- [caption caption="Sumber Foto: Detik.com / Arif Pratama"][/caption]
Baru baru ini publik dihebohkan dengan kelakuan seorang siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) bernama Sonya Ekarina Depari. Remaja tanggung asal Medan ini menghardik seorang Polisi Wanita (Polwan) ketika mobil yang dikemudikan Sonya hendak ditilang karena melanggar aturan lalu lintas ketika Sonya dan teman-temannya melakukan konvoi sepulang sekolah pada hari terakhir Ujian Nasional (UN).
Yang makin menambah kegeraman publik adalah aksi Sonya yang menghardik sang Polwan dengan membawa-bawa nama besar seorang Deputi BNN Arman Depari yang diakui Sonya sebagai ayahnya. Aksi Sonya ini divedeokan oleh seseorang yang kemudian mengupload vedeo tersebut ke dunia maya. Sontak riuh rendah netizen ramai menghujat ulah Sonya.
Apalagi belakangan diketahui bahwa Sonya sebenarnya bukan anak biologis dari sang jendral Arman Depari, nanun Sonya adalah anak dari Makmur Depari kakaknya Arman Depari. Tak lain, Arman adalah Paman Sonya bukan ayahnya.
Menilik kasus Sonya yang banyak mendapat cibiran di dunia maya, apa yang bisa diambil darinya? Sejumlah kompasianer berbagi sudut pandang melalui tulisan. Melalui sekian ragam cerita, publik diajak menyimak dan belajar dari kasus Sonya Inilah sekumpukan catatan Warga biasa.
1. Gertakan Siswi SMA yang Membuat Polwan Ngeper
Prilaku Sonya yang melanggar hukum dengan bangga karena merasa mampu berlindung dibalik nama besar dan pangkat anggota keluarganya, menurut Suzy Heryawan telah membuka tiga kebiasaan buruk yang sayangnya masih tertanam di masyarskat Indonesia sampai sekarang. Tiga kebiasaan buruk tersebut adalah:
- Pertama, bangsa ini minder melihat pangkat besar, atasan, dan kuasa. Sikap sebagian besar budaya, diperparah penjajahan kolonial, meskipun telah 70 tahun tapi masih kuat mengakar di dalam jiwa anak bangsa ini.
- Kedua disiplin rendah. Jelas kita bisa saksikan, bagaimana dewan yang malas bersidang, tertib hukum apapun yang masih sangat rendah, dan banyak hal yang menunjukkan ketidakdisiplinan tersaji di depan kita. Aturan bukan untuk ditaati malah untuk dilanggar.
- Ketiga, tidak bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan.
Sebuah paparan tajam Suzy dalam artikelnya, masih menurut Suzy, revolusi mental harus sesegera mungkin di implementasikan dalam kenyataan, bukan hanya sebatas menjadi pedoman kementrian.