Silicon Valley merupakan pusat industri teknologi global perusahaan-perusahaan besar seperti Google, Apple, Facebook, serta startup lainnya. Silicon Valley memiliki sisi kelam di balik inovasi dan kemajuannya. Pengaruh kapitalisme terhadap pekerja Silicon Valley dapat dianalisis melalui teori Marxisme.Â
Meskipun industri ini dikenal dengan inovasi dan pertumbuhannya yang pesat, upah yang tinggi serta peluang karir yang menjanjikan, namun nyatanya terdapat juga eksploitasi dengan tekanan kerja yang tinggi dan ketimpangan antara para pekerja teknologi bergaji tinggi dan pekerja kontrak dengan upah rendah.
Karl Marx menggagas teori Marxisme bertujuan untuk mengkritik tindakan eksploitatif kelas borjuis terhadap kelas proletar dalam sistem kapitalisme. Karl Marx berpendapat bahwa pemenuhan materi merupakan hal yang mendasari adanya struktur kapitalisme.
Marxisme mengutamakan kebebasan individu dalam melakukan keinginannya tanpa adanya paksaan atau tindasan dari sebuah kaum ataupun kelompok masyarakat. Dalam teori Marxisme terbagi dua kelas sosial yang juga merupakan aktor utama dalam teori ini yaitu Kaum Borjuis yang merupakan kelompok pemilik perusahaan teknologi besar yang memiliki modal serta mendapat keuntungan besar dalam kegiatan inovasi teknologi.Â
Kemudian terdapat Kaum Proletar yang merupakan sebuah kelompok buruh pekerja teknologi seperti programmer ataupun pekerja kontrak seperti staff yang menjual tenaganya demi mendapat upah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan seringkali mengalami eksplotasi.
Eksploitasi Tenaga Kerja
Pekerja kontrak di Silicon Valley seringkali mendapat upah rendah tanpa adanya asuransi kesehatan dan fasilitas lainnya. Pekerja di Silicon Valley tentunya mengalami kondisi kerja yang sangat keras tanpa adanya jaminan pekerjaan jangka panjang.
Budaya Overwork sudah menjadi makanan sehari-hari para pekerja di Silicon Valley yang seringkali dituntut untuk memiliki dedikasi yang tinggi terhadap perusahaan dengan jam kerja yang panjang juga. Disamping itu, para pekerja dituntut memiliki performa kerja yang tinggi sebagai ekspektasi pemilik perusahaan dan diharapkan menyelesaikan pekerjaan dengan tenggat waktu yang ketat dan telah ditentukan.
Selain budaya overwork para pekerja, Lingkungan yang kompetitif  demi mendapat pengakuan dan mempertahankan posisi jabatan juga dapat memengaruhi tekanan mental dan emosional para pekerja di Silicon Valley yang dimana hal ini dapat memicu stress dan burnout yang berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan para pekerja.
Bekerja lembur melebihi jam normal merupakan fenomena yang biasa terjadi di antara para pekerja Silicon Valley. Hal ini dilakukan demi menyelesaikan tugas untuk memenuhi ekspektasi para atasan perusahaan selain itu, para pekerja seringkali kehilangan waktu cutinya demi mendapatkan peluang yang lebih pada perusahaan.Â
Tentunya hal ini mengganggu kesehatan fisik dan mental serta mengganggu keseimbangan kehidupan kerja. Fenomena lain dari kurangnya keseimbangan jam kerja adalah para pekerja kerap kali mengalami kesulitan dalam membangun kehidupan pribadi yang sejahtera dan seimbang.
Bagaimana Pekerja di Silicon Valley Teralienasi?
Para pekerja di Silicon Valley juga seringkali teralienasi dari hasil kerjanya yang diakibatkan oleh ketidakjelasan individu pekerja terhadap kontribusinya yang berdampak pada produk yang dimana hal ini dapat membuat para pekerja merasa tidak terhubung dengan hasil kerja mereka dan tidak memiliki rasa kepemilikan terhadap tugasnya ataupun pekerjaanya sendiri.