Mohon tunggu...
Syifa Hanina
Syifa Hanina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam 2C, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mendakwahkan Bisnis Online - Syifa Hanina

20 Mei 2024   16:51 Diperbarui: 20 Mei 2024   17:16 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Dr. Syamsul Yakin, MA. & Syifa Hanina

(Selaku Dosen & Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Sekarang, internet tidak hanya digunakan untuk mencari informasi, tetapi juga sebagai tempat untuk mencari penghasilan. Melalui platform jual beli online, berbagai jenis barang ditawarkan, mulai dari pakaian, perabotan, buku, barang elektronik, hingga makanan dan minuman. Semua ini dikenal sebagai bisnis online.

Menghasilkan uang melalui internet merupakan peluang bisnis yang terjangkau dan mudah. Selain itu, potensi pasar tidak terbatas seperti bisnis offline. Modal yang diperlukan untuk memulai bisnis online relatif kecil, dan biaya operasional dapat diminimalkan. Berbeda dengan bisnis offline yang terbatas oleh waktu, bisnis online beroperasi selama 24 jam sehari.

Pada awalnya, bisnis dianggap sebagai kegiatan yang diperbolehkan atau diizinkan. Ini karena bisnis pada dasarnya adalah pertukaran yang saling menguntungkan, yang berkembang setelah masa barter. Keuntungan dalam bisnis tidak lagi berupa barang, tetapi uang. Bisnis menghasilkan keuntungan melalui penjualan barang atau jasa. Secara historis, bisnis telah menjadi bagian dari realitas sosial dan antropologis dengan berbagai bentuk dan regulasi.

Bisnis online seringkali dipertanyakan: apakah halal atau haram? Secara normatif, bisnis dianggap halal jika memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam hukum Islam. Ini termasuk adanya penjual dan pembeli, barang atau jasa yang diperdagangkan, serta transaksi yang disertai dengan komunikasi baik lisan maupun tulisan. Jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, maka bisnis tersebut dianggap haram.

Dalam bisnis online, status penjual dapat menimbulkan pertanyaan apakah mereka adalah pemilik barang atau memiliki kewenangan atas barang tersebut. Kedua status penjual ini dianggap halal, seperti halnya dalam bisnis offline. Namun, ada lagi status penjual yang perlu dipertimbangkan. Pertama, penjual yang menawarkan jasa pengadaan barang dengan imbalan tertentu. Kedua, penjual yang tidak memiliki barang tetapi dapat mengatur pengadaan barang untuk pelanggan.

Semua jenis transaksi ini dianggap halal jika kedua belah pihak sama-sama puas dengan kesepakatan tersebut. Namun, jika ada salah satu pihak yang belum mencapai usia yang cukup, syarat bisnis dianggap tidak terpenuhi. Ketika transaksi dilakukan dengan sumpah baik lisan maupun tertulis, harus dilakukan oleh pemilik langsung atau seseorang yang diberi wewenang atau kuasa.

Pertanyaan berikutnya adalah apakah bisnis online dianggap sesuai dengan rukun dan syarat jual beli konvensional menurut pandangan para ahli hukum Islam. Dalam pandangan ortodoksi ulama, semua jenis jual beli diizinkan selama mematuhi rukun dan syarat yang telah ditetapkan. Melanggar rukun jual beli, seperti tidak adanya barang yang diperdagangkan, akan membuat transaksi tersebut dianggap haram.

Meskipun adanya barang secara fisik bukanlah syarat mutlak untuk sebuah transaksi, dalam bisnis online, spesifikasi barang biasanya ditampilkan secara audio-visual melalui media internet, yang merupakan platform untuk melakukan transaksi. Penjual dan pembeli tidak harus bertemu secara langsung, karena pertemuan fisik bukanlah syarat utama dalam jual beli.

Artinya dalam bisnis online, saat penjual menampilkan barang beserta spesifikasi dan harga di media sosial, dan kemudian pembeli merespons dengan memesan barang secara online, ini dianggap sebagai pertemuan antara penjual dan pembeli. Selain itu, aspek yang tak kalah pentingnya adalah kejujuran di antara keduanya.

Dalam bisnis online, selain mematuhi rukun dan syarat jual beli, penting juga untuk memastikan kualitas fisik barang yang dijual, baik dari segi kehalalannya secara substansial maupun proses memperolehnya. Meskipun transaksi yang terjadi memenuhi rukun dan syarat secara sempurna, menjual barang curian secara online akan tetap dianggap tidak halal.

Dalam bisnis online, pedagang dapat menawarkan gambar barang secara audio-visual tanpa memiliki barang fisik tersebut. Jika pedagang mensyaratkan pembayaran penuh dari pembeli sebelum mengirim barang, transaksi ini dianggap halal. Dalam konteks fikih klasik, ini dikenal sebagai akad salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun