Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sekelumit Cerita Lain tentang Harian Kompas dari Mata Warga Biasa

27 Juni 2016   14:36 Diperbarui: 28 Juni 2016   17:03 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harian kompas edisi perdana 28 Juni 1965 Sumber: Arsip Kompas di akun twitter @Kompasmuda

  • Menyetrika Koran Kompas
    Sebuah cerita ringan dituliskan Ahmad Saukani tentang ia dan koran Kompas. Suatu pagi di Febuari 2015 Ahmad menyeterika koran Kompas.

    Ini bukan tamsil atau sekedar perumpamaan tapi benar-benar begitu itu adanya, pagi itu Ahmad menyetrika Koran kompas lantaran Koran tersebut hampir separuhnya basah. Siapapun tahu bagaimana adanya kertas koran kalau terkena air dan basah sedikit saja akan mudah sekali robek. Sayang rasanya Koran yang sudah terbeli kalau sampai tidak terbaca. Jarang-jarang ia beli Koran lantaran menurutnya kalau cuma berita kita bisa ia ketahui dari televisi atau buka saja portal berita di internet.

    Tetapi kalau Hari Minggu, biasanya seperti ada kekuatan magis yang mendorongnya dengan suka-rela mendatangi tukang koran.

    Sejak dulu koran pilihannya biasanya koran Kompas, menurut Ahmad, Hari Minggu Koran Kompas biasanya lebih berwarna dan istimewanya biasanya Kompas terbitan Minggu ada memuat cerpen dari penulis-penulis ternama yang enak dibaca dan kalaupun ada penulis pendatang baru ceritanya juga bagus terkadang penuh kejutan. Dan satu lagi TTS-nya yang jumbo itu bikin ketagihan. Paparnya.

    Pagi itu Ahmad sudah keluar rumah sambil ada satu keperluan tentu saja akan mampir beli koran. Ia kayuh pelahan sepedanya gerimis tipis ia tidak peduli malah menurutnya gerimis membuat nyaman di jalan tidak perlu saling seruduk seperti hari-hari biasanya. Setelah selesai urusan dan mampir ke tukang koran, diluar dugaan hujan begitu lebat air bak ditumpahkan dari langit, koran yang tadinya cuma ia kempit, simpan di balik jaket. Tapi tidak urung setibanya di rumah, koran itu separuh kuyup.

    "Bagaimana mungkin membaca koran kuyup begini, jangankan membacanya salah-salah menyentuhnya saja bisa koyak Koran tersebut," pikir Ahmad

    "Akhirnya saya gosok saja koran tersebut dengan besi panas. Ya Kkran tersebut saya triska dan akhirnya licin kembali siap dibaca," kenangnya.

    Cara lucu dan unik yang akhirnya sesuai harapan.

  • **

    Koran kompas Dok Pribadi
    Koran kompas Dok Pribadi

    Lebih dari lima dasawarsa usianya, Harian Kompas bertahan melintas zaman. Menjadi saksi ragam suka duka di negeri ini sejak orde baru sampai reformasi. Ragam cerita terurai di banyak tempat, begitu pun di Kompasiana menyoal Harian Kompas yang semakin matang usianya, itulah sebagian diantaranya.

    **
    Harian Kompas bertumbuh bersama pembaca dari penguasa hingga warga biasa dari beragam usia. Perjalanannya menyajikan berita telah dan masih memberi warna bagi Indonesia dulu, kini dan nanti.

    **
    Selamat menapak usia 51, harian Kompas, Semoga semakin dewasa dan tetap melekat di hati rakyat sebagai amanat.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun