Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Tentang Kurcaci Cemong dan Sebongkah Otak

8 Maret 2016   21:48 Diperbarui: 9 Maret 2016   07:22 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Internet berkembang pesat seiring kemajuan teknologi, di zaman sekarang ini setiap orang bisa memiliki medianya sendiri termasuk warga biasa yang menulis di beberapa blog sosial yang mengklaim diri sebagai media warga. Tempatnya menulis bagi orang biasa. Media warga tentu menjadi salah satu auternatif yang dapat memudahkan orang-orang biasa menyalurkan opininya terhadap hal-hal yang tidak dapat diakomodir sepenuhnya oleh media massa arus utama. Penyampaian opini warga umumnya paling banyak dilakukan melalui tulisan.

Kompasiana sebagai media warga tentu sah-sah saja memiliki banyak sekali penulis dan pembaca dengan latarbelakang berbeda. Lewat slogan sharing dan connecting mengajak siapa saja menulis apa saja tapi tetap ada syarat dan ketentuannya. semua demi menjaga kualitas konten yang beredar.

Konten berkualitas bukan berarti tulisan yang bebas kritik. Kebebasan menyatakan pendapat  dijamin oleh undang- undang di bumi Indonesia ini. Serasa penulis, Kompasiana pun sudah paham akan hal itu dan menyediakan cukup ruang untuk konten-konten yang "Tajam"

Kompasianer di rumah bersama ini juga bukan semata pemburu lebel (P) (HL) (NT) (G- Trand) atau apa pun itu setiap tulisan di media warga ini pasti akan menemukan pembacanya sendiri, dengan atau tanpa label, meskipun gak menampik juga, kita sebagai Kompasianer pasti senang kalau tulisan yang kita buat dikasih label. Tapi bukan itu tujuan utamanya, dua tahun lebih ngekos di rumah bersama ini, saya jadi cukup memahami tujuan utama dari menulis dan mempublish artikel ya untuk berbagi nya itu. Berbagi sapa dan informasi- Ditambah penelitian skripsi - Khusus buat Saya :D

Back to the point. Artikel ini bukan mau ngebahas soal skripsi juga soal label-labelan yang penting gak penting itu.

Kembali Soal Menulis Untuk Berbagi

Pada hakikatnya menulis adalah untuk orang lain, jadi pertimbangkan pembaca. Ya minimal tulisan kita bisa memenuhi satu saja dari 4 kriteria Aktual, Bermanfaat, Inspiratif atau Menarik. Kalau belum bisa keempatnya, salah satu itu saja sudah cukup membuat tulisan kita layak baca karena ada sesuatu yang bisa diberikan untuk pembaca. Minimal pembaca gak kosong-kosong banget setelah buka dan baca tulisan kita, meskipun mungkin tulisan itu isinya kritikan. Beda pendapat itu biasa, bukan sesuatu yang tabu.

Nah..
Gimana dengan akun-akun cemong yang berkeliaran di Kompasiana, Wah Akun cemong, Waduh! Eh tunggu jangan lemparin saya pake bola bekel, gak baik ah lempar-lempar apa lagi sama mahasiswa, memang tega? *Peace* Hayo.. Sekarang bola bekelnya di buang saja.

Nih ya,

Yang di maksud akun cemong adalah akun yang bikin rusuh kompasiana dengan menawarkan JUDI ONLINE, POKER, OBAT ABORSI, PESUGIHAN dan hal-hal semacam itu. Nah sampai sini sepakat kan kalau kita namakan akun cemong?

 

Akun-akun seperti itu bikin gemes. Menulis gak pernah, tapi klik tulisan orang main komentar tanpa baca dulu, langsung komen jualan judi online, pesugihan dan sejenisnya.. Kalau jual makanan sih masih oke. Nah ini.. Gemes banget liatnya komentar tak bermutu, nulis bener  pun gak pernah. Sekalinya bikin artikel jualan pesugihan. Menggemaskan! Di suspened admin, di hapus komentar, besoknya mereka muncul lagi, ganti nama.

Huh! Otak taruh di mana coba? Memangnya ada yang beli kalau akun cemong itu jual obat aborsi, judi dan pesugihan di sini? Rasanya Kompasianer juga sudah cerdas untuk gak membeli hal-hal seperti itu,  jadi sia-sia saja akun-akun cemong itu jualan sampah di belantara ini. Sudah tahu sia-sia, mereka masih gak jera juga. Memang dasar Si Cemong gak ada otaknya.

Admin dan Kompasianer sudah gotong royong menjaga rumah bersama ini. Waktu ada peternak tulisan dan plagiat kita gerebek, waktu ada koruptor jalan-jalan kita usir sama-sama. Cukup kuatlah rasa "kita" di antara Admin-Kompasianer dan sesama Kompasianer, makin kuat lagi kalau sudah tatap muka di dunia nyata.

Nah.. Akun-akun cemong yang entah dimana letak otaknya itu hampir tiap hari kotori rumah yang kita sapu sama-sama. Jujur saya saja yang baru dua tahunan di belantara ini gemes lihat mereka gak ada elok-eloknya. Memang sih dinamika dunia maya tapi terlalu orang kayak gitu..

Tulisan saya memang biasa saja, saya masih perlu banyak belajar. Tapi saya gak akan pernah mau jadi akun cemong macem mereka itu. Sudah numpang malah bikin kotor. Gak asyik dan gak lucu.

Sudah gitu saja
#TulisanEdisiGemes 

Beda pendapat boleh tapi dilarang lempar bola bekel ya :)

Salam Anti Cemong!
*Sengaja gak dikasih gambar karena saya gak mau bikin subur praktek mereka*

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun