Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

[Catatan Tepi] Reduksi Nilai Hawa dalam Sinetron Kita

23 Januari 2017   09:16 Diperbarui: 24 Januari 2017   09:18 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keajaiban lain yang diproduksi sinetron kita adapula tokoh-tokoh perempuan yang berlakon tanpa cela seperti malaikat, ada tokoh perempuan yang sudah diselingkuhi 4 kali tapi masih mau kembali dan memaafkan suaminya lagi dan lagi. Itu terjadi pada tokoh Hana dalam sinetron Catatan Hati Seorang Istri yang pernah tayang di RCTI.
Ada tokoh perempuan yang diceritakan nyaris dibunuh temannya dengan niat diterjunkan dari atas gedung, ketika sang temannya mendadak sadar dan minta maaf, dengan mudahnya si tokoh perempuan akan memaafkan. Ini terjadi di sinetron Marmaid In Love SCTV.

[caption caption="Salah satu adegan dalam Sinetron Marmaid In love SCTV dok Arsip KPI Pusat)"]

[/caption]

Di titik ini lagi-lagi perempuan direduksi secara emosional, dibuat seperti malaikat yang tak punya rasa marah-- dan ironisnya, tokoh perempuan dalam beberapa sinetron di Indonesia saat ini dibuat tunduk dan tak bisa mempertahankan dirinya sendiri.

Apapun lakon yang diperankan, baik protagonis ataupun antagonis, tokoh perempuan dalam kebanyakan sinetron kekinian kita seolah ditempatkan untuk bergantung pasa laki-laki dari segala sisi harta, cinta, keamanan, perempuan diposisikan seolah benar-benar tak bisa hidup tanpa laki-laki. Seringkali dalam sinetron, peran seorang janda diposisikan sebagai wanita yang kesepian dan penggoda. Terlalu! Bahkan ada judul sinetron seperti dalam capture ini.

[caption caption="Perempuan di pinggir Jalan salah satu sinetron yang pernah tayang di RCTI (Dok KPI Pusat)"]

[/caption]

**
Dari gambaran yang ada, dapat dikatakan perempuan dalam representasi kebanyakan sinetron Indonesia saat ini telah kehilangan kemandiriaan dan kediriaannya sebagai manusia yang utuh juga kehilangan otonomi untuk menentukan nasibnya sendiri. Dan pil pahitnya adalah masih banyak PEREMPUAN di Indonesia yang menonton, menyukai, bahkan menanti-nantikan sinetron dengan kisah-kisah sejenis itu hingga produksinya mencapai ratusan episode dan bisnisnya terus tumbuh menggurita. Eksploitasi dan reduksi nilai-nilai perempuan yang tanpa disadari menggandrungi kaum hawa itu sendiri via layar kaca!

Sampai di sini, mengharapkan industri televisi dan rumah produksi untuk memberdayakan perempuan lewat apa yang disajikan masih sebatas mimpi, seperti berharap siput bisa terbang. Jika sudah begini, saatnya filter terhadap paparan layar kaca mau tidak mau harus kita lakukan sendiri.

Hai Perempuan, jadilah kuat, milikilah martabat dan hargailah dirimu sendiri!

Salam Kreatif!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun