Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berstatus Pengungsi Tak Berarti Minim Prestasi

24 November 2016   10:55 Diperbarui: 24 November 2016   11:45 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lain lagi dengan Abraham yang meninggalkan tanah kelahirannya Ethiopia, yang hampir sepanjang tahun dilanda kelaparan dan situasi keamanan yang tidak menentu. Ibunya meninggal ketika usianya masih 8 tahun. Papar Tjipta.

Namun pengalaman getir tak menghalangi mimpi dan prestasi mereka, pada Mei 2014 silam, ketiga remaja itu mendapatkan beasiswa Teu Mung dan Abraham mendapatkan :” Friends of Zainab Scholarships,” sedangkan Benedict mendapatkan “Malala Yousafzai Scholarships.”

Artikel yang menarik, untuk ulasan selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.

4. Samin Pengungsi yang Sukses Jadi Tukang Jahit di Roma

Sebuah sisi lain pengungsi sekali lagi dipaparkan oleh Gordi, dalam artikelnya Gordi menulis sosok Samin, Pengungsi yang sukses memulai hidup baru dengan menjadi tukang jahit di Roma Italia.

Dia adalah Samin pria lahir dan hidup di kota Mazar-i-Sharif, Afganistan. Kota ini adalah kota terbesar ketiga di Afganistan. Penduduknya sekitar 693.000 orang pada 2015 yang lalu. Tulis Gordi

Sayangnya, kota eksotis tersebut menjadi kacau balau akibat perang antara Afghanistan dan pasukan Taliban. Perang yang berlangsung terus-menerus membuat banyak warga kota terpaksa harus mengungsi, termasuk Samin.

Samin berhasil melewati liku-liku hidupnya yang panjang. Dari Afganistan ke Italia. Tak sedikit tantangan yang ia hadapi dalam perjalanan panjang ini sebelum akhirnya berlabuh di kota Roma, ibu kota negara Italia dan memulai hidup baru sebagai penjahit. Sebuah kehidupan yang jauh dari perang.
**
Ditengah maraknya krisis pengungsi dunia dan stigma negatif sejumlah negara terhadap pengungsi, ragam tulisan di atas menyiratkan sekelumit cerita lain tentang sejarah pengungsi yang berhasil di negeri orang. Mereka adalah satu dari sekian banyak pengungsi yang berlabuh tanah harapan dan mencoba memulai hidup baru yang lebih baik, berharap menjadi rakyat yang makmur, aman, dan damai dalam hidup.

Berstatus pengungsi tidak menghalangi tekad yang kuat untuk mengubah nasib. Pengungsi berprestasi dalam catatan kompasianer, itulah intisarinya.

Lewat ragam cerita di atas seolah mengingatkan kita bahwa mereka ada, dan serangan bom sekalipun tidak mampu melunturkan harapan dan cinta di hati manusia.

 Salam Kompasiana!
*Penulis masih belajar, mohon koreksinya :)
*Tulisan sejenis lainnya bisa dibaca dalam tag Intisari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun