Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menulis di Kompasiana, Jangan Asal Bikin Nama Pena!

7 April 2017   11:43 Diperbarui: 7 April 2017   20:00 5056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi Dok Akun Official Kompasiana"][/caption]

Kompasiana sebagai entitas kerumunan warga serta platform blog yang memfokuskan diri pada kegiatan menulis telah menjadi wadah sharing & conecting bagi banyak orang dengan berbagai latar belakang dan bermacam tujuan orang-orang yang menulis di Kompasiana, ada yang menulis untuk mengisi waktu, ada yang menulis untuk mengasah otak, melawan pikun, portofolio digital dan banyak alasan lainnya.

Sebelum diberi akses menulis dan menyandang sebutan Kompasianer, seseorang harus terlebih dulu mendaftar dan membuat akun di Kompasiana. Sayangnya, ada saja orang-orang yang sengaja membuat akun dengan nama pena yang terbilang ajaib dan bombastis jika tidak ingin dibilang menyusahkan. Kompasiana dengan segala dinamika, ragam perpektif dan keunikannya di antaranya ada nama-nama akun 'ajaib' yang ikut meramaikan Kompasiana, Inilah sebagiannya:

1. Papua Israel

[caption caption="Papua israel dok akun kompasiana dia"]

[/caption]

Menjadi Kompasianer sejak 05 Juli 2010 sejauh ini telah menulis sebanyak 102 artikel dengan artikel paling banyak ditempatkan di rubrik humaniora, jika dipindai keseluruhan, artikel dari akun tersebut kebanyakan bergenre serius dan cukup baik dibanding akun-akun dengan nama pena 'ajaib' sejenis. dari jumlah 102 artikel yang ditulisnya, 1 artikel di antaranya di headline-kan Admin dan 34 artikel di antaranya masuk kategori pilihan. Kompasianer ini terakhir menulis artikel di Kompasiana tanggal 25 Juni 2012, sayang sekali Kompasianer ini memilih menamai akunnya Papua Israel, padahal sampai kapan pun, jarak dari Papua ke Israel sangat jauh sekali.

2. Sibodoh Pengetahuan

[caption caption="Nyeleneh"]

[/caption]

Entah apa yang membuat ibu guru cantik ini membuat akun Kompasiana dengan nama seperti itu, menjadi Kompasianer sejak 02 Febuari 2017, dan sejauh ini telah menulis 9 artikel dan di awal April ini Kompasisner ini terbilang cukup produktif dengan menulis 1 artikel perhari.

3. Cebol Pendosa Klaraspiningit

[caption caption="Nyeleneh lagi 3"]

[/caption]

Membuat akun Kompasiana sejak 24 Januari 2013, dan telah menulis sebanyak 21 artikel, di bulan Maret kemarin, sebenarnya Kompasianer ini cukup produktif menulis, dan sebagian tulisannya cukup filosofis tapi, sayang sekali Kompasianer ini memilih menggunakan nama akun tersebut.

4. Lady Kafirun

[caption caption="Menyeleneh"]

[/caption]

Tercatat sebagai Kompasianer sejak 13 September 2016, akun tersebut hanya menulis sebanyak 2 artikel, terakhir menulis sejak Oktober 2016, sayang sekali akun ini memilih menggunakan nama pena berkonotasi negatif seperti itu.

5. Dasar Bego

[caption caption="Nyeleneh 4"]

[/caption]

Entah dengan tujuan apa akun tersebut dibuat dengan nama pena nyeleneh. Tercatat sebagai Kompasianer sejak 19 September 2016, sampai hari ini, akun tersebut belum pernah menulis artikel sama sekali.

6. Lakumdinukumwaliyadiin

Akun ini menggunakan petikan ayat kitab suci sebagai nama pena-nya di Kompasiana, berkompasiana sejak Febuari 2017, akun tersebut kerap menulis artikel berbau agama dan sepertinya memerlukan 'perhatian khusus' terhadap konten artikelnya.

**
Dalam dunia tulis menulis, seorang penulis yang menggunakan nama samaran atau nama pena tentu bukan hal asing lagi. Mengapa para penulis memakai nama pena? Tentu tak mudah menjawabnya, sebab setiap orang punya alasan masing-masing. Ada yang demi branding buku atau tulisan, ada yang untuk strategi marketing, ada yang kurang percaya diri dengan nama asli dan sebagainya.

Tentu sah-sah saja jika seorang penulis menggunakan nama pena untuk menulis di mana saja, termasuk di Kompasiana. Istlahnya siapapun namamu, suka-suka lu! Tapi jika kita menulis untuk pembaca dan untuk dibaca kerumunan orang, tentu si penulis tidak akan sembarangan memilih dan menggunakan nama pena, tentu yang ada di Pikirannya adalah kenyamanan dan ingatan pembaca ketika mendengar namanya.

Sebuah nama pena bisa membangun citra, dengan sebuah nama pena tentu akan ada kesan tersendiri untuk pembaca. Lebih dari itu, jika kita ambil contoh di Kompasiana, pemilihan nama pena menjadi bagian dari sopan santun dan netiket berdunia maya. Demi kesan yang baik dan berkelanjutan, seorang penulis pasti akan memilih nama pena yang nyaman di telinga pembaca, juga yang bermakna baik tentunya, yang tidak menyusahkan pembaca ketika berinteraksi dengannya atau merujuk tulisannya. 

Tapi sayangnya, di Kompasiana masih ada saja penulis yang menggunakan nama pena yang nyeleneh alias slonong boy seperti dalam capture-capture di atas.Entah apa maksudnya, silahkan baca dan nilai sendiri.

Bikin Susah

Bagi saya pribadi, penggunaan nama pena seperti dalam capture di atas menyusahkan pembaca.

Nah pembaca harus sebut mereka apa kalau ada saatnya berinteraksi dan membalas komentar? Untuk sering-sering menyebut dan menuliskan dua nama pena di atas bagi saya tidak mungkin. Karena rasis, nyeleneh dan terkesan merendahkan. Bagaimana mungkin membalas komentar dengan bilang:

"Iya, sepakat denganmu, Dasar Bego! Atau,

"Terima kasih, Papua Israel"

Nah itu menyusahkan pembaca. Lagipula Papua kok disamakan dengan Israel, Piye, Jal?

Selain menyusahkan pembaca umum, nama-nama pena seperti capture di atas juga menyusahkan tim Konten Kompasiana, misalnya jika kebetulan ada tulisan dari nama-nama pada capture, yang dianggap layak masuk kurasi konten mingguan di Kompasiana, di mana admin akan menempatkan nama mereka, sementara akun official Kompasiana tidak mungkin memuat nama yang punya unsur rasis dan membodoh-bodohkan orang.

Nah iya kalau masih bisa dilacak nama asli si penulis, masih bisa disingkirkan itu nama pena. Tapi kalau tidak? Itu kan sama saja mengejek orang dan bikin repot. Bikin repot pembaca.

Di titik ini, penulis dengan nama pena yang "antah berantah" sudah mempermalu dirinya sendiri secara sukarela!

Sah-sah saja

Jika seorang penulis memilih menggunakan nama pena, tapi tolong pilih nama pena yang enak didengar, dibaca dan diucap. Pertimbangkan pembaca dan perhatikan bahasa.

Karena huruf dan kata-katamu bisa jadi sayapmu, kelak dia bisa menerbangkanmu atau membuatmu menukik tajam, contohnya sudah terlalu banyak!

Link akun dengan nama pena ajaib:

Satu, Dua,Tiga, Empat, Lima, Enam

Be Wise,
Salam Kreatif!

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun