Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Dunia Maya: Hater vs Lover dan Ilusi Keintiman

31 Maret 2017   14:37 Diperbarui: 1 April 2017   06:34 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Industri sosial media di tahun-tahun belakangan ini menggeliat semakin pesat, kreasi dan interaksi pengguna sosial media telah melahirkan istilah baru dalwm kamus generasi milenial: Dunia Maya. Pada perkembangannya, aktivitas berbagi konten di dunia maya juga kian digandrungi berbagai kalangan lintas usia. Kecendrungan untuk mengunggah buah pemikiran, opini, keresahan atau apa saja di sosial media pada zaman ini pun telah melahirkan istilah terapan baru di dunia maya: Dikotomi hater vs lover. Istilah ini lambat laun dimaknai oleh (sebagian) kita sebagai pengganti istilah pro-kontra meski tak pernah benar-benar sama.

Hater vs Lover Berbeda dengan Pro Kontra

Secara sederhana-nya istilah hater vs lover lebih kepada generalisasi rasa berdasarkan asumsi bahwa yang "di seberang kita" pasti otomatis pembenci dan yang sejalan dengan kita pasti setuju dengan kita. Itu singkatnya asumsi hater vs lover. Alasan-alasan yang umumnya digunakan dalam dikotomi hater vs lover seringkali bersifat subyektif dan primordial lalu di generalisasi ke dalam kelompok. Misalnya si Fulan tidak suka orang beretnis tertentu karena alasan subyektif tertentu maka dia akan mencoba mengutarakan pemikirannya, pendapatnya, dan perasaannya pertama-tama ke dalam kelompok kecil. 

Nah, jika kelompok kecil tersebut memiliki rasa dan kecendrungan tak suka sama seperti si Fulan, maka terbentuklah kelompok anti/hater terhadap sesuatu. Sebaliknya jika seseorang menyukai atau mengagumi sesuatu, juga ada kecendrungan untuk berkumpul dengan sesama pengagum dan perasaan kagum juga adalah sesuatu yang subyektif, mwka terbentuklah kelompok Lover.
**

Sementara untuk istilah pro-kontra umumnya lebih didasarkan atas pertimbangan ilmiah dan rasional biasanya berorientasi pada kenyataan dan logika, dan sangat sedikit ruang untuk hal-hal yang bersifat subyektif. Jika menyoal pro-kontra, baik kelompok pro dan kontra pasti memiliki argumentasi rasionalnya masing-masing dan dalam pro kontra tak ada kesalahan atau kebenaran absolut, juga tak ada kultus terhadap sesuatu, selalu ada ruang terbuka untuk perspektif baru.

Sayangnya di dunia maya, istilahhater vs lover seringkali mengkebiri istilah pro-kontra, meski jelas bedanya jika mau sedikit berpikir.

Hater dan Lover Belum Tentu Berpengaruh

Suatu Kelompok dianggap besar jika memiliki anggota atau massa dalam jumlah banyak, jadilah kelompok itu besar secara jumlah tapi belum tentu besar secara pengaruh. menyoal kekuatan pengaruh dalam sebuah kelompok sangat tergantung kepada sosok yang menjadi "tonggak atas" kelompok tersebut. jika si tonggak atas memiliki kemampuan prasuasi yang baik maka jadilah kelompok itu besar secara pengaruh ini terjadi di dunia maya maupun dunia nyata.Apapun yang berpengaruh akan mudah menjadi tren, menjaring massa dan diikuti banyak orang meski terkadang apa yang dilakukan belum tentu bermanfaat. Contohnya sudah terlalu banyak. 

Sebaliknya baikhater atau lover yang tidak punya pengaruh, jika tidak berjuang secara kreatif, lama-kelamaan eksistensinya akan memudar.

Dikotomi Hater vs Lover: Ilusi Keintiman yang Diperparah Ruang Maya

Dikotomi Hater vs Lover lahir dari kultus terhadap suatu hal. Baik kelompok hater ataupun lover sama-sama membela apa yang dikultuskannya masing-masing Kultus yang pada gilirannya menghasilkan girah "pasang badan" dan ilusi keintiman terhadap suatu obyek, yang ironisnya diperparah dengan hadirnya ruang maya yang seolah menjanjikan dunia seujung jari, dunia tanpa sekat, namun sesungguhnya tetap terbatas.Dunia maya pun juga menjadi ruang berkembangnya entitas bisnie baru: Bisnis E-Hate; bisnis kebencian; salah satu sisi kelam dunia digital yang tumbuh subur berkat ilusi keintiman. Kenapa ilusi? Karena obyek yang dipuja maupun yang dihujat belum tentu peduli dengan adanya haterataulover.

Jadi, pada kubikelnya masing-masing, baik hater ataupun lover sebenarnya sama-sama sedang memuja kerang ajaib milik mereka masing-masing. Sebuah kerang yang tetap saja sebuah kerang yang dibatasi cangkang tidak seajaib yang dikira, tapi baik hater ataupun lover tentu saja bertindak atas subyektivitas-nya masing-masing dan tidak peduli. Yang Penting puja kerang ajaib! Meski kerang tersebut tidak seajaib yang dikira. :)

Puja kerang Ajaib dok Spongebob Squarpents global Tv
Puja kerang Ajaib dok Spongebob Squarpents global Tv
Salam Kreatif!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun