Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Sekelumit Cerita Lain Olimpiade Rio 2016 dalam Catatan Kompasianer

18 Agustus 2016   12:49 Diperbarui: 19 Agustus 2016   01:46 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Olimpiade Rio 2016, adalah ajang olahraga internasional utama yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil, dari tanggal 5 sampai 21 Agustus 2016. Lebih dari 11.000 atlet dari 206 Komite Olimpiade Nasional (KON), ikut berpartisipasi, seperti dikutip dari wikipedia, dengan 306 keping medali, ajang ini akan mempertandingkan 28 cabang olahraga.

Tentang pesta olahraga terbesar tahunan ini, menang kalah tentu hal yang biasa, sportivitas, semangat berkompetisi, pengalaman dan uji kemampuan pasti menjadi yang dicari para atlet selain medali.

Tentang Olimpiade Internasional ini, sejumlah warga biasa dalam wadah Kompasiana juga antusias mengikuti. Indonesia negara tercinta akhirnya berhasil menjadi salah satu peserta di olimpiade tersebut, tentu merupakan sebuah kebanggaan tersendiri.

Namun lebih dari itu, ada sejumlah cerita lain dari olimpiade rio yang tak luput dari amatan. Sisi lain yang mengharu biru, sekaligus membanggakan, sejumlah warga biasa berbagi amatan melalui tulisan di Kompasiana, inilah intisarinya.

1. Pertama dalam Sejarah, Pengungsi Tampil di Olimpiade 2016

Amatan menarik dipaparkan Venus Gazer EP terkait adanya kontingen atlet pengungsi dari sejumlah negara yang tampil di olimpiade Rio 2016. Mereka, pengungsi dari berbagai negara disatukan dalam sebuah tim.

"Kontingen ini disebut 'Tim Pengungsi' (Refugee Olympic Team) karena para atletnya adalah para pengunsi. Urai Venus.

Tim pengungsi tersebut diwakili oleh 10 orang atlet, Sejumlah pengungsi yang tergabung dalam tim tersebut memiliki ceritanya sendiri seperti atlet renang pengusi asal Suriah Yusra Mardini (18).Bersama kakaknya, Sarah, keduanya adalah atlet Suriah yang sangat bersinar sebelum perang menghancurkan segalanya. Yusra pernah mewakili Suriah dalam kompetisi renang tingkat dunia pada tahun 2012.

Tahun lalu, dua kakak beradik ini bersama sekitar 20 orang meninggalkan Suriah lewat jalur laut menggunakan perahu kecil. Di tengah perjalanan perahu yang mereka naik kemasukan air.

Malangnya sebagian besar dari pengungsi tidak bisa berenang. Lewat aksi heroik, Yusra dan Sarah turun ke air lalu berenang dan memandu perahu tersebut menuju Pulau Lesbos Yunani. Dari Yunani kemudian bersama pengungsi lain berjalan kaki melewati Macedonia, Serbia dan Hungaria. Hingga akhirnya mereka berdua sampai di Jerman. Tulis Venus dalam artikelnya.

Rami Anis Atlet Renang pengungsi Suriah (Dok Kompasianer Venus)
Rami Anis Atlet Renang pengungsi Suriah (Dok Kompasianer Venus)
Artikel yang menarik, untuk ulasan selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.

2. Modal Nonton YouTube, Julius Yego Ikut Olimpiade Rio 2016.

Ada banyak cerita menarik di olimpiade Rio 2016, selain dari kompetisi itu sendiri. Salah satunya dituangkan Boy Tahera dalam Artikelnya.

Artikel tersebut mengulas sepak terjang Julius Yego. atlet lempar lembing Kenya, Julius Yego, yang mendapat julukan The YouTube Men. Julukan ini diberikan karena Yego dapat meraih prestasi lempar lembing tingkat internasional hanya dengan latihan otodidak dan melihat tayangan YouTube.

Cerita ini bermula ketika Yego bercita-cita menjadi atlet lempar lembing ketika masih sekolah. Ia sebenarnya adalah anak biasa yang tinggal di sebuah desa tanpa listrik dan jalan yang buruk. Setiap hari ia pergi ke sekolah dengan kaki telanjang sejauh 5 mil. Meski hidup di lingkungan yang berat, Yego masih bisa menemukan kesenangan, yaitu bermain lempar tongkat bersama teman-temannya.

Tongkat itu ia gunakan sebagai pengganti lembing. Kayunya diambil dari pohon dekat rumah, dipotong dan dikeringkan. Lemparan lembing metal pertamanya ketika masih kecil hanya sejauh 47 meter. Kemudian ia terus mengasah kemampuannya. Namun sayang, cita-citanya menjadi pelempar lembing tidak sesuai dengan keinginan Ayahnya yang ingin agar ia fokus pada pendidikannya. Selain itu ia juga terhambat masalah dana bila ingin ikut kompetisi lempar lembing. Ketika ia lolos kualifikasi untuk Kejuaraan Dunia tingkat Junior di Polandia, ia tidak dapat hadir karena tidak memiliki cukup uang. Urai Boy.

Menolak menyerah pada keadaan, Yego memutuskan pergi ke warnet untuk mengakses YouTube, melihat aksi pelempar lembing terhebat. Ia melihat bagaimana mereka berlatih lempar lembing secara normal, dan meniru apa yang ia lihat di hari berikutnya secara otodidak.

Seiring berjalannya waktu, Yego akhirnya mulai mendapat hasil dari kerja kerasnya sendiri. Ia berhasil memenangkan All African Games pada 2011 dan menjadi orang Kenya pertama yang berhasil meraih gelar di olahraga lempar lembing. Satu tahun kemudian ia berhasil masuk final Olimpiade London 2012.

Prestasi Yego dalam lempar lembing akhirnya menarik perhatian wartawan, mereka penasaran dengan sosok pelatih yang mampu mengantarkan anak desa tersebut menuju gerbang kesuksesan. Ketika diwawancarai tentang pelatihnya, Yego hanya bisa menjawab bahwa ia berlatih secara otodidak dan menonton YouTube.

Saat ini ia mengikuti Olimpiade Rio 2016 di cabang olahraga lempar lembing. Keikutsertaannya banyak diulas oleh beberapa media internasional berkat prestasi dan perjuangannya. Pangkas Boy.

Artikel yang menarik, untuk ulasan selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.
kisah Yege menjadi semangat bagi banyak orang.

3. Kisah Inspiratif Dua Wanita Difabel Peserta Olimpiade 2016

Di Olimpiade 2016 tahun ini, terdapat dua atlet wanita difabel yang bakal berjuang membela negaranya, yaitu Zahra Nemati dan Natalia Partyka.

Mereka berdua bukan atlet sembarangan, karena mereka kerap berprestasi dalam turnamen olahraga yang diikuti atlet berfisik normal. Mereka adalah Zahra Nemati dari Iran dan Natallia Patyka dari Polandia. Tutur Yos Mo dalam artikelnya.

Zahra menjadi lumpuh akibat kecelakaan mobil tahun 2004, sebelumnya Zahra Nemati terlahir dalam kondisi fisik normal. Zahra sejak kecil menggeluti taekwondo, merupakan pemegang sabuk ban hitam dalam olahraga ini. Zahra bahkan pernah jadi anggota tim nasional taekwondo Iran. Jelas Yos lebih rinci.

Tak bisa lagi beraktifitas normal tak membuat Zahra Nemati tenggelam dalam kesedihan. Zahra mulai menggeluti olahraga panah sejak tahun 2006. Baru enam bulan menggeluti panahan, Zahra sudah mampu berprestasi menjadi juara 3 kompetisi nasional Iran, bersaing dengan pepanah yang memiliki fisik normal. Karena prestasinya yang hebat, Zahra Nemati mendapat kepercayaan tampil dalam event Paralympic tahun 2012 di London. Zahra sukses merengkuh satu medali emas dan satu medali perak Paralympic 2012.

Bulan Januari 2016 silam, Zahra Nemati diumumkan sebagai pembawa bendera Iran dalam defile pembukaan Olimpiade 2016 Rio. Hijaber berparas manis ini bakal membawa bendera Iran dari kursi rodanya. Zahra juga berpeluang meraih medali olimpiade, karena saat ini dia merupakan pepanah ranking 37 dunia. Kisah inspiratif Zahra Nemati rencananya akan dipublikasikan dalam film dokumenter seusai gelaran Olimpiade Rio De Janeiro. Lanjut Yos.

Kisah inspiratif lainnya ada juga Natalia Patyka atlet difable olimpiade yang diulas Yos Mo dalam artikelnya.

Natalia Partyka sosok populer di negara Polandia berkat prestasi hebat dalam olahraga tenis meja. Ia sudah mengoleksi 3 medali emas, 1 medali perak, 1 medali perunggu dari empat kali ikut Paralympic

Natalia Partyka terlahir dalam kondisi fisik tidak sempurna, tak memiliki telapak tangan kanan. Walau hanya memiliki satu tangan normal, Natalia sejak kecil sudah menggeluti tenis meja yang membutuhkan keterampilan tangan untuk memukul ping-pong. Saat masih berusia 11 tahun, Natalia Partyka sudah mengikuti ajang Paralympic tahun 2000 yang berlangsung di Sydney. Empat tahun berselang Natalia meraih medali emas perdana tenis meja Paralympic yang berlangsung di Athena, Natalia Partyka sukses mempertahankan gelar juara tenis meja dalam Paralympic tahun 2008 dan 2012.

Tahun ini Natalia Partyka bakal tampil kembali dalam ajang olimpiade dalam nomor beregu. Ini merupakan prestasi fenomenal bagi seorang difabel, Pangkas Yos.
Artikel yang menarik, untuk ulasan selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.

Olimpiade Rio zahra dan natalia(Dok Kompasianer Yos Mo)
Olimpiade Rio zahra dan natalia(Dok Kompasianer Yos Mo)
**
Itulah sekelumit sisi lain dari Olimpiade 2016 dalam catatan warga biasa, tulisan-tulisan yang tersaji di atas merupakan potret bahwa ada hal lain yang patut dicari dari sebuah kompetisi selain tentang meraih medali.

Lebih dari itu, sebuah kompetisi adalah arena pembelajaran tentang tekad, semangat juang dan tentang orang-orang yang menolak menyerah. Semoga bermanfaat!

Salam Kompasiana!
*Penulis masih belajar, mohon koreksinya :)
*Tulisan sejenis lainnya bisa dibaca dalam tag Intisari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun