https://m.facebook.com/syifa.blessing/albums/899372406796274/?refid=13
Karena banyak yg minta saya share fotonya, Ini saya share fotonya, bagian tangan, kaki dan sebagian wajah
: Jalur Puncak sedang padat dan macet-macetnya. Arus lalu lintas di Jalur Puncak pada momen libur lebaran ini, Minggu (19/7/2015), terus dibanjiri kendaraan terutama dari arah Jakarta. Alhasil kemacetan panjang hampir dapat dipastikan terjadi di Kawasan puncak. di momen liburan Idul Fitri seperti sekarang sepertinya kawasan Puncak masih menjadi destinasi pilihan untuk menghabiskan liburan bersama keluarga. Begitupun Keluarga besar kami, sejak jauh-jauh hari kami sekeluarga besar sudah menyusun rencana untuk menghabiskan libur lebaran di Puncak. Kami berangkat pada lebaran hari ketiga Minggu 19 Juli 2015. Pukul 7 pagi selepas sarapan, kami berangkat dari rumah bibi Saya di Depok menuju daerah puncak- Bogor, macet ternyata masih jadi teman setia, perjalanan Depok- Bogor memakan waktu sekitar 3 jam menggunakan mobil pribadi.
Sekitar pukul 10 sampailah kami di daerah Bogor Paman saya memprediksi jalan raya Puncak pasti macet disaat libur lebaran seperti ini, sehingga kami memilih melewati Jalur alternatif Sentul, yaitu kendaraan keluar dari pintu tol Sentul selatan lalu mengambil jalan ke arah Kecamatan Babakan Madang melalui Perumahan Bukit Pelangi (Rainbow Hill).
Jalur alternatif ini memang berkelok dan banyak tikungan tajam,, sepanjang jalan kerap ditemui orang-orang yang berdiri di pinggir jalan mengharapkan sedekah dari pengendara yang lewat jalur ini, kalau lewat jalur ini, ada baiknya pengendara menyiapkan stok uang receh.
Tapi tiba-tiba..
Mata saya terpaku pada dua orang, seorang Penderita penyakit Lepra yang dirantai tubuhnya dan dituntun untuk mengemis dari mobil ke mobil dan seorang penuntunnya yang menuntun jalan si penderita Lepra yang dirantai itu mengemis meminta belas kasihan dari pengendara yang lewat. Penuntun si Lepra itu mengetuk-ngetuk kaca mobil yang berhenti sambil memamerkan temannya yang sakit Lepra dan dirantai. Adik saya yang duduk di kelas 1 SMA berteriak ketakutan ketika kaca mobil diketuk dan penderita Lepra itu dipamerkan dengan rantainya, saya terbelalak. Saya buka kaca mobil dan memberikan sedikit uang receh.
Gila..
Sebegitu teganya mengekploitasi kekurangan orang untuk keuntungan ekonomi semata.
saya ambil foto 2 orang itu, si Penuntun menghindar, menuntun temannya menjauh,
"Jangan foto-foto mbak," Pintanya, tapi saya tak peduli. Kesal campur gemas melihat kekurangan orang di eksploitasi sedemikian rupa untuk mendapatkan simpati, penderita Lepra itu dituntun, diajak mengemis dan dirantai! Dituntun persis seperti mengajak binatang jalan-jalan. Di ran-tai! Zaman apa ini? Manusia, orang sakit dirantai, apa guna BPJS kalau begini kasusnya, dimana kehadiran negara? Kepuasan apa yang didapat dari menjual penderitaan? Miris '-'
Namun kalau saya share foto, si penderita dengan Lepra dan rantainya etiskah? Rasanya tidak etis, too painful, nanti dihapus admin Kompasiana. Atas pertimbangan etika saya tidak mengunggah foto mereka disini.
Penderita Lepra itu dirantai, dirantai penyakit, dirantai stigma, dirantai malu, dirantai ekonomi, dirantai kurang ilmu, dirantai ketidaktahuan, dan (mungkin) dirantai birokrasi pengobatan..
Miris ketika kejadian seperti ini masih terjadi di daerah kota-kota penyangga, yang tak jauh dari ibukota.. Daerah Puncak. Dimana Puncak martabat manusia seolah merosot ke titik terendah saat melihat tragedi Lepra itu di depan mata
Dimana pemerataan negara, untuk kesehatan warganya?
*Sebuah Potret kelam daerah Penyangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H