…….
***
Bersanding denganmu, adalah hal terindah, yang selalu kita banggakan, yang menjadi tujuan utama. Juga karenanya, aku yakin, kau benar dalam bersungguh-sungguh. Melihatmu lebih rapi dari biasanya, merekam setiap detik indah yang dirasakan sekali seumur hidup. Ternyata, kau benar-benar mewujudkannya. Walau diakhir cerita, bukan aku yang bersanding tepat disebelahmu…
Setelan jas hitam, nuansa ruangan yang klasik, bau khas prasmanan dengan musik kegembiraan. Aku bahkan tidak sabar mengenal ia yang beruntung mendapatkanmu… polesannya cantik, sepertinya ia memang benar-benar baik. Aku turut bersyukur atas kebahagiaanmu.
Aku memilih untuk tidak berbicara, mengenai apa-apa yang seharusnya kita luruskan. Aku lebih takut kau mengubah pola pikirmu, kemudian memilih aku, walau itu hal yang paling tidak mungkin, tapi sejenak sempat terpikir. Bahkan sempat aku harapkan dalam doa, jahatnya aku. Pertemuan kita dibelakang, hanya sebatas senyum, saling pandang, dan ku tutup dengan membereskan letak jasmu; seperti pertama kali kau melamar kerja waktu itu.
.
.
.
Hallo, masa lalu…
Ternyata aku harus benar-benar melupakanmu, meski belum tentu aku tepati. Selamat ya! Aku turut bangga dengan semua yang kau lakukan hingga saat ini, hingga aku dapat berdiri tepat di depan pelaminan. Di mana kau melemparkan semua senyum, kepada setiap orang yang menyalamimu, yang turut serta mendukung usahamu untuk melangkah, meninggalkan aku, masa lalumu…
Terimakasih karena ternyata, kau masih tidak lupa untuk menulis nama panjangku, bahkan dengan panggilan sayangmu, yang menjadi panggilan keseharianku, di kolom undangan itu.