[caption caption="Ilustrasi By @Shequates"][/caption]
Barangkali hujan lekat dengan perempuan, para perempuan menampi hujan dan memikulnya di pundak mereka.
**
Rusmini, sejak kecil ia terbiasa hidup susah, rumahnya dari bilik, kursi untuk duduk saja dia tidak punya, setelah menikah hidupnya juga tak kunjung membaik, tinggal di rumah bekas warisan orangtua suaminya, Rus punya satu anak: Udin, setelah itu Rusmini melahirkan dua anak lagi. Satu anak meninggal, satu anak diberikan suaminya untuk diasuh keluarga yang lebih mampu tanpa seizinnya. Rusmini akhirnya terima-terima saja kemudian lahir Sri, dilengkapi Bawon yang diangkat jadi anak namun dibalik diam dan sikap nerimanya, Rusmini masih menyimpan luka, bom yang meledak ketika suatu peristiwa membekas dalam hidupnya.
Sri, gadis agresif yang haus kasih sayang, mandiri karena terbiasa dididik keras, namun keras kepala dan seorang pemberontak yang selalu merindukan Jakarta. Impiannya ingin jadi pengasuh anak atau pelayan supermarket di ibukota, namun kemana nasib membawanya?
Bawon, gadis pendiam, pemalu yang jarang memiliki teman, namun hal itu mengasah daya imajinasinya. Bawon anak angkat dan bungsu dalam keluarga, pribadinya tenang sejak awal meski kesempatan baik jarang berpihak padanya, Bawon setipe dengan Rusmini nerima nasib senerima-nerimanya tapi akankah begitu hingga habis cerita? Waktu kecil Bawon ingin mencebur ke sumur, setelah dewasa ia ingin mencebur ke laut karena suatu kejadian. Bawon sedari kecil tak pernah bisa menentukan hidupnya sendiri, tapi akankah ia lakukan jika sudah tak tahan dan jika diberi kesempatan?
**
Rusmini, Sri dan Bawon adalah satu keluarga yang dikepalai seorang suami dan ayah yang tegas cendrung keras dalam mendidik. Si bapak; tipe ayah pekerja keras, tapi sangat tidak suka dibantah kemauannya. Mulutnya seringkali mengucapkan kata buruk kepada Sri yang membuat Sri jadi semakin agresif.
**
Suasana desa, kronik keluarga, dinamika bertetangga khas pedesaan hingga lika-liku perempuan menjelma narasi otentik dalam novel Pagi Gerimis anggitan Nurhasanah. Di dalamnya ada luka perempuan, adapula gadis yang mengejar mimpi, ada denyut nadi desa yang disangkal sekaligus dirindukan, ada narasi tentang nasib bahkan sisipan pelajaran bagi orangtua.
[caption caption="Novel pagi gerimis dok pribadi"]
Rusmini dan keluarganya tinggal di sebuah desa di mana kehidupan tradisional kampung masih amat terasa ada permainan tradisional seperti gerobak soder, televisi berwarna yang menjadi penanda orang berada, hidup bertani yang masih jadi mata pencaharian, hingga adanya judi, nikah dini dan bisik-bisik tetangga yang cepat sekali menyebar. Semua itu adalah denyut nadi keseharianan di desa Cemplong, tempat Rusmini dan keluarganya hidup dan bertahan hidup dari hari ke hari, sampai suatu hari sebuah peristiwa buruk memaksa keluarga Rus untuk tercerabut dari akar rumput, juga mengubah cara Rusmini menyikapi hidup. Sejak saat itu, ia menjadi singa yang terluka, siap mencakar, bahkan pada anak sendiri. Semua dipicu satu nama: Sri.
Kekuatan Perempuan: Mereka yang Bertahan
Tiga perempuan, bahkan lima-- dengan beragam konflik, mulai dari bebisik tetangga hingga pasang-surut satu keluarga dirajut utuh dalam satu kisah. Setiap perempuan dalam novel ini bahkan tokoh-tokoh pendukungnya digambarkan memiliki lukanya masing-masing, luka yang mengalir perlahan bertebaran di sepanjang cerita. Luka kesepian, luka karena tak diinginkan, luka akibat rasa terbuang dan terasing, luka kehilangan anak, luka karena dipermalukan dan luka karena kehilangan sandaran hati. Setiap perempuan pernah terluka dan hidup dengan luka yang mungkin tak pernah usai tapi setiap perempuan adalah merpati yang punya cara menyembuhkan sayapnya sendiri.
Para perempuan yang berdamai dengan luka tak kasat mata untuk pada akhirnya tetap hidup.