Masih ada Manuel dan 11 cerpen lainnya dalam buku itu yang lebih seru jika dibaca sendiri.
Saksi mata memang bukan buku tentang kewartawanan, namun sedikit banyak, buku ini menggambarkan dunia seorang wartawan pada masa Orde Baru di mana penulisan berita begitu dibatasi pada masa itu.
Sebagian nama tokoh dalam cerpen-cerpen SGA dalam buku itu menggunakan nama Timur Leste- Timur- Timor sebelum hilang. Karena memang disitulah ujung tombak cerita, gambaran konflik Dili dalam sastra. Sebuah jalan lain seorang wartawan untuk bercerita, menyamarkan berita dibalik berita tentang apa yang tak seluruhnya termuat di media.
"Keangkuhan yang merasa diri paling benar, itulah peghinaan terbesar pada kemanusiaan yang harus dibantai." Tukas SGA dalam Klandestin.
Memang benar kata SGA, jika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara.
Menarilah lewat fiksi, jika nyatamu terlalu sulit untuk bicara.
Perjuangan manusia, jurnalisme, sastra, konflik dan fiksi diracik ngeri namun senikmat kopi dalam buku ini.*
*Sebaiknya buku ini dibaca oleh umur 17 tahun ke atas
Sekilas Data Buku
Judul: Saksi Mata
Pengarang: Seno Gumira Ajidarma
Penerbit: Bentang Pustaka (Cetakan ulang 2016)
Salam Kreatif!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H