Mohon tunggu...
syifa amelia
syifa amelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Seorang mahasiswi ilmu komunikasi FISIP universitas Muhammadiyah Jakarta angkatan 2023, lahir di Jakarta dengan hobi menonton film dan membaca buku.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika RUU Penyiaran di Indonesia Tahun 2024

5 Juli 2024   20:46 Diperbarui: 5 Juli 2024   20:53 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama: Syifa Amelia

NPM: 23010400156

Email Adress: Syifaamel1705@gmail.com 

Prodi: Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Mata Kuliah: Komunikasi Massa L

Dosen Pengampu: Ibu Sofia Hasna, S.I.Kom, M.A

Telah menjadi topik hangat setelah KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) mengusulkan Kembali revisi UU Penyiaran. Pasalnya banyak sekali yang terkena dampak dari hal ini. Tentunya ini tidak hanya berdampak pada media berbasis online, investigative journalism maupun content creator, tetapi juga Masyarakat yang hanya menjadi konsumen. Setelah 12 tahun terbengkalai, DPR RI akan melanjutkan pembahasan revisi UU Penyiaran. Namun, draft RUU terkini menuai banyak kritikan dari Masyarakat karena memuat pasal-pasal yang dinilai bermasalah. Bentuk kritikan tersebut dilakukan melalui berbagai bentuk seperti diskusi-diskusi internal oleh kalangan jurnalis dan mahasiswa, banyaknya Content Creator yang juga ikut menyuarakan tentang hal ini melalui postingan video di aplikasi Tiktok, hingga aksi demonstrasi untuk menolak RUU penyiaran di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin, 27 Mei 2024.

Salah satu poin kontroversi yakni, KPI bukan hanya mengawasi TV tapi juga platform penyiaran digital seperti Netflix, Disney+ atau video, bahkan ada kemungkinan juga pada Youtube dan Tiktok. RUU ini juga akan melarang TV menyiarkan ekslusif berita hasil investigasi, parah bukan? Pasal ini merugikan Masyarakat karena akses informasi dibatasi dan membungkam kebebasan pers, bahkan sampai mengikis demokrasi di negara kita.

Dengan ini, Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) boleh diapresiasi lantaran menunda pembahasan karena memperhatikan nilai-nilai pers sebagai pilar keempatnya demokrasi.Yang perlu kita tahu mengenai 3 catatan krusial pada RUU penyiaran ini yaitu, adanya pelanggaran hak asasi manusia, pengabaian terhadap Teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, Perluasan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Deretan Pasal Yang Kontroversial Dalam Draft RUU Penyiaran UU Nomor 32/2002

Pasal 8 ayat (1) berwenang (q) menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran. Dalam pasal ini tentunya sangat bertentangan dengan pasa 15 ayat (2) huruf d UU pers 40/1999 yang menyatakan salah satu fungsi dewan pers ialah memberikan pertimbangan dan menguapayakn penyelesaian pengaduan Masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

Pasal 50B ayat (2) huruf c pasal ini pada pokonya menyatakan Standar Isi Siaran (SIS) melarang penayangan ekslusif jurnalistik investigasi pada ayat (2) yang disebutkan selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai c penayangan ekslusif jurnalistik investigasi.

Pasal 50B ayat(2) huruf k SIS juga memuat laporan larangan mengenai penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohon, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme.

Pasal 51E di dalam pasal ini disebutkan sengketa yang timbul akibat keluarnya Keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Lalu Bagaimana Mengenai Konten-konten Dalam Bentuk kebebasan berpendapat/menyuarakan demokrasi di dalam   platform digital penyiaran, katanya harus verivikasi dulu ya ke KPI?

Sebenarnya Kebebasan berpendapat dan menyuarakan demokrasi di platform digital penyiaran memang isu yang kompleks. Di satu sisi, kebebasan berekspresi merupakan hak dasar dalam demokrasi. Platform digital memberikan ruang yang lebih luas bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat. Namun di sisi lain, ada kekhawatiran mengenai penyebaran informasi yang tidak akurat atau berpotensi menimbulkan perpecahan. Itulah mengapa muncul wacana verifikasi oleh KPI setelah RUU Penyiaran.

Dikarenakan RUU penyiaran ini masih tertunda, maka Masyarakat masih bisa menolak RUU penyiaran ini.

Bagaimana menurut kalian?

Referensi:

Fakhris Luthfianto Hapsoro (30, mei,2024) Problematika RUU Penyiaran: Perspektif Hukum Tata Negara https://iblam.ac.id/2024/05/30/problematika-ruu-penyiaran-perspektif-hukum-tata-negara/

Ady Thea DA (4, Juli, 2024) Menguras 3 Masalah Dalam RUU Penyiaran https://www.hukumonline.com/berita/a/mengurai-3-masalah-dalam-ruu-penyiaran-lt6686773c244f5/

Netflix Cs Terancam Kena Sensor KPI Jika Aturan Lolos di DPR. Setuju? (@paham.konteks) Tiktok, 2024 https://vt.tiktok.com/ZSYCwbhV8/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun