Mohon tunggu...
Syifa Kharisma Putri
Syifa Kharisma Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Saya memiliki hobi menggambar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesenian Ebeg

12 September 2024   21:08 Diperbarui: 12 September 2024   21:12 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Pendahuluan

Indonesia adalah negara yang memiliki banyak kebudayaan di tiap-tiap daerahnya. Kebudayaan daerah satu berbeda dengan kebudayaan daerah lainnya. Menurut Wikipedia Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Jadi, pengertian kebudayaan secara umum adalah tata cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh bersama serta diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.

Keragaman kebudayaan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, yaitu Letak strategis wilayah Indonesia, Kondisi alam, Bentuk negara kepulauan, Transportasi dan komunikasi, dan juga Kondisi alam wilayah Indonesia. Salah satu bentuk kebudayaan yang ada di Indonesia adalah seni pertunjukan.

Seni pertunjukan di Indonesia dapat diartikan berupa seni tari, seni musik dan seni teater atau drama. Setiap seni pertunjukan dari wilayah Indonesia memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan daerah lainnya. Seni pertunjukan yang akan dibahas dalam artikel ini adalah seni tari. Seni tari adalah suatu gerakan yang berirama, dilakukan di suatu tempat dan waktu tertentu untuk mengekpresikan suatu perasaan dan menyampaikan suatu pesan yang terkandung dalam tari tersebut.

Wilayah Kabupaten purbalingga provinsi Jawa tengah memiliki kesenian tarian tradisional yang tidak kalah menarik untuk dipelajari. Kesenian tersebut adalah Tari Ebeg atau yang dikenal juga oleh masyarakat Jaran kepang atau kuda lumping.

Ebeg adalah Kesenian daerah yang dipentaskan menggunakan boneka kuda yang terbuat dari anyaman bambu yang diberi hiasan rambut dikepalanya menggunakan ijuk. Tarian ini sangat populer di daerah Purbalingga dan sekitarnya. Walaupun ebeg sudah ada dari jaman dahulu, tetapi antusiasme masyarakat tidak pernah hilang. Pertunjukan ebeg selalu dihadiri oleh banyak pengunjung dan tidak pernah sepi.

Namun kita sebagai generasi muda seharusnya bisa mengangkat kesenian ebeg ini ke kaca Nasional atau bahkan internasional. Tujuan penulisan artikel ini adalah supaya masyarakat di luar sana tahu bahwa ada Kesenian asal purbalingga yang sangat menarik untuk dipelajari dan patut diapresiasi. Penulisan artikel ini menggunakan metode wawancara kepada narasumber, dan bersumber juga dari jurnal ilmiah.

B. Pembahasan

Ebeg memiliki cerita sejarah yang menarik untuk dikulik. Tarian ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke-16. Menurut sumber Wikipedia Ebeg berasal dari kata eblek yang memiliki arti anyaman bambu berbentuk kuda, yang digunakan sebagai properti dalam tarian tersebut. Dalam tarian Ebeg biasanya dibawakan oleh penari laki-laki yang berjumlah 8-12 orang penari. Ebeg merupakan kesenian asli dari Purbalingga, hal ini dibuktikan oleh iringan yang digunakan pada saat pementasannya yaitu menggunakan lagu-lagu yang menggunakan bahasa ngapak. Misalnya Eling-Eling, Ricik-Ricik Banyumasan, Tole-Tole, Waru Doyong, Sekar Gadung, Ana Maning Modele Wong Purbalingga dan lain-lain. Lagu lagu ini berisi tentang kehidupan masyarakat tradisional dan juga pesan-pesan yang memiliki nilai moral yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Tarian ini biasa dibawakan dari pagi hingga selesai pada sore hari para penari seolah-olah sedang menunggangi kuda dengan gagah berani dan tak kenal takut.

Tarian ebeg biasanya di iringi menggunakan alat musik calung Banyumasan atau gamelan Banyumas. Perangkat musik khas banyumas lainnya seperti gambang barung, gambang penerus, dhendhem, saron, bonang, kenong, gong dan kendhang. Pada awalnya tarian ebeg di iringi menggunakan alat musik bandhe, yaitu alat musik yang berbentuk seperti gong terbuat dari logam namun memiliki ukuran yang lebih kecil. Seiring dengan perkembangan zaman Tarian Ebeg sekarang digunakan sebagai sarana hiburan saat ada hajatan atau khitanan biasanya tuan rumah akan mengadakan tarian ebeg untuk disaksikan bersama dengan warga sekitar.

Dalam Tarian ebeg memiliki beberapa bagian atau fragmen dalam pementasannya, bagian-bagian itu diantaranya adalah:

1. persiapan kostum dan topeng.

Para penari membersihkan dan mempersiapkan kostum dan topeng dengan penuh kesakralan. Mereka dipercaya sedang berkomunikasi dengan roh leluhur yang ada dalam kostum dan properti tersebut.

2. memasuki alam gaib melalui gerakan tari.

 Para penari menari dengan penuh konsentrasi dan kehadiran dalam setiap gerakan. Melalui gerakan tarian inilah mereka menghubungkan diri dengan alam gaib dan menerima kekuatan magis.

3. Mendem atau wuru

Pemain akan memasuki kondisi kesurupan dalam Bahasa Banyumasan dan mulai melakukan atraksi-atraksi unik.  Konon para penari dimasuki oleh indang mereka. Indang adalah sejenis roh halus yang akan diminta untuk merasuk ke dalam tubuh pemain Ebeg sehingga dapat mendem atau kerasukan. Bentuk-bentuk seperti ini merupakan ciri dari kesenian yang terlahir pada zaman animisme dan dinamisme.

4. Atraksi-atraksi unik

Atraksi yang dilakukan seperti makan beling atau pecahan kaca, makan dedaunan yang belum matang, makan daging ayam yang masih hidup, berlagak seperti monyet, ular, harimau, dan lain-lain. Biasanya para pengunjung yang hadir juga ada yang akan mengalami kerasukan. Dalam masyarakat memiliki mitos pantangan yaitu tidak boleh menggunakan baju merah karena nanti akan dirasuki oleh roh leluhur, tetapi mitos ini belum terbukti kebenarannya karena hanya desas-desus di masyarakat saja.

Dalam tarian ebeg juga ada orang yang berperan sebagai dukun Ebeg, atau orang yang menyembuhkan para penari yang kerasukan roh leluhur. Dukun Ebeg memiliki tugas yang sangat penting dalam tarian ebeg, atau bisa dikatakan sebagai penentu berhasil atau tidaknya tarian Ebeg. Dukun Ebeg berasal dari berbagai latar belakang seperti sesepuh atau orang pintar yang bisa berurusan dengan hal-hal mistis. Walaupun terdengar menyeramkan karena berbau hal-hal mistis, tetapi inilah yang menarik perhatian para pengunjung yang datang. Konsep mistis yang dipadukan dengan tarian dan iringan gamelan Banyumasan serta tembang-tembang berbahasa Jawa ngapak, menjadi perpaduan yang sangat menarik untuk ditonton. Dukun Ebeg juga bertugas untuk memanggil dan memulangkan indang yang merasuki para penari.

Tata rias para penari Ebeg, wajah para penari akan dirias sedemikian rupa mengubah karakter wajah menjadi karakter tokoh yang dibawakan penari. Bagian kelopak mata akan dirias menggunakan Eyeshadow berwarna merah, hijau atau biru, warna merah melambangkan keberanian. Bagian alis menggunakan warna coklat atau hitam. Pada bagian pelipis kanan dan kiri penari digambar Sogokan dan ghodeg, sogokan berbentuk paruh burung dan ghodeg berbentuk seperti bunga turi. Untuk pewarna bibir menggunakan warna merah hati supaya memberikan kesan segar kepada penari juga terlihat oleh penonton yang jaraknya tidak dekat dengan penari dan untuk pewarna pipi menggunakan warna yang cerah sehingga memberikan kesan tegas kepada penari.

Tarian Ebeg ini tak hanya bersifat sebagai hiburan semata, namun juga mengandung makna penting yang disampaikan kepada para penonton. Pesan tersebut seperti semangat perjuangan melawan penindasan, keberanian dan ketegaran, dan heroisme.

Ebeg juga merupakan sebuah ajaran yang luhur yang dikemas oleh kanjeng Sunan Kalijaga untuk menjadikan manusia menjadi manusia yang sesungguhnya. Ebeg ketika orang wuru atau mendhem akan semuanya diteribos tanpa terkecuali, berjalan tidak beraturan. Namun ketika menggunakan jaran dia akan berjalan sesuai dengan iramanya yang harmonis dan serasi. Dalam hal ini jaran diibaratkan sebagai ajaran hidup atau agama.

C. Kesimpulan

Setiap kebudayaan daerah memiliki pesan moral yang sangat menggambarkan perjuangan dan kehidupan kita walaupun tari Ebeg terkenal dengan keterkaitannya dengan roh leluhur atau makhluk halus  tetapi tari Ebeg tetap mengandung pesan moral yang baik untuk semua penikmatnya. Terus lestarikan kebudayaan daerah kita, karena jika bukan kita yang melestarikannya lantas siapa yang akan menjaga ke eksistensiannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun