[caption caption="Sumber gambar thoughtcatalog.com"][/caption]
"Bagiku September itu seperti bola-bola kapas, dibagi sepuluh, dilempar-lempar dan akhirnya hancur berantakan."
Arina perempuan September meski awal hidupnya tidak dimulai pada bulan sembilan itu. Baginya senja September selalu tirus lambang harap yang tergerus, hangus.
September belum bosan-bosannya mengeja neraka dalam hidup perempuan itu. September yang pernah amat manis dan ia percaya, justru melesatkan meteor tepat ke jendela kamarnnya, membawakannya duka dan deru kereta sembilan kuda.
Namun September pula yang mengajarinya jadi tabah, dan dewasa, lebih tabah dari hujan bulan Juni. Kini rasa bersalah dan rindu itu tak punya tempat lagi selain di hadapan pusara.
--
September 1 tahun silam,
Kobar rindu di dada Arina tak mampu lagi dibendung teduh Bandung.
"Kamu ke sini atau kita putus!" Bentak Arina pada Dimas kekasihnya yang tinggal di Surabaya, suara gadis itu meninggi di sebrang telepon.
"Sabar ya Rina, sayang, aku lagi banyak deadline. Bulan depan aku ke Bandung, oke?" Dimas berusaha tetap tenang.
"Kamu mikirin deadline kerjaan kamu, itu aja terus, tapi kamu gak mikirin deadline hubungan kita, ke sini atau sudah! 7 bulan kita gak ketemu, jomblo aja sekalian!" Arina merajuk.
"Oke Aku ke sana weekend ini, kalau dapat tiket kereta, sudah jangan ngambek, jelek tahu" Balas Dimas.
"Pasti dapat asal mau cari" Tukas Arina.
"Bukan cari Na, beli dong, tiket kereta kan bukan pokemon, mana ada yang kasih kalau cuma cari," canda arek Suraboyo itu.