidikan

  • Dalam aspek kehidupan masyarakat seperti  pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, agama, dan aspek lainnya, terlihan betapa pentingnya ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan. Salah satu aspek yang disparasitas adanya bias gender dalam pendidikan dapat diamati dalam perkembangan kurikulum dan juga rendahnya kualitas pendidikan. 
  • Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 UUD 1945 dinyatakan bahwa "setiap warga Negara berhak atas pendidikan ". Meskipun kata dalam pasal tersebut mengandung arti bahwa  laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama atas pendidikan formal, namun pada kenyataannya masih terdapat asumsi yang menghalangi perempuan untuk berpartisipasi dalam program pendidikan  formal.
  • Ada tiga aspek permasalahan gender dalam pendidika yaitu :
  • Akses
  • Access adalah institusi pendidikan yang sulit dijangkau. Ada banyak sekolah dasar di setiap kabupaten tetapi tidak banyak untuk kelas lanjutan seperti sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Tidak setiap daerah memiliki sekolah menengah pertama atau leih tinggi sehingga anyak siswa  harus menempuh jarak yang jauh untuk sampai ke sana. Dalam masyarakat yang masih tradisional orang tua seringkali tidak mau menyekolahkan anak perempuannya jauh-jauh karena khawatir akan nyawanya. Begitu anyak gadis terpaksa tinggal di rumah. Belum lagi beban pekerjaan rumah tangga yang banyak dipikul oleh anak perempuan sehingga memuat mereka kesulitan untuk keluar rumah. Akumulasi faktor terseut menyebabkan banyak siswa yang cepat putus sekolah.
  • Partisipasi
  • Partisipasi meliputi faktor-faktor di bidang statistika pemelajaran dan  pendidikan. Dalam masyarakat kita  Indonesia  terdapat banyak nilai budaya tradisional yang menempatkan tugas utama perempuan dalam lingkup keluarga dan seringkali anak perempuan sulit mendapatkan berbagai kesempatan  pendidikan formal sampai atas tertentu. Sering ada keluhan bahwa jika dalam keluarga teratas anak laki-laki harus diprioritaskan untuk ersekolah. Hal ini iasanya erkaitan dengan tanggung jawa laki-laki ketika sudah dewasa dan sudah menikah yaitu  harus menjadi kepala keluarga dan pencari nafkah.
  • Manfaat dan Penguasaan
  • Faktanya angka buta huruf di Indonesia didominasi oleh  perempuan. Pendidik ukan hanya sekedar proses pemelajaran melainkan salah satu "sumer" agi segala pengetahuan sehingga menjadi alat yang efektif untuk transfer nilai termasuk  yang terkait dengannya terkait isu gender. Dengan demikian pendidikan juga merupakan sarana sosialisasi udaya yang erlangsung secara formal ahkan di sekolah.

Perilaku yang tampak dalam kehidupan sekolah, interaksi antara guru-siswa, guru-siswa, siswa dan siswa baik di dalam maupun di luar kelas pada saat jam pelajaran dan saat istirahat akan mengungkapkan struktur gender yang telah dibangun selama ini. Selain itu, penataan tempat duduk siswa, penataan barisan, pelaksanaan ritual tidak bisa dipisahkan darinya. Siswa laki-laki selalu ditempatkan pada posisi yang lebih menentukan, misalnya ketua organisasi kemahasiswaan, ketua kelas, diskusi kelompok, atau mengidentifikasi kesempatan untuk bertanya dan mengemukakan pendapat. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan gender muncul dalam proses pembelajaran di sekolah.

3. Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan 

Kesetaraan gender direpresentasikan dengan adanya posisi yang setara antara laki-laki dan perempuan  dalam pengamilan keputusan dan memanfaatkan peluang yang ada di sekitarnya. Kesetaraan gender memerikan penghargaan dan kesempatan yang sama agi perempuan dan laki-laki untuk mendefinisikan keinginan mereka dan memaksimalkan kemampuan mereka di idang yang ereda. Tidak peduli  dia  iu rumah tangga presiden uruh parik sopir pengacara guru atau profesi lain jika kondisi itu tidak menghampirinya maka tidak isa dikatakan dia diterima nikmati kesetaraan gender. Di sisi lain erkemangnya isu gender di masyarakat dan maraknya inisiatif untuk memperjuangkan kesetaraan gender juga memuat seagian kalangan ragu-ragu.

 Istilah "kesetaraan gender" sering disalahpahami ketika merujuk pada pekerjaan dan tanggung jawa laki-laki. Kondisi demikian menyiratkan adanya kerancuan dalam pemaknaan kesetaraan gender. Kesetaraan gender tidak erarti menyerahkan semua pekerjaan laki-laki ke pundak perempuan juga tidak erarti ahwa tanggung jawa dan kewajian  suami dipikul oleh istrinya. Jika demikian ukan "kesetaraan" yang tercipta melainkan peningkatan ean dan penderitaan  perempuan.

 Hakikat kesetaraan gender adalah menganggap semua orang  sama dan sederajat (equality) aik laki-laki maupun perempuan. Karena kedudukan yang sama maka setiap individu mempunyai hak yang sama saling menghormati fungsi dan tugas masing-masing sehingga tidak ada  pihak yang erhak merasa dirinya leih tinggi atau memiliki kedudukan yang leih tinggi dari yang lain. Ringkasnya esensi kesetaraan gender adalah keeasan untuk memilih peluang yang diinginkan tanpa  tekanan dari pihak lain untuk memiliki posisi dan kesempatan yang sama  dalam pengamilan keputusan dan untuk menuai manfaat dari lingkungan kesetaraan gender.

Untuk lebih memahami bagaimana kesetaraan gender dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari berikut ilustrasi sederhana yang terjadi pada dua keluarga:

  • Pertama perempuan memilih untuk melakukan pekerjaan rumah dan suami memilih menjadi pekerja. Ketika memuat keputusan dalam keluarga seorang wanita eas menentukan apakah dia ingin ekerja di luar atau di dalam keluarga. Demikian pula sang suami tidak segan-segan erganti peran ketika istrinya dieri kesempatan ekerja di parik. Dalam hal ini dapat dikatakan ahwa kesetaraan gender telah tercipta  dalam keluarga. Perempuan tidak dipaksa oleh suaminya untuk tinggal di rumah dan suami tidak dipaksa ekerja di parik. Mereka memilih peran sesuai dengan kemampuan dan keinginan masing-masing pihak tanpa paksaan atau tekanan dari istri atau suami. Kesetaraan gender tercipta ketika suami dan istri memiliki kesempatan yang sama untuk memilih jenis pekerjaan yang mereka sukai dan memiliki kedudukan yang setara dalam mengamil keputusan  keluarga.
  • Yang kedua adalah wanita yang ekerja seagai pengacara atas permintaan suaminya. Istri selalu ekerja di awah tekanan suaminya tidak memiliki keeasan untuk mengungkapkan pendapatnya dan tidak dapat memilih pekerjaan lain yang diinginkannya. Biasanya kita hanya memeri dan menilai sesuatu  dari penampilannya. Begitu juga dengan kesetaraan gender. Orang sering mengasosiasikan kesetaraan gender dengan jenis pekerjaan yang dilakukan  perempuan.

Namun melihat contoh dari dua keluarga di atas menjadi jelas  bahwa jenis pekerjaan  yang dipilih  seseorang atau tempat kerja yang mereka pilih bukanlah ukuran  kesetaraan di antara keduanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun