Mohon tunggu...
Alika Syifa Luthfiah Ail
Alika Syifa Luthfiah Ail Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Al Azhar Indonesia

halo... saya Alika Syifa Luthfiah Ail

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Psikoanalisis Kekerasan Seksual di Indonesia Berdasarkan Teori Sigmund Freud

16 Juli 2024   16:55 Diperbarui: 16 Juli 2024   16:59 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ANALISIS PSIKOANALISIS TENTANG KEKERASAN SEKSUAL DI INDONESIA BERDASARKAN TEORI SIGMUND FREUD

 Pendahuluan

Kekerasan seksual adalah bentuk kekerasan yang melibatkan pemaksaan tindakan seksual terhadap individu tanpa persetujuan mereka. Kekerasan seksual mencakup berbagai tindakan yang dilakukan dengan cara memaksa, mengintimidasi, atau memanipulasi korban untuk melakukan atau mengalami tindakan seksual yang tidak diinginkan. Bentuk kekerasan ini bisa berupa pelecehan seksual, pemerkosaan, eksploitasi seksual, perdagangan manusia untuk tujuan seksual, dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya yang memiliki unsur seksual. Kekerasan seksual adalah masalah serius yang memiliki dampak psikologis, fisik, dan sosial yang mendalam bagi korban.

Korban kekerasan seksual sering mengalami trauma yang berkepanjangan, yang dapat mempengaruhi kesejahteraan mental dan emosional mereka. Rasa malu, rasa bersalah, dan ketakutan adalah beberapa emosi yang umum dirasakan oleh korban. Selain itu, dampak fisik dari kekerasan seksual bisa termasuk cedera, penyakit menular seksual, dan bahkan kehamilan yang tidak diinginkan. Dampak sosialnya juga signifikan, karena korban sering kali menghadapi stigma dan diskriminasi dari masyarakat, yang dapat mengisolasi mereka dan menghambat proses pemulihan. Kekerasan seksual adalah masalah serius yang berdampak luas di Indonesia. Dengan memahami teori psikoanalisis Freud, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang penyebab perilaku kekerasan seksual dan bagaimana cara mengatasinya.

Pembahasan

Menurut teori Sigmund Freud, kepribadian manusia terdiri dari tiga komponen utama: Id, Ego, dan Superego. Id adalah bagian dari kepribadian yang berisi dorongan dasar dan naluri, termasuk dorongan seksual, yang beroperasi berdasarkan prinsip kesenangan, mencari kepuasan instan tanpa mempertimbangkan konsekuensi. Ketika Id tidak dikendalikan dengan baik oleh Ego dan Superego, individu dapat melakukan tindakan yang merugikan orang lain, seperti kekerasan seksual. Ego berfungsi sebagai penengah yang realistis antara Id dan dunia nyata, mencoba menyeimbangkan dorongan Id dengan tuntutan realitas. Sementara itu, Superego merepresentasikan nilai-nilai moral dan norma sosial yang telah diinternalisasi, berusaha mengendalikan dorongan Id dengan memberikan panduan tentang apa yang dianggap benar dan salah. Gangguan seperti gangguan kepribadian antisosial dan gangguan seksual menjadi relevan. Individu dengan gangguan kepribadian antisosial cenderung tidak memiliki empati dan sering bertindak impulsif, mengabaikan norma sosial dan moral. Sementara itu, gangguan seksual melibatkan obsesi yang tidak sehat terhadap aktivitas seksual dan ketidakmampuan mengendalikan dorongan seksual. Ketika kedua gangguan ini ada, individu cenderung melakukan kekerasan seksual karena dorongan Id mereka yang kuat tidak dikendalikan oleh Ego dan Superego.

Gangguan kepribadian antisosial dan gangguan seksual adalah dua jenis gangguan yang relevan dalam kekerasan seksual. Gangguan kepribadian antisosial ditandai oleh perilaku impulsif dan kurangnya empati terhadap orang lain. Sementara itu, gangguan seksual meliputi obsesi yang tidak sehat terhadap aktivitas seksual dan ketidakmampuan untuk mengendalikan dorongan seksual. Kedua gangguan ini dapat mendorong individu untuk melakukan tindakan kekerasan seksual, karena mereka mungkin mengabaikan norma sosial dan moral yang seharusnya mengendalikan perilaku mereka.

Gejala gangguan kepribadian antisosial termasuk kurangnya rasa empati, perilaku impulsif, dan ketidakpatuhan terhadap norma sosial. Individu dengan gangguan ini sering kali tidak merasa bersalah atau menyesal atas tindakannya. Di sisi lain, gejala gangguan seksual mencakup obsesi yang berlebihan terhadap aktivitas seksual dan kesulitan mengendalikan dorongan seksual. Individu dengan gangguan ini mungkin memiliki fantasi seksual yang tidak wajar dan merasa terdorong untuk mewujudkan fantasi tersebut tanpa mempertimbangkan dampaknya pada orang lain.

Kasus seorang pria yang memiliki gangguan kepribadian antisosial dan gangguan seksual. Pria ini mungkin merasa bahwa ia memiliki hak untuk memaksakan kehendak seksualnya pada orang lain, mengabaikan norma sosial dan moral yang seharusnya mengatur perilakunya. Dalam situasi di mana dorongan Id mendominasi tanpa kendali yang memadai dari Ego dan Superego, pria ini mungkin tidak merasa bersalah atau menyesal atas tindakannya, karena kurangnya empati dan penghargaan terhadap hak-hak orang lain. Ia mungkin bertindak secara impulsif, mengejar kepuasan instan yang didorong oleh Id, tanpa mempertimbangkan konsekuensi negatif bagi korbannya. Kurangnya kontrol dari Ego membuatnya tidak mampu menengahi dorongan-dorongan Id dengan realitas, sementara Superego yang lemah atau tidak efektif gagal menanamkan rasa bersalah atau kesadaran moral yang seharusnya mencegah perilaku kekerasan tersebut.

Pendekatan terapi psikoanalisis dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini. Terapi psikoanalisis bertujuan untuk membantu individu mengenali dan mengendalikan dorongan Id mereka melalui proses yang dikenal sebagai katarsis. Terapi ini juga berusaha memperkuat fungsi Ego sehingga dapat menengahi antara dorongan Id dan tuntutan realitas. Selain terapi, pendidikan seksual yang komprehensif dan penegakan hukum yang ketat juga penting dalam mencegah kekerasan seksual. Pendidikan seksual dapat membantu individu memahami batasan-batasan yang sehat dalam hubungan seksual dan pentingnya menghormati hak orang lain. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual dapat memberikan efek jera dan mencegah terulangnya tindakan serupa.

Penutup

Kekerasan seksual merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis, termasuk dinamika kepribadian yang diuraikan oleh teori psikoanalisis Sigmund Freud. Pemahaman tentang bagaimana Id, Ego, dan Superego berinteraksi dapat memberikan wawasan penting mengenai penyebab perilaku kekerasan seksual. Individu dengan gangguan kepribadian antisosial dan gangguan seksual cenderung melakukan kekerasan seksual karena ketidakmampuan mengendalikan dorongan dasar mereka dan kurangnya empati terhadap orang lain. Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan multidimensional diperlukan. Terapi psikoanalisis dapat membantu individu mengenali dan mengendalikan dorongan-dorongan ini, sementara pendidikan seksual yang komprehensif penting untuk membentuk pemahaman yang sehat mengenai batasan dan hak dalam hubungan seksual. Penegakan hukum yang tegas juga harus diberlakukan untuk memberikan efek jera dan melindungi korban kekerasan seksual. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengembangkan intervensi yang lebih efektif dan strategi pencegahan yang komprehensif.

Daftar Pustaka

Ford, D. H., & Urban, H. B. (1963). Sigmund Freud's Psychoanalysis. In D. H. Ford & H. B. Urban, Systems of psychotherapy: A comparative study (pp. 109--178). John Wiley & Sons Inc.

Freud, S. (2012). A general introduction to psychoanalysis. Wordsworth Editions.

Luh Made Khristianti Weda Tantri. (2021). Perlindungan Hak Asasi Manusia Bagi Korban Kekerasan Seksual di Indonesia. Media Iuris Vol. 4 No. 2, Juni 2021.

Mark, D., Roy, S., Walsh, H., & Neumann, C. S. (2022). Antisocial personality disorder. In S. K. Huprich (Ed.), Personality disorders and pathology: Integrating clinical assessment and practice in the DSM-5 and ICD-11 era (pp. 391--411). American Psychological Association.

Salamor, Y.B., & Salamor, A.M. (2022). Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan (Kajian Perbandingan Indonesia-India).

Santoso, T., & Satria, H. (2023). Sexual-Violence Offenses in Indonesia: Analysis of the Criminal Policy in the Law Number 12 of 2022. Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, 10 (1), 59-79.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun