Perilaku sehat adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatannya, sedangkan kebiasaan sehat adalah perilaku kesehatan yang sudah sering dilakukan secara otomatis dan tanpa disadari. Salah satu perilaku sehat menurut Belloc & Breslow (1972), yaitu tidur yang cukup setiap malam.
Apa yang dimaksud dengan tidur cukup? Hal yang terpenting dari tidur adalah kualitas, jika kualitas tidur rendah maka individu bisa tetap merasa lelah walaupun sudah tidur melebihi waktu yang direkomendasikan. Tidur termasuk kebiasaan yang vital terhadap kesehatan (Taylor, 2018). Banyak orang yang tidak memiliki kualitas tidur cukup dapat berdampak pada kesehatan, kebahagian, dan kemampuannya untuk beraktivitas sehari-hari.
Sedangkan terkait kuantitas tidur, setiap orang memiliki waktu tidur cukupnya yang berbeda-beda, namun Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan pada orang dewasa setidaknya tidur selama 7 jam tiap malam.
Berdasarkan data dari CDC, gangguan tidur kronis yang paling umum terjadi adalah insomnia. Namun, belakangan ini muncul isu lain terkait sleep deprivation atau kurang tidur, yaitu adanya fenomena sleep procrastination (penundaan waktu tidur) terutama yang semakin meningkat saat pandemi Covid-19.
Sleep procrastination adalah keadaan dimana individu menunda waktu tidur sebagai kompensasi atau balasan untuk melepas stres setelah seharian beraktivitas, sekolah, maupun bekerja, sehingga ia memaksimalkan “me time” di malam hari, misalnya dengan menonton film/drama, scrolling media sosial, mendengarkan podcast, ataupun kegiatan lainnya.
Terdapat studi terkait adanya hubungan antara perasaan stres dengan penundaan waktu tidur yang dilakukan di China (Deng, et al., 2022). Jadi, hubungan ini tampak paradoks, dimana individu ingin bersantai dan memulihkan diri dari stres dengan cara menunda waktu tidur, namun menyebabkan kualitas tidurnya menjadi terganggu dan pada akhirnya dapat berdampak balik ke kesehatan mental.
Bagaimana tandanya kalau seseorang memiliki kualitas tidur yang belum maksimal? Terdapat beberapa gejala individu yang memiliki kualitas tidur rendah, diantaranya selalu merasa lelah, adanya perubahan mood, sulit fokus dan mengingat suatu hal, mudah marah, serta sulit membuat keputusan (Killgore & Weber, 2014; Landolt, et al., 2014).
Sementara itu, kurangnya kualitas tidur dapat meningkatkan individu terhadap risiko menurunnya sistem imun sehingga mudah terinfeksi penyakit, kenaikan berat badan, kemudian dalam jangka panjang dapat menyebabkan risiko terjadinya penyakit jantung, diabetes, gagal ginjal, gangguan kornea, bahkan mengganggu kesehatan mental seperti depresi dan anxiety (Landolt, et al., 2014).
Jadi, bagaimana caranya untuk meningkatkan kualitas tidur? Beberapa cara dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur, diantaranya:
1. Melalui pendekatan tanpa obat, dapat berupa konseling, melakukan teknik relaksasi (seperti meditasi, latihan mindfulness, latihan pernapasan), dan melalui Cognitive Behavioral Therapy (CBT). CBT dapat digunakan untuk membantu identifikasi pola pikir yang menjadi penyebab sulit tidur (Taylor, 2018).
2. Mengubah kebiasaan tidur dan lingkungan tidur. Menurut Taylor (2018), mengubah kebiasaan ini dapat berupa:
- Meluangkan waktu di siang hari dan mencoba yang terbaik untuk mengelola stres
- Melakukan olahraga rutin setidaknya 3 kali dalam seminggu
- Membuat kamar tidur tetap sejuk dan tempat tidur nyaman
- Waktu tidur konsisten saat bangun dan hendak tidur
- Membuat kebiasaan malam sebelum tidur yang menenangkan, sehingga bisa membantu untuk tidur. Misalnya seperti mandi, membaca buku, menulis jurnal
- Tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol
- Tidak makan terlalu banyak di malam hari, terutama 2-3 jam sebelum tidur
- Tidak tidur siang di atas jam 4 pm
- Tidak minum kafein di sore hari
- Mematikan atau menjauhkan gadget