Nama: Syifa Amelia
NPM: 23010400156
Email Adress: Syifaamel1705@gmail.comÂ
Prodi: Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Mata Kuliah: Komunikasi Massa L
Dosen Pengampu: Ibu Sofia Hasna, S.I.Kom, M.A
Telah menjadi topik hangat setelah KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) mengusulkan Kembali revisi UU Penyiaran. Pasalnya banyak sekali yang terkena dampak dari hal ini. Tentunya ini tidak hanya berdampak pada media berbasis online, investigative journalism maupun content creator, tetapi juga Masyarakat yang hanya menjadi konsumen. Setelah 12 tahun terbengkalai, DPR RI akan melanjutkan pembahasan revisi UU Penyiaran. Namun, draft RUU terkini menuai banyak kritikan dari Masyarakat karena memuat pasal-pasal yang dinilai bermasalah. Bentuk kritikan tersebut dilakukan melalui berbagai bentuk seperti diskusi-diskusi internal oleh kalangan jurnalis dan mahasiswa, banyaknya Content Creator yang juga ikut menyuarakan tentang hal ini melalui postingan video di aplikasi Tiktok, hingga aksi demonstrasi untuk menolak RUU penyiaran di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin, 27 Mei 2024.
Salah satu poin kontroversi yakni, KPI bukan hanya mengawasi TV tapi juga platform penyiaran digital seperti Netflix, Disney+ atau video, bahkan ada kemungkinan juga pada Youtube dan Tiktok. RUU ini juga akan melarang TV menyiarkan ekslusif berita hasil investigasi, parah bukan? Pasal ini merugikan Masyarakat karena akses informasi dibatasi dan membungkam kebebasan pers, bahkan sampai mengikis demokrasi di negara kita.
Dengan ini, Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) boleh diapresiasi lantaran menunda pembahasan karena memperhatikan nilai-nilai pers sebagai pilar keempatnya demokrasi.Yang perlu kita tahu mengenai 3 catatan krusial pada RUU penyiaran ini yaitu, adanya pelanggaran hak asasi manusia, pengabaian terhadap Teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, Perluasan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Deretan Pasal Yang Kontroversial Dalam Draft RUU Penyiaran UU Nomor 32/2002
Pasal 8 ayat (1) berwenang (q) menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran. Dalam pasal ini tentunya sangat bertentangan dengan pasa 15 ayat (2) huruf d UU pers 40/1999 yang menyatakan salah satu fungsi dewan pers ialah memberikan pertimbangan dan menguapayakn penyelesaian pengaduan Masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.