Sebagai upaya dari hal tersebut, saat ini memang sudah cukup banyak tersebar Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk menangani anak tunagrahita.
Namun menurut hemat saya, dengan SLB tidak memberikan dampak sosial yang cukup baik bagi para tunagrahita, karena mereka hanya berkumpul, berbaur, dan berinteraksi dengan sesamanya saja. Jika mereka merasa aman, nyaman, dan terbiasa dengan kondisi demikian, maka mereka tidak akan pernah bisa masuk ke dunia masyarakat yang sangat kompleks, mereka tidak terbiasa dan akan merasa terancam.Â
Untuk itu, sekolah inklusi merupakan opsi yang saya rasa cukup tepat untuk anak tunagrahita melatih aspek sosialnya. Sayangnya, belum banyak sekolah yang menerapkan sistem inklusi ini, faktor terbesarnya adalah kurangnya sumber daya. Karena meskipun mereka sekolah bersama dengan anak-anak normal lainnya, anak tunagrahita tetap perlu pendampingan dan penanganan khusus oleh guru pembimbing.Â
Sangat diharapkan untuk kedepannya banyak sekolah yang menerapkan sistem inklusi yang difasilitasi oleh guru pembimbing yang ahli di bidangnya untuk memudahkan para orang tua dengan anak tunagrahita yang mempertimbangkan kehidupan sosial anaknya. Selain itu, diperlukannya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai tunagrahita, agar semakin banyak dari mereka yang mengetahui dengan baik apa itu tunagrahita, dan aware jika ada penyandang tunagrahita di sekitarnya.
Demikianlah sedikit bahasan dan opini pribadi saya mengenai anak berkebutuhan khusus: tunagrahita. Semoga sedikitnya dapat membawa manfaat bagi masyarakat dan meningkatkan keasadaran diri untuk selalu merangkul sesama manusia. Mohon maaf bila terdapat banyak kekurangan dalam penulisan dan penyampaian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H