Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perempuan September

30 Juli 2016   20:25 Diperbarui: 1 Agustus 2016   06:39 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sesukamu, yang penting ke sini minggu ini." Sambar Arina.

"Iya aku cari terus beli, kan gak mungkin aku ke sana merangkak." Goda Dimas.

Oke, gitu dong sayang, awas ya jangan mangkrak," suara Arina berubah senang di ujung telepon.
--
Akhir minggu itu, Jumat malam, Dimas menempuh 13 jam perjalanan Surabaya-Bandung, kereta api Turangga jadi kuda semberani yang akan mengantarnya bertemu Arina di Kota kembang. Tiket sudah di tangan, sebersit kelegaan terlintas di hati Dimas.

Di setiap deru roda kereta, terbayang olehnya wajah Arina, perempuan yang akan dinikahinya dalam waktu dekat itu akan tersenyum menjemputnya di Stasiun Cimindi, selanjutnya mereka akan minum bandrek susu berdua, minuman favorit Dimas.
--
Sore itu di Stasiun Cimindi, Bandung.

Tubuh jangkung Dimas berlari semangat melihat lambaian tangan Arina dari kursi tunggu di seberang peron. Duar! Tiba-tiba kereta berkecepatan tinggi menerjang tubuh Dimas yang langsung roboh seketika.

Dimas meregang nyawa di depan mata Arina, pertolongan medis masih sempat didapatnya, kepalanya dihadiahi 10 jahitan sesaat setelah dilarikan ke rumah sakit, namun tambalan benang seteril dan perban itu tetap tak mampu memberi Dimas hidup lebih lama.

Dimas Pergi sejauh-jauhnya, Arina menangis sejadi-jadinya kini jarak cinta mereka sedekat pusara, sekadung tanah, namun sejauh dua dunia. 

Jarak antar kota yang pernah dikutuk Arina telah berganti menjadi jarak abadi. Kota kembang sesuai namanya, benar-benar menaburkan kembang pada istirahat Dimas yang terpanjang.
--
Sekarang ujung Juli, Arina membatin, menghitung. Dua jengkal lagi September datang, bulan yang menjatuhkan bintangnya.

Dimaasss.. Kalau kamu ke sini antar nyawa, buat apa!

Ngapain kamu beli tiket kereta bawah tanah!

Mata Arina penghujan. Mengenang dan menggenang, sekujur tubuhnya memeluk hampa udara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun