Jepang terkenal dengan agama Shinto nya yang berkembang pesat, tentang salah satu hal yang berbau Shinto, Paras Tuti berbagi cerita bahwa Di Jepang, akhir-akhir ini peminat pernikahan ala Shinto ini bersaing ketat dengan ala Barat. Karena mereka tidak memasalahkan agama, pertimbangannya hanya pada kebanggaan dan mewujudkan impian saja.
Prosesi pernikahan ala Shinto ini terkesan sunyi, malah terlalu sakral kurasakan. Jadi tidak mengesankan upacara pernikahan yang bahagia, tapi terkesan senyap. Mungkin karena suara alat musik serupa seruling hampir mendominasi forum dari awal sampai akhir prosesi. Suaranya seperti alunan yang menyayat hati. Tulis Tuti.
Lanjutnya, pengantin ala Shinto ini, sepertinya tidak memerlukan wali yang menyertai pengantin perempuan.
Ada 2 jenis tempat duduk terpisah, yang persis dibelakang pengantin, itu adalah keluarga dan kerabat dekat. Yang agak turun dari panggung pendek dan menyamping itu teman-teman dari pengantin.
Diawali dengan pembacaan ayat suci oleh petinggi kuil, prosesi ini di mulai. Ikrar nikah dibaca oleh pengantin laki-laki, dilanjut tukar cincin. Kemudian ada acara minum o-sake, minuman tradisional beralkohol. Salah satu miko itu menuang di piring kecil dan kedua pengantin itu meminumnya sedikit demi sedikit sampai 3 kali, disebut 三々九度 (sansan kudo).
Yang tidak kalah pentingnya adalah tarian selama kurang lebih 10 menit yang dibawakan oleh 2 orang miko. Dengan gemulai dan membawa ranting daun 榊 (sakaki), ranting pohon suci, dipercaya bahwa Tuhannya akan turut bergembira dan akan merestui sepenuhnya. Tarian itu juga diiring suara seruling, tetap menyayat hati.
Prosesi berjalan sekitar sejam. Diakhiri dengan pengambilan foto bersama.
3. Der Polterabend: Tradisi Pernikahan ala Pengantin Eropa
Kompasianer Dewi PS berbagi pandangannya terhadap pesta pernikahan ala eropa dari sejumlah kondangan yang dihadirinya selama tinggal Di Jerman.
Menurut Dewi, pada pernikahan di Jerman, Suasana sakral tentu tidak terlalu dirasakan oleh pengantin maupun tamunya,
Aktivitas makan bersama dan menyanyi serta menari bersama tentu menjadi kegiatan utama sepanjang acara berlangsung. Jumlah tamu undangan pun tidak terlihat sangat menumpuk karena kebanyakan keluarga pihak mempelai wanita hanya mengundang orang-orang dekat saja dalam hal ini tentu keluarga dan sanak saudara. Bahkan tetangga dalam hal ini yang menetap di radius 5 km pun belum tentu masuk dalam list undangan pernikahan, mungkin karena disebabkan oleh budaya individualisme. Papar Dewi.
Persiapan pernikahan tidak dilakukan secara dramatis dan mewah melainkan hanya menyiapkan wardrobe pengantin yang biasanya diperoleh melalui jasa penjahit khusus bukan baju sewaan dan tentunya manajemen catering serta event organizer dimana jasa fotografer sudah termasuk didalamnya. Ada satu hal yang paling unik dalam acara pernikahan ala Jerman dimana para tamunya tidak diwajibkan membawa amplop berisi uang karena hal itu merupakan sukarela dari masing-masing tamu.