Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Nelayan Nasional: Upaya Merawat Ingatan, Catatan Kompasianer dalam Rangkuman

6 April 2016   20:12 Diperbarui: 7 April 2016   07:11 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  [caption caption="Sumber gambar: detik.com"][/caption]Setiap tanggal 6 April di Indonesia diperingati sebagai hari nelayan nasional, tak seperti memperingati hari-hari kebanyakan, peringatan hari nelayan 6 April ini tak banyak diangkat ke permukaan terkesan sepi dari pemberitaan. padahal Indonesia sedang gencar-gencarnya memantaskan diri sebagai poros maritim dunia.

Di media warga Kompasiana beberapa kompasianer mencoba merawat ingatan, menggugah kesadaran dan kepedulian terhadap nasib para pencari ikan: Nelayan. Inilah sebagian opini dan pengalaman dalam rangkuman.

1. UU NPPG 2016 (Lindungi dan Berdayakan Nelayan) Kita

Saat ini Kesejahteraan nelayan menjadi aspek yang seringkali luput dari perhatian negara. Baru-baru ini pemerintah mengesahkan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Budidaya Ikan, dan Peternak Petambak Garam (NPPG). dua aspek penting yang disampaikan mengenai UU NPPG yakni, soal perlindungan, dan pemberdayaan untuk nelayan.

Menanggapi disahkan nya UU tersebut, Kompasianer Ahyar Ros  menilai bahwa tidak cukup pemberdayaan nelayan dilakukan hanya dengan mengesahkan UU NPPG namun implementasinya yang harus diutamakan, nasib nelayan kedepannya harus benar-benar serius menjadi perhatian pemerintah. Pemberdayaan dan perlindungan nelayan harus menjadi pijakan untuk mengeluarkan nelayan dari kemiskinan.

"Sejatinya perlindungan harus dibarenggi dengan langkah pemberdayaan. Pemberdayaan yang menyentuh terhadap pelayanan hak-hak dasar dan kebijakan pemerintah terhadap pasar modal juga menjadi isu penting. Artinya pada point ini pemerintah tak hannya melindungi, namun bagaimana memberikan pemberdayaan yang berkelanjutan terhadap nelayan." Simpul Ahyar.

2.Hari Nelayan Nasional Cuma Seremonial

Kompasianer Muhammad Furqonberopini demikian karena ia melihat ada atau tidaknya peringatan hari nelayan nasional di Indonesia belum berhasil mengubah keadaan, nasib nelayan Indonesia masih saja memprihatinkan. untuk itu, menurut Furqon adalah penting untuk pemerintah agar mensosialisasikan gerakan Kooperasi nelayan, sebagai auternatif jalan untuk membantu nelayan keluar dari jerat kemiskinan.

3. Hari Nelayan: Kisah Ayahku, Seorang Nelayan yang Pindah Profesi

Hari nelayan nasional memberi kesan tersendiri bagi RushansNovaly sang ayah yang pernah berprofesi sebagai nelayan sebelum berpindah profesi menjadi guru membuat Rushans sedikit banyak mengerti suka duka hidup sebagai anak nelayan. Sebuah pengalaman menarik , sebuah tulisan yang kaya nilai kehidupan.

Merefleksi pada keadaan saat ini, Rushans merasakan sebuah ironi: Laut Indonesia yang begitu kaya, tapi masih banyak nelayan yang hidup miskin serta harga ikan yang dibeli murah dari nelayan namun meroket ketika dijual di pasaran dan diolah di restoran.

"Sayang, harga ikan laut yang mahal tak berkolerasi dengan uang yang diterima para nelayan di pesisir pantai. Nelayan tak juga keluar dari garis kemiskinan". Ungkap Rushans.

4.Hari Nelayan dan Pesan Profesor

Tahun 2008 menjadi tahun yang berkesan bagi Kompasianer S.Aji pada tahun tersebut Aji berkesempatan menjumpai seorang Profesor ahli sejarah maritim Indonesia, Profesor Andri. B Lapian di kediamannya di Tomohon Sulawesi Utara.

Membaca tuturan apik S. Aji mengenai jumpa nostalgia nya dengan sang profesor, kita seolah sedang diajak meresapi pesan-pesan profesor Andri bahwa Indonesia harus memperkuat identitas bahari nya dan memperbanyak penelitian tentang kelautan jika benar-benar ingin menjadi poros maritim dunia. Sebuah tuturan yang mengemas pesan mendalam.

Profesi nelayan dengan segala suka dan dukanya, baik dijalani karena pilihan atau tuntutan keadaan tetap harus mendapat perhatian dan dukungan dari negara.

Melalui pengalaman dan opininya, empat Kompasianer mencoba merawat ingatan bahwa bangsa Indonesia yang mengaku bernenek moyang seorang pelaut sudah seharusnya memberi perhatian serius terhadap nasib dan kehidupan para penyapu ombak lautan: Nelayan Indonesia, nelayan kita. Semoga para pejuang laut itu bisa mendapatkan pemenuhan hak yang layak.

Salam Kompasiana!
*Penulis masih belajar, mohon koreksinya. :)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun