Katakan Putus
Isu hak privasi merupakan salah satu poin dari perlindungan penyiaran yang diatur dalam Pedoman Prilaku Penyiaran dan standar Program Siaran (P3-SPS) yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2012.
Di dalam P3-SPS Isu perlindungan terhadap hak Privasi diatur dalam pasal 13 ayat 1. P3SPS tentang Penghormatan terhadap hak privasi.
Dalam pasal 13 P3-SPS tertulis:
(Ayat 1)
”Lembaga Penyiaran wajib menghormati hak privasi sesorang dalam memproduksi dan menyiarkan suatu program siaran baik siaran langsung ataupun tidak langsung.”
Namun perlindungan tentang hak privasi yang digalakan itu seolah jauh panggang dari api dalam realisasi. Nyatanya masih banyak stasiun televisi di Indonesia yang melalui program-programnya hobi mempecundangi hak Privasi, menyiarkan tayangan tak mendidik: minim esensi, tanpa faedah yang bisa ditarik untuk kemanfaatan kepentingan publik.
Salah satu stasiun televisi yang hobi mempecundangi hak privasi adalah Trans TV melalui program bergenre reality show bertajuk katakan putus, Stasiun Televisi milik mantan mentri Choirul Tanjung ini seolah menunjukan bahwa nilai-nilai hak privasi dan tayangan yang mendidik untuk publik sepertinya tidak lebih penting daripada dramatisasi dan rating. Kiblat baru (Sebagian) pekerja televisi mengabdi.
Katakan Putus adalah sebuah program bergenre reality show kepunyaan Trans TV yang ditayangkan pada sore hari- setiap Senin hingga Jumat, sesuai judulnya, konsep acara ini sederhana; membantu klien remaja untuk mengakhiri hubungan cinta dengan pasangannya.
Namun kenyataannya Program ini bukannya membantu menyajikan tayangan mendidik untuk publik dan menjadikan dunia pertelevisian indonesia menjadi lebih baik, namun justru menyajikan tayangan yang minim esensi menjual emosi dan mempecundangi hak Privasi.
Acara ini dipandu oleh Komo Riki dan Vika Efendi. Kedua orang ini bertindak sebagai host sekaligus koordinator kasus (Kokas) yang akan membantu klien menuntaskan kasusnya.
Nah, Katakan Putus, dari judulnya saja program ini sudah mengangkat masalah pribadi orang lain sebagai materi utama isi Program untuk disiarkan. Sampai disini, Trans TV telah mempecundangi penghormatan terhadap hak privasi dan juga melecehkan ruang dan kepentingan publik dalam televisi. Ya ruang dan kepentingan publik. Karena stasiun televisi bersiaran menggunakan frekuensi siaran yang adalah milik publik dan perizinannya dikelola oleh negara berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomer 32 tahun 2002 Tentang penyiaran.
Selain itu, mengenai muatan siaran yang kontennya berkaitan dengan kehidupan pribadi, hal ini juga sudah dituangkan dalam P3SPS KPI pada pasal 13 SPS Ayat 2 dan 3 yang tertulis;
(Ayat 2)
"Permasalahan Pribadi tidak boleh menjadi materi yang ditampilkan atau disajikan dalam seluruh isi mata acara kecuali demi kepentingan publik yang tinggi."
(Ayat 3)
"Kepentingan Publik, seperti yang dimaksud pada ayat 2 antara lain menyoal anggaran negara keamanan negara, permasalahan hukum pidana, atau hal-hal darurat lainnya untuk negara."
Nah, sampai disini,
1.Dimana kepentingan publik yang tinggi dari putusnya hubungan cinta seseorang dengan pasangannya seperti yang ditampilkan di program Katakan putus Trans TV?
2. Apakah putusnya hubungan cinta seorang remaja galau dengan pasangannya akan mempengaruhi anggaran dan keamanan negara, sehingga hal tersebut layak dijadikan konsumsi publik?
3. Apakah melihat orang putus cinta sebegitu pentingnya bagi publik televisi dan rakyat Indonesia?
Jawabannya sudah diketahui bersama.
Pada titik ini, Trans TV melalui program Katakan Putus telah melecehkan kepentingan publik dengan menyiarkan tayangan yang sama sekali tidak ada gunanya untuk kepentingan publik.
Lebih dari itu Program katakan Putus Trans TV telah mempecundangi hak privasi, karena yang diangkat adalah masalah kehidupan pribadi, pacaran, perselingkuhan dan segala hal yang sekali lagi tidak untuk ditampilkan di depan publik.
Parahnya lagi menjual emosi menjadi jurus andalan program ini
Adalah Komo Riki, seseorang yang (rasanya) masih memiliki masalah dalam memenejemen amarahnya tapi dipaksa membantu klien menyelesaikan kasus asmara. Jika sudah emosi, Komo yang bertindak sebagai host sekaligus kokas seringkali kedapatan membentak-bentak klien yang menurutnya ngeyel. Jujur beberapa kali "terpaksa" menonton acara ini demi sebuah penelitian lepas membuat saya berpikir;
"Si Komo Riki ini mau mengawal orang menyelesaikan kasus atau mau marah-marah sepanjang kasus?"
Sungguh, memang butuh kesabaran menghadapi apa maunya orang, terlebih jika itu tuntutan pekerjaan, dan sungguh bukan begitu caranya seorang koord yang baik memperlakukan orang. Bukan dengan bentak-bentak dan kekerasan yang justru menambah panjang urusan.
Emosi, teriakan, tangisan dan bentakan menjadi menu andalan yang disajikan dalam program ini sungguh tidak mendidik sama sekali.
Lebih dari itu,
Sejak kapan emosi, teriakan dan bentakan bisa membantu menyelesaikan suatu masalah?- Apapun bentuknya. Lalu siapa juga orang yang mau dibantu untuk diselsaikan kasusnya tapi dengan cara dibentak-bentak dan dikasari, dibumbui emosi tinggi? Sekali lagi adegan pertengkaran dan debat tanpa manfaat disajikan dalam program tersebut demi rating, dan celakanya lagi, program ini tayang pada sore hari dimana besar kemungkinan anak-anak yang baru pulang sekolah sedang menonton televisi dan menyaksikan program tak bermutu semacam itu.
Sekali lagi, Katakan putus tak lebih dari program tak mendidik, yang hanya mengandalkan jual emosi dan mempecundangi hak privasi. Tidak ada faedah baik yang dapat ditarik demi kepentingan publik.
Lebih dari itu, bagi penulis pribadi yang "terpaksa" menonton program ini demi penelitian lepas, Program katakan putus menjadi sebuah refleksi, seketika penulis merasa bersyukur sekali- meski dalam konteks berbeda, bahwa saya yang seorang mahasiswi, selama magang, hingga sekarang sedang mengerjakan penelitian skripsi, serta satu penelitian lepas tentang program ini, Alhamdulillah saya belum pernah punya Koordinator data yang emosinya seperti si Komo Riki :) yang hobi membentak-bentak orang. Cuma itu yang bisa saya petik, karena selebihnya, program katakan putus tidak memiliki manfaat sama sekali yang bisa ditarik, terlebih untuk kepentingan publik yang mentah-mentah sedang dipecundangi oleh Trans TV lewat program tersebut yang seluruh materi acaranya merupakan masalah pribadi.
Terlepas dari unsur dramatisasi yang membumbui program Katakan Putus tersebut, Trans TV sepertinya luput menyadari satu hal ini;
Trans TV sesungguhnya punya pengalaman dan kekuatan yang seharusnya membuat mereka bisa bertahan dalam persaingan, namun kesalahan masa lalu- Mempecundangi hak publik selalu diulangi lagi, ditambah tidak adanya upaya untuk bergerak maju, membuat Trans TV memilih bertahan dengan jalan mencari sensasi yang miskin inovasi. Jika terus begini, bersiaplah Trans TV menunggu waktu untuk lama-kelamaan tersisihkan dari persaingan.
Sementara Publik menanti kontrol dan gebrakan KPI menegakan kedaulatan frekuensi, mencabut ruang bagi acara-acara semacam ini agar mati, turun selamanya dari layar televisi Indonesia.
Kita lihat nanti..
Apakah KPI cukup peduli dan bernyali
Melawan kepentingan rating dan Industri yang meraja di televisi..
#PerkuatKPI
Salam TV Sehat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H