1:
Pada suatu malam yang bersedih
Ada dialog parau bersahutan
Antara duka dan air mata
Sebuah kepergian tampak semakin nyata
Di antara malam, Tuhan dan gerutu doa
Aku memintamu
Sebab mintalah padaKu, maka akan kukabulkan
Begitu kataNya
Dalam sisi gelap yang ada
Setiap hamba hanya perlu menyalakan doa
semoga Tuhan memberi terang
2:
Dalam ruang persegi itu
Sepi bercermin
Mencari seseorang dibalik kaca
Serta sekumpulan ingatan
Sepenggal catatan kesabaran
Nihil hasil
Yang ada hanya bening
Sisa bayangan diri sendiri
Seperti setiap caranya yang tak terduga
Penari liar memilih jalan
Menyelinap pergi sementara
Sepi berkaca
Sepi saling tatap
Saling santap
Hingga kunang-kunang terlelap
Menatap hitam di pelupuk dini hari
Melenturkan ego dalam hening
Pikiran merenda kesadaran
Barangkali benar
Manusia harus larut dalam cermin
3:
Aku adalah butir api
Setiap kali sepi menepi
Tugasku ialah menghapus kisahmu diam-diam
Lalu menuliskannya dalam fiksi
Ah! Seperti kamu tak nyata saja
Tidak, Kamu jelas nyata
Dulu, kamu pernah sebegitu sabar
Sebelum memilih pergi
Dan menjadi fiksi
Kuhidupkan kau dalam puisi
Sebagai diksi pengganti nyeri
Kubaca berulangkali
Kamu tetap kucari
Aku masih sama
Gadis keras kepala
Yang mengangap mungkin dari ketidakmungkinan
Sebab apa yang tak mungkin?
Selain manusia yang mencipta sendiri dirinya
: Ciputat,
Dini hari menghitung empat
Ke akhir Januari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H